Gamophobia
Font: Ukuran: - +
Penulis : Zulaikha Mawaddah
Zulaikha Mawaddah, Mahasiswa Prodi Psikologi Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh. [Foto: dok. pribadi untuk Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Opini - Akhir-akhir ini mulai bermunculan fenomena-fenomena yang membuat warganet heran, pasalnya fenomena yang muncul tersebut datang dari kalangan kaum milenial dan kawula muda. Salah satu fenomenanya, yakni “ketakukan akan menikah”.
Ketakutan akan menikah atau yang biasa disebut Gamophobia, dapat menyebabkan krisis populasi di masa mendatang. Jika banyak orang yang mengalami gamophobia dapat menyebabkan angka kelahiran dalam suatu populasi mengalami penurunan. Hal ini bersumber dari kuatnya rasa takut seseorang akan suatu pernikahan atau komitmen dapat menurunkan hubungan yang lebih intim dengan pasangan.
Hasil penelitian Obeid dkk (2020) yang berjudul ‘konstruksi dan validasi skala ketakutan Lebanon terhadap komitmen hubungan di antara sampel yang mewakili populasi Lebanon’, menemukan laki-laki muda memiliki insiden gamophobia lebih tinggi dibandingkan perempuan muda. Para peneliti berpendapat bahwa hal ini sebagian disebabkan oleh ketakutan akan kewajiban finansial dan tanggung jawab sosial yang terkait dengan komitmen.
Definisi Gamophobia
Gamophobia, berasal dari kata Yunani "gamos" (pernikahan) dan "phobos" (takut), adalah ketakutan yang berlebihan terhadap pernikahan atau komitmen jangka panjang dalam hubungan.
Perpisahan, perceraian, atau pengabaian yang menyakitkan selama masa kanak-kanak atau dewasa dapat menjadi penyebab gamophobia.
Lebih dari sekadar keraguan biasa, gamophobia memicu kecemasan dan ketakutan ekstrem ketika individu dihadapkan pada situasi yang menuntut komitmen.
Penderita gamophobia bisa mengalami ciri-ciri fisik dan psikis seperti serangan panik saat memikirkan pernikahan atau komitmen dalam menjalin hubungan yang serius.
Gamophobia lebih dari sekadar rasa cemas dalam menghadapi pernikahan dan membina hubungan yang lebih serius, tetapi gamophobia merupakan sebuah ketakutan besar yang nyata terhadap pernikahan dan komitmen bersama pasangan.
Seseorang yang menderita gamophobia atau takut akan sebuah pernikahan mempunyai kesulitan dalam mempertahankan hubungan jangka panjang. Walaupun sebenarnya, penderita gamophobia masih mampu merasakan emosi cinta. Akan tetapi emosi tersebut terasa intens dan mengerikan, sehingga dapat menimbulkan rasa cemas bersamaan dengan perkembangan hubungan ke jenjang yang lebih serius.
Fenomena Gamophobia di Indonesia, termasuk Aceh
Bagaimana dengan Aceh? Saat ini informasi mengenai kasus gamophobia di Indonesia. khususnya Aceh masih terbatas. Tidak ada data statistik resmi yang spesifik untuk Indonesia dan Aceh, tapi beberapa informasi menunjukkan bahwa ada indikasi yang mengarah pada ketakutan akan pernikahan dan komitmen.
Data Survei Nasional Kesehatan Mental tahun 2016 oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa 9,8% orang dewasa di Indonesia mengalami gangguan kecemasan. Meskipun tidak spesifik tentang gamophobia, hal ini menunjukkan bahwa kecemasan, termasuk ketakutan irasional, adalah masalah kesehatan mental yang signifikan di Indonesia.
BPS pun merilis data terkini mengenai status perkawinan pemuda di Indonesia, menyoroti tren yang menarik pada tahun 2023. Sebanyak 68,29% pemuda Indonesia saat ini berstatus belum kawin atau populer disebut “jomblo”. Dari segi wilayah, Jakarta menjadi pemimpin dengan persentase pemuda belum kawin mencapai 80% pada tahun 2023. Diikuti oleh Aceh dengan persentase 75,94% dan Sumatra Utara 75,43%.
Selanjutnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa budaya dan tradisi di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Aceh, dapat memberikan tekanan sosial pada individu untuk menikah dan memiliki keluarga. Hal ini dapat memperburuk ketakutan dan kecemasan bagi individu yang rentan terhadap gamophobia.
