Vaksin Corona Diberikan Gratis Untuk Masyarakat Indonesia, Ini Mekanismenya?
Font: Ukuran: - +
Foto: Ilustrasi vaksin. Photo by Daniel Schludi on Unsplash
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Vaksin COVID-19 akan diberikan gratis bagi seluruh masyarakat Indonesia. Keputusan mengenai vaksin gratis itu diumumkan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo kemarin, Rabu (16/12/2020).
"Dapat saya sampaikan vaksin COVID-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis, tidak dikenai biaya," kata Jokowi dalam video yang diunggah di akun YouTube Sekretariat Presiden.
Diakui Jokowi, keputusan pemberian vaksin COVID-19 secara gratis ini diambilnya setelah menerima banyak masukan dari masyarakat serta menghitung ulang keuangan negara. Jokowi kemudian menginstruksikan ke jajaran kabinetnya, lembaga serta pemerintah daerah untuk memprioritaskan vaksinasi dalam anggaran 2021.
Jokowi menekankan bahwa seluruh masyarakat Indonesia tidak akan dikenakan biaya sama sekali saat nantinya program vaksinasi COVID-19 dilaksanakan. "Saya sampaikan bahwa vaksin COVID-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi, gratis tidak dikenakan biaya sama sekali," jelas Jokowi.
Jokowi pun akan memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk merelokasikan dari anggaran lain terkait ketersediaan vaksin COVID-19 secara gratis. "Sehingga tidak ada alasan masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin,"Jokowi menegaskan.
Sebelumnya, pemerintah lewat Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengungkapkan bahwa untuk mencapai cakupan 67 persen kebutuhan vaksin COVID-19 akan terdiri dari dua skema yaitu 30 persen vaksin program dan 70 persen vaksin mandiri.
Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan Terawan dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi IX DPR RI pada Kamis, 10 Desember 2020.
Namun, dengan adanya kebijakan baru yang disampaikan Jokowi, maka vaksinasi COVID-19 di Indonesia tidak dipungut biaya.
Mengenai mekanisme vaksinasi gratis, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi menyampaikan hal itu dan tindak lanjutnya sedang dirampungkan.
"Kami sedang menyesuaikan rencana dan merampungkan petunjuk teknis dan aturannya," ujar Nadia kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Kamis (17/12/2020).
Siti Nadia menjelaskan, petunjuk teknis dan aturan lengkap mekanisme vaksinasi COVID-19 dalam tahap upaya pematangan serta menunggu persetujuan penggunaan vaksin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Belum ya (mekanisme vaksinasi). Karena kan kita masih menunggu persetujuan ya dari BPOM dan MUI," lanjutnya.
Menilik cara pendaftaran penerima vaksinasi COVID-19 yang tertulis dalam Petunjuk Teknis Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, data sasaran vaksinasi program diperoleh secara top-down melalui Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19. Data tersebut bersumber dari kementerian/lembaga terkait atau sumber lainnya meliputi nama, NIK, dan alamat tempat tinggal sasaran.
Sasaran penerima vaksinasi akan dikirimi pesan singkat (SMS) dan harus memverifikasi lokasi pelaksanaan pemberian vaksin Corona. Mekanisme ini khususnya menyasar target penerima vaksinasi COVID-19 program pemerintah, bukan vaksinasi mandiri seperti rencana sebelumnya.
Nadia menegaskan, hal itu belum tahap finalisasi. "Buku petunjuk teknis tersebut belum final," tegasnya.
Diketahui, rencana program vaksinasi dari Pemerintah didukung oleh BPJS Kesehatan melalui aplikasi Primary Care (P-Care) versi Vaksin COVID-19. Aplikasi tersebut mendukung proses registrasi sasaran penerima vaksin, screening penerima vaksin, screening status kesehatan, serta mencatat dan melaporkan hasil pelayanan vaksinasi COVID-19.
Aplikasi P-Care merupakan bagian dari sistem informasi berbasis website yang sudah disediakan BPJS Kesehatan untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas, Klinik Pratama, dan Dokter Praktik Mandiri dalam melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
"FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan sudah sangat familiar dalam penggunaan P-Care. Kita harap dukungan ini akan memperlancar proses pemberian vaksin, data penerima valid, dan dalam hal pelaporan akan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik, serta dapat dipantau secara realtime," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris seperti dilansir Antara, 19 November 2020.
Jokowi mengatakan bahwa program vaksinasi COVID-19 akan mulai dilakukan pada Januari 2021. Dia memastikan masyarakat akan mendapatkan vaksin COVID-19 secara gratis.
"Vaksinnya sudah ada, tapi akan dimulai vaksinasinya di bulan Januari," kata Jokowi saat memberikan Bantuan Modal Kerja kepada pelaku usaha mikro dan kecil di Halaman Istana Merdeka Jakarta, Rabu (16/12/2020).
"Gratis, jangan ada yang bayar, gratis," sambungnya.
Menurut Jokowi, para dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya akan diprioritaskan untuk disuntik vaksin COVID-19 lebih awal. Kelompok prioritas penerima vaksin lainnya yakni, TNI-Polri dan guru.
"TNI dan Polri karena beliau-beliau ini menjaga kedaulatan negara. Polri menjaga ketertiban dan keamanan negara. Ini juga perlu didahulukan. Setelah itu, ke guru, setelah itu semuanya kita akan mendapatkan vaksinasi," jelasnya.
Ribuan Nakes Dipersiapkan untuk Program Vaksinasi
Hingga saat ini, 440 ribu tenaga kesehatan dan 23 ribu vaksinator terus mempersiapkan diri untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19 hinggake seluruh daerah.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi MPH menyampaikan, sampai dengan 5 Desember, sudah dilakukan pelatihan sebanyak 12.408 orang untuk 21 provinsi. Sementara workshop bagi tenaga vaksinator ini telah dilangsungkan untuk 29.635 orang dari 34 provinsi.
"Artinya, semuanya berjalan sesuai dengan rencana kita dan Insya Allah kesiapan-kesiapan itu kita jaga dari sisi jumlah, proporsional dari semua provinsi akan tercakup,” ujarnya dalam keterangannya yang disampaikan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (15/12/2020).
Oscar menambahkan, selain proses pemberian vaksinasi, upaya mengedukasi masyarakat sebelum program vaksinasi berjalan juga tidak kalah penting. Upaya edukasi ini harus sampai dengan merata ke daerah.
“Kita menginginkan bahwa masyarakat itu paham tentang pentingnya vaksinasi ini. Pemahaman kita tentang kehalalan juga sudah kita upayakan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI)," tambah dia.
Hal yang ketiga adalah, disampaikannya soal efektivitas vaksin tersebut juga harus dikomunikasikan dengan benar.
"Namun, yang tidak boleh ditinggalkan adalah mengkomunikasikan kepada masyarakat agar mematuhi dan menjalankan protokol kesehatan dengan baik, itu adalah cara paling ampuh untuk melindungi masyarakat”, ujar Oscar Primadi.
Upaya Pemerintah melakukan vaksinasi secara bertahap, bukan tanpa tantangan. Disampaikannya, Indonesia adalah negara besar, untuk itu faktor geografis menjadi salah satu kendala utama.
Keputusan Jokowi menggratiskan vaksin COVID-19 bagi seluruh masyarakat Indonesia diapresiasi sejumlah pihak. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merespon sangat baik kebijakan tersebut. Pernyataan ini disampaikan oleh Adib Khumaidi, Ketua Tim Mitigasi IDI dalam Live Streaming Bincang Editor Liputan6.com pada Kamis (17/12/2020).
"Kalau kita bicara sekarang hak kesehatan warga negara, adalah menjadi satu bagian bahwa pembiayaan kesehatan gratis, termasuk vaksin ini pun juga seharusnya memang gratis," kata Adib.
"Dengan dasar ini maka satu sisi kondisi alasan yang tadinya tidak mau divaksin karena biaya, sudah bisa kita selesaikan," kata Adib.
Adib mengatakan, saat ini yang perlu dilakukan adalah bagaimana melakukan edukasi kepada masyarakat agar mau mendapatkan vaksin COVID-19
Adib melanjutkan, edukasi soal vaksin COVID-19 tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah.
"Tetapi masyarakat ke masyarakat yang lain. Dengan cara membentuk kelompok-kelompok masyarakat di lapisan paling bawah, untuk kemudian mereka menjadi kader-kader, untuk kemudian menjelaskan."
Adib juga menegaskan bahwa vaksin bukanlah obat untuk COVID-19. Sifatnya hanyalah salah satu upaya pencegahan.
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala berpendapat, langkah Jokowi menggratiskan vaksin COVID-19 tentu akan memberikan dampak di bidang lainnya.
"Kebijakan populis namun akan menekan item mata anggaran yang lain. Jika item itu adalah terkait pembangunan infrastruktur maka dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat juga," kata Adrianus saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (17/12/2020).
Namun Adrianus mengkritisi mekanisme vaksinasi yang akan menggunakan SMS sebagai pemberitahuan sasaran penerima vaksin COVID-19. Dia menilai, mekanisme seperti itu tidak bisa diterapkan di seluruh wilayah. Mengingat ada daerah yang masih minim dalam penyediaan infrastruktur komunikasi digital.
"Kelihatannya akan ada alur kedua atau ketiga (second atau third track) yang diterapkan di daerah-daerah dengan situasi khusus," ujar Adrianus.
Andrianus pun menyoroti pendistribusian vaksin di daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan kendaraan roda dua atau pun empat. Bahkan dalam pendistribusian kertas suara pemilu misalnya, banyak petugas harus berjibaku melewati jalan berlumpur serta medan yang berat.
Dia pun meyakini, pendistribusian vaksin covid-19 yang harus dalam kondisi bersuhu 2 derajat celsius akan dilakukan dengan perlengkapan khusus. Hal itu demi menjaga agar kualitas vaksin tetap normal. "Mestinya bisa dibuat semacam termos khusus untuk itu," kata dia.
Terkait dengan penyimpangan vaksinasi di lapangan, Andrianus pun tidak menampiknya. Praktik-praktik oknum yang membandrol harga tertentu sebuah vaksin dinilainya masih akan terjadi, kendati pemerintah telah menetapkannya secara gratis.
"Mungkin juga. Namun pengumuman sejak awal bahwa vaksin gratis akan amat mengurangi penyimpangan tadi. Hanya orang kaya yang ingin buru-buru sih lalu bersedia membayar," ucap Andrianus.
Apresiasi juga diberikan oleh pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah. Menurutnya, keputusan Jokowi menggratiskan vaksin sudah tepat. Hanya saja Trubus berpesan, pemerintah perlu membuat peraturan yang jelas sebelum menjalankan program vaksinasi, mulai dari prosedur pelayanan, anggaran, hingga sanksi.
“Kebijakan ini sudah tepat untuk memberantas spekulan-spekulan atau rumah sakit swasta yang selama ini gencar mempromosikan pelayanan vaksin, tapi aturan mengenai mekanismenya harus jelas,” kata Trubus seperti dilansir merdeka.com, Kamis (16/12/2020).
Dia khawatir, jika pemerintah tidak membuat aturan yang jelas dan tegas, maka akan tetap aja oknum yang mengambil untung dari program vaksinasi gratis ini.
“Harus dibuatkan aturannya dulu, baru diterapkan. Kalau langsung dieksekusi, takutnya ada oknum yang malah mempermainkan harga dan membohongi masyarakat,” kata dia.
Dia melihat, edukasi yang dilakukan pemerintah mengenai vaksinasi ini masih belum merata. Dia khawatir, masih akan ditemukan warga yang belum tahu bahwa vaksinasi COVID-19 itu gratis.
“Kita punya trauma saat tes COVID-19, pemerintah telat dalam menentukan harga pasaran. Mereka sudah terlanjur mendapatkan keuntungan yang banyak dari test Covid itu. Nah vaksinasi ini harus jelas dulu aturannya,” kata dia.
Dia berharap, pemerintah bisa menjamin tidak ada satu pun oknum yang mengambil untuk dari program vaksinasi gratis ini. Selain itu, menurutnya pemerintah juga harus terbuka terkait harga vaksin yang dibeli, jumlah dosisnya, dan jenis vaksin yang dibeli pemerintah. Seperti yang diketahui, sampai detik ini Menkes Terawan masih membuka peluang untuk menambah jenis vaksin baru.
“Saya khawatir akan ada pihak-pihak yang menunggangi. Bisa dari pemerintah sendiri, swasta, pengusaha, atau rumah sakit. Mereka yang punya kesempatan atau kepentingan bisnis. Jadi perlu dibuat aturan/ sanksi tegas untuk mengantisipasi adanya cukong-cukong ini,” kata Trubus.
Senada dengan Trubus, pengamat kebijakan publik Agus Pembagio meminta pemerintah untuk membuat aturan jelas terkait program vaksinasi gratis ini. Termasuk sudah menyiapkan sanksi tegas bagi para oknum yang memanfaatkan program ini.
“Makanya harus ada aturannya termasuk sanksi tegas. Kalau tidak diberi hukuman yang berat, ya akan gagal (program vaksinasi gratis),” kata Agus kepada merdeka.com, Kamis (16/12).
Dia khawatir, nantinya akan ada oknum/calo yang memperjualbelikan jenis vaksin COVID-19 yang tidak dibeli pemerintah. Seperti yang diketahui, ada sebagian masyarakat Indonesia yang enggan divaksin dengan vaksin yang dibeli oleh pemerintah.
“Ya berharap jangan sampai ada calo. Kalau mau beli vaksin sendiri, silahkan saja, tapi habis itu jangan dijual ke publik. Harus digunakan sendiri,” kata Agus.
“Para pejabat atau konglomerat pasti akan cari vaksin yang terbaik, mereka bisa saja beli dari luar. Tapi ingat, jangan diperjualbelikan,” imbuhnya.
Trubus mengajak seluruh pihak, termasuk media untuk mengawasi pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Jangan sampai, kata dia, ada praktik KKN dalam program vaksinasi gratis ini. Dia berharap, pelayanan yang akan diberikan saat vaksinasi tidak mengecewakan masyarakat.
“Kita harus kawal terus, bagaimana praktiknya nanti. Kita tahu, dalam pelayanan BPJS saja, pasien golongan 3 sering ditolak sama RS. Alasannya kamar penuh. Nah vaksinasi ini kan gratis, takutnya masyarakat tidak dilayani dengan baik, malah harus bayar,” ujarnya.
“Praktik KKN di Indonesia kan seperti budaya. Takutnya yang gratis cuma sedikit, tetap ada yang berbayar. Jangan sampai rakyat dibohongi. Makanya terkait dosis dan pendistribusian harus ditetapkan dengan jelas dulu,” ujarnya [liputan6.com].