Sabtu, 18 Oktober 2025
Beranda / Berita / Nasional / Tarif INA-CBG: Bukan Murah, Tapi Rasional Sesuai Kebutuhan Medis

Tarif INA-CBG: Bukan Murah, Tapi Rasional Sesuai Kebutuhan Medis

Sabtu, 18 Oktober 2025 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Sistem pembayaran rumah sakit berbasis Indonesia Case Based Groups (INA-CBG) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinilai mampu meningkatkan efisiensi dan mutu layanan kesehatan. [Foto: dok. BPJS Kesehatan]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sistem pembayaran rumah sakit berbasis Indonesia Case Based Groups (INA-CBG) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinilai mampu meningkatkan efisiensi dan mutu layanan kesehatan. Ketua Umum Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia, Hasbullah Thabrany, menegaskan bahwa metode ini lebih rasional dibandingkan sistem lama fee for service.

“Dulu sebelum JKN, rumah sakit menggunakan sistem fee for service, di mana biaya dihitung setelah pasien mendapat layanan. Kalau itu diterapkan sekarang, tentu tidak efisien,” ujar Hasbullah dalam siaran pers yang diterima pada Sabtu (18/10/2025).

Menurutnya, sistem lama menimbulkan ketidakpastian biaya karena tiap rumah sakit bisa menerapkan tarif berbeda. “Pasien tidak tahu apakah layanan yang diterima memang dibutuhkan atau tidak. Dengan INA-CBG dan kapitasi, tarif ditetapkan secara rasional agar pasien tidak dibebani biaya berlebih,” kata Hasbullah.

Dalam Permenkes Nomor 3 Tahun 2023, disebutkan kapitasi adalah pembayaran di muka untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) setiap bulan, sedangkan INA-CBG berlaku untuk rumah sakit rujukan dengan pembayaran berdasarkan kelompok diagnosis dan prosedur medis.

Hasbullah menjelaskan, sistem ini seperti perbedaan antara makan à la carte dan prasmanan.

“Kalau fee for service itu pesan menu satu per satu, sedangkan INA-CBG seperti sistem buffet--bayar satu harga untuk satu paket lengkap,” ujarnya.

Ia juga menepis anggapan bahwa sistem INA-CBG memiliki plafon biaya. “Tidak ada istilah plafon. BPJS Kesehatan menanggung biaya hingga pasien sembuh sesuai indikasi medis, bukan dibatasi oleh nominal tertentu,” tegasnya.

Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan Kemenkes RI, Ahmad Irsan A Moeis, menyebut sistem INA-CBG kini tengah dikembangkan menjadi i-DRG, dengan perhitungan tarif yang lebih akurat berbasis data epidemiologi.

“Tarif akan terus dievaluasi agar lebih rasional. Setiap kelompok diagnosis dihitung berdasarkan minimal 200 kasus dengan penanganan klinis yang sama,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) drg. Iing Ichsan Hanafi menilai sistem INA-CBG sudah berjalan baik dan terus disempurnakan bersama pemerintah serta BPJS Kesehatan