Naiknya harga emas yang menjadi mahar untuk pernikahan di Aceh membuat individu yang ingin menikah memilih untuk menunda bahkan memiliki pemikiran untuk tidak menikah dan takut akan pernikahan dikarenakan adanya tuntutan dan tekanan dari mahar atau mayam emas pernikahan.
Ilustrasi Gamophobia, ketakutan akan pernikahan dan atau komitmen. [Foto: shutterstock]Penyebab Gamophobia
Penyebab gamofobia bisa jadi rumit, tapi sering kali melibatkan ekspektasi negatif terhadap komitmen atau pernikahan. Obeid dkk menyatakan gamophobia bisa dimulai pada anak usia dini. Ketika anak-anak menyaksikan orang tua bertengkar atau mengalami perceraian yang kontroversial, sikap negatif terhadap komitmen mungkin mulai terbentuk.
Selaras dengan Obeid, Paul W Bloom dalam penelitiannya 'Gamophobia: Fear of Commitment' (2016) menemukan gamophobia seringkali dipicu oleh pengalaman traumatis di masa lalu, seperti perceraian orang tua atau hubungan yang gagal.
Perubahan norma sosial dapat menjadi faktor penyebab lainnya. Pandangan masyarakat tentang pernikahan mulai berubah. Pernikahan tidak lagi dianggap sebagai keharusan, dan orang-orang lebih bebas untuk memilih untuk tidak menikah.
Kemudian ada tekanan hidup. Biaya hidup yang semakin tinggi dan tuntutan pekerjaan yang semakin berat membuat banyak orang ragu untuk menikah.
Bagi beberapa orang, pernikahan berarti kehilangan kebebasan dan kemandirian mereka. Hal ini dapat membuat kawula muda takut untuk berkomitmen pada satu orang selamanya.
Mendiagnosis Gamophobia
Dokter menggunakan edisi kelima dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), buku pegangan resmi American Psychiatric Association, untuk mendiagnosis kondisi kesehatan mental.Meskipun tidak ada diagnosis khusus untuk rasa takut terhadap pernikahan/komitmen, beberapa orang mungkin menganggapnya sebagai jenis gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan adalah gangguan kesehatan mental yang paling umum. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika, gangguan kecemasan mempengaruhi 30% orang dewasa.
Gejala gamophobia dapat bervariasi dari orang ke orang. Berikut beberapa gejala yang umum terjadi, antara lain rasa cemas dan panik yang berlebihan saat memikirkan pernikahan; takut kehilangan kebebasan dan kemandirian; kesulitan untuk berkomitmen pada satu orang.
kemudian ada gejala fisik seperti berkeringat, gemetar, dan mual saat memikirkan pernikahan. Dan bisa memicu serangan panik .
Gangguan kecemasan ini berbeda dari kecemasan atau ketakutan yang terjadi sesekali, karena gangguan ini bersifat terus-menerus, biasanya berlangsung enam bulan atau lebih.
Mengatasi Gamophobia
Verywell Mind (2023) dalam artikelnya 'Gamophobia: causes, Symptoms, and Treatment' merekomendasikan untuk mencari bantuan profesional jika gamophobia mengganggu kehidupan penderitanya.
Seorang terapis dapat membantu memahami akar ketakutan dan mengembangkan strategi untuk mengatasinya. Dengan pengobatan, kebanyakan orang dengan gamophobia dapat belajar untuk mengelola ketakutan mereka dan menjalani hubungan yang sehat.
Membicarakan ketakutan yang penderita alami dengan orang yang dipercaya dapat membantu untuk merasa lebih baik dan mendapatkan dukungan.
Bagi kita yang merasa mengalami fobia ini dapat bergabung dengan kelompok pendukung. Berbicara dengan orang lain yang mengalami gamophobia dapat membantu untuk merasa tidak sendirian.
Penderita fobia ini dapat belajar mengelola kecemasan. Ada banyak teknik relaksasi yang dapat membantu untuk mengendalikan kecemasan, seperti pernapasan dalam dan meditasi.
Bahkan menurut Pelayanan Kesehatan Nasional, membuat jurnal dengan mencatat pemikiran, ketakutan, dan keraguan si penderita seputar pernikahan dan komitmen dapat membantu lebih memahami ketakutan dan kecemasan.
Gamophobia memang telah menjadi fenomena saat ini. Namun, fobia ini merupakan kondisi yang umum dan dapat diobati. Dengan bantuan dan dukungan yang tepat, penderita gamophobia dapat mengatasi ketakutan dan menjalani hidup yang bahagia. [**]
Penulis: Zulaikha Mawaddah (Mahasiswa Prodi Psikologi Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh)