Aceh Sangat Butuh Jurusan Ilmu Arkeologi
Font: Ukuran: - +
Ambo Asse Ajis, SS., M.Si. Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia-Aceh
DIALEKSIS.COM | Opini - Segala kebesaran Aceh tidak hanya terdapat dalam naskah-naskah kuno, beragam tradisi tutur yang jadi ingatan kolektif, tetapi juga memerlukan pembuktian-pembuktian fisik melalui tinggalan arkeologis. Misalnya, istana, benteng, makam-makam kuno, maupun mata uang.
Mengapa penting ilmu arkeologi, karena mempelajari masa lalu melalui tinggalan-tinggalan fisik seperti artefak, fitur dan ekofak juga situs maupun kawasan arkeologi. Arkeologi memberikan bukti langsung yang dapat dilihat, diraba, dirasakan wujudnya menggunakan panca indera manusia sehingga sangat meyakinkan akal sehat akan adanya bukti-bukti kebesaran, kemegahan dan kehebatan Aceh yang selalu ingin diketahui masyarakat.
Mirisnya, jurusan Ilmu Arkeologi di Aceh belum ada tertampung di universitas-universitas unggul maupun yang terbaik di Aceh sehingga sampai saat ini belum generasi arkeolog yang lahir dari rahim mereka di Aceh. Artinya ahli arkeologi cetakan universitas di Aceh masih nol.
Ini sangat miris dan luput dari perhatian civitas akademika di Aceh. Karenanya, tulisan ini mendedikasikan perlunya memiliki jurusan Ilmu Arkeologi di Aceh. Ada beberapa alasan yang dapat saya kemukakan dalam isi tulisan ini, sehingga jadi bahan renungan untuk kita semua, termasuk para pihak khususnya universitas negeri dan swasta di seluruh Aceh.
Pertama, manusia di Aceh telah ada sejak era prehistoric (prasejarah) dibuktikan tinggalan situs arkeologi bukit kerang di Aceh Tamiang berusia 12.000 tahun lalu, situs Loyang Mendale dan Ujung Karang di Gayo, Aceh Tengah berusia absolut 7000 tahun lalu dan potensi
Kedua, era fajar sejarah awal Masehi dan masuknya budaya Hindu-Budha dibuktikan dengan tinggalan situs Atau Berukir di Umang Isak, Gayo, Aceh Tengah dan tinggalan Arca Kepala Budha di Banda Aceh.
Kedua, era kedatangan bangsa-bangsa Asia seperti Asia Tengah, Asia Selatan dan Cina yang dibalut dalam proses Islamisasi hingga mewujud menjadi identitas nasional Aceh di mata dunia saat ini, telah ada sejak fajar Islam abad ke-7 Masehi hingga hari ini.
Ketiga, kedatangan bangsa Eropa seperti Portugis, Perancis, Swedia, Belanda dan sebagainya, berdagang dan sebagian diantaranya memaklumkan perang.
Keempat, era kebangkitan Islam melalui kerajaan-kerajaan Islam Perlak, Samudera Pasai, Pedir, Lamuri, hingga Aceh Darusallam meninggalkan bukti-bukti arkeologis yang sangat melimpah.
Dari aspek historis tersebut, Aceh dianugerahi kekayaan deposit arkeologis yang menjangkau era yang sangat panjang.
Sayangnya, untuk meneliti, melindungi, mengembangkan hingga memanfaatkan tinggalan arkeologis yang sangat kaya tersebut belum disokong oleh jurusan Ilmu Arkeologi dari rahim Aceh.
Tulisan ini mendedikasikan harapan adanya perhatian dari Universitas Syiah Kuala yang memiliki jurusan Pendidikan Sejarah sebab berpotensi mewujudkan harapan Aceh memiliki disiplin ilmu arkeologi. Demikian juga Universitas Islam Negeri UIN Ar-Raniry memiliki jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) sangat strategis mewujudkan lahirnya jurusan Ilmu Arkeologi di Aceh.
Sudah waktunya Aceh memiliki jurusan Ilmu Arkeologi di berbagai universitas di Aceh agar narasi historis Aceh semakin menguat dengan dukungan bukti-bukti arkeologis.... InshaAllah
Penulis: Ambo Asse Ajis, SS., M.Si (Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komisariat Daerah Aceh dan Sumatera Utara periode 2023-sekarang)