kip lhok
Beranda / Opini / Jabatan itu Amanah Tuhan

Jabatan itu Amanah Tuhan

Rabu, 10 Januari 2018 00:45 WIB

Font: Ukuran: - +



Heboh  nama-nama pejabat SKPA Eselon II di media sosial (medsos) dalam beberapa hari ini. Ada  129 nama pejabat eselon II dinyatakan masuk tiga besar lulus seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) di lingkungan Pemerintah Aceh. 

Beragam ekpresi pun muncul. Ada kolega yang sudah mengucapkan selamat. Ada yang kecewa karena dia atau temannya tidak masuk tiga besar. Diskusi-diskusi dengan beragam argumen pro dan kontra terjadi di warung-warung.

Postingan  beredar lewat medos dan radio meugigoe itu kemudian mendapat tanggapan serius Ketua Seleksi Terbuka JPT Pratama Lingkungan Pemerintah Aceh, T Setia Budi,  Dia menjelaskan bahwa dari 330 orang yang mendaftar belum ditetapkan dan diumumkan siapa yang masuk dan lulus, termasuk tiga besar sebagaimana postingan di medos itu.(baca Serambi, red).

Pihak panitia mengaku, saat ini baru melakukan pemeriksaan kelengkapan dan pemberian skor terhadap persyaratan yang dibutuhkan untuk bisa ikut tes terbuka. Pengumuman lulus seleksi administrasi akan dilakukan pekan depan. Sedangkan jadwal fit and proper tes baru akan dilakukan seminggu setelah pengumuman hasil seleksi administrasi.Selanjutnya menetapkan sesuai SKPAyang dibidik yaitu Dispora, Disdik, Dinkes, Dinsos, Disperindag, Dishub, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya, Dinas Pengairan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Distamben, Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Dayah, Badan Pengelolaan Keuangan, Bappeda, Badan memberdayaan Masyarakat dan Gampong, Badan Ketahanan Pangan, Dinas Pertanahan, Badan SDM, Badan Kepagawaian. Berikutnya Dinas Registrasi Kependudukan, Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Infokom, Dinas Syariat Islam, Badan Kesbangpol, Satpol PP dan WH, Kepala Biro, Kepala Sekretariat.

Terlepas dari postingan itu hanya hoax atau bocoran orang-orang 'dalam", inilah jaman now yang makin jauh dari paradigma hakikat kepemimpinan itu sendiri. Dulu, diberi jabatan saja takut, karena begitu berat tanggungjawab kepada yang dipimpin sekaligus tanggungjawabnya kepada Tuhan. Tapi jaman now justru itu dicari dengan berbagai upaya.

Semua orang berlomba dengan bermacam cara meraih jabatan, jadi penguasa. Tanpa peduli dengan banyaknya pengorbanan materi yang harus dikeluarkan bahkan ada yang nekat melanggar norma agama, dengan melakukan ritual tertentu di kuburan atau tempat-tempat yang dianggap keramat. Ini. Padahal, agama menegaskan, sesungguhnya meminta jabatan itu adalah jerat setan.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam melaksanakan jabatan itu. Dan apabila kamu bersumpah dengan satu sumpah kemudian kamu melihat selainnya lebih baik darinya (dan kamu ingin membatalkan sumpahmu), maka bayarlah kaffârah (tebusan) dari sumpahmu itu dan kerjakanlah yang lebih baik (darinya)".(HR. Bukhari) 

Kenapa dilarang meminta? Jawabnya karena posisi sebagai pemimpin atau pejabat dengan sebuah jabatan adalah posisi untuk mengemban amanah dan tanggungjawab kepada Allah swt. Amanah yang diberikan itu dianggap sebagai pemberatan atau taklif, bukan sebagai tafrih (kesenangan) atau prestise seperti yang dipahami oleh kebanyakan masyarakat sekarang ini.

Ketika seseorang diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk menjadi seorang pemimpin atau diberi suatu jabatan  dia dituntut mempertanggungjawabkannya kepada manusia dan juga dihadapan Allah swt. Maka pemipin dalam semua level bukan suatu keistimewaan apalagi merasa harus diistimewakan.

Itulah sesungguhnya yang perlu dipahami sehingga tidaik seperti realita saat ini kita lihat banyak sekali ketimpangan yang terjadi akibat kesalahan dalam memahami substansi sebuah jabatan atau amanah kepemimpinan tersebut. Sejatinya, dia melayan rakyat  yang dipimpinnya justru sebaliknyadia harus dilayani rakyatnya.

Posisi pemimpin sebenarnya hanya satu peran, sebuah keenangan, bisa membawa kepada kesejahteraan dunia dan akhirat. Bukan jadi peluang bisa memperkaya diri, keluarga atau kelompoknya. Karena di tangannya ribuan nasib manusia bersandar, kebijakan dan tingkah lakunya menjadi penentu.

Dalam terminologi moral,minimal ada empat watak yang harus melekat pada seorang pemimpin atau pejabat.

Pertama, berperilaku benar, baik dalam keyakinannya maupun dalam kata-katanya, dan benar dalam tindakannya. Sesuai cakap dengan bikin, kata anak gaul.

Kedua, dapat dipercaya. Menjadi pemipin atau pejabat itu tidak berkhianat atas amanah yang diembannya. Artinya sebagai yang diamanakan, maka kepentingan baginya adalah kepentingan bagi yang dipimpinnya. Itu harus menjadi tujuan utama yang tak bisa dikalahkan siapa pun, termasuk kepentingan dirinya sendiri.Dan itu akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Wajar bila jabatan itu dapat menghantarkan seseorang pada derajat yang paling tinggi. Atau sebaliknya menjerumuskannya pada jurang kehinaan.  "The Luden is Laiden (jabatan adalah jalan menuju penderitaan)," pribahasa Belanda. Dan Nabi saww bersabda: jabatan itu amanah, dan ia di hari Kiamat akan menjadi kerugian dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan cara yang haq, serta menunaikan kewajiban yang terpikul di atas pundaknya. (HR. Muslim).

Ketiga, sifat fathanah (cerdas).  Seorang pempin itu harus cerdas (intlektual dan spirirual, sosial dan emosional) . Ini yang disebutkan pemimpin bijaksana dan memiliki kebajikan. Keempat, tabligh (aspiratif), ibarat cermin yang memiliki sifat menyerap dan memantulkan cahaya "kebaikan" kepada sekitarnya. Islam mengajarkan, bahwa manusia yang paling baik adalah orang yang paling bermanfaat untuk manusia yang lain.

Kita berharap, siapa pun pejabat para  pejabat yang lulus dalam seleksi formal itu hendaknyai benar-benar melaksanakan fungsi danperannya secara nyata, penuh keikhlasan dan kebijaksanaan. Sebab rakyat Aceh khususnya menambatkan asa agar hidup dalam dinamika saat ini menjadi lebih baik dan sejahtra.

Penulis: Ampuh Devayan

Keyword:


Editor :
Ampuh Devayan

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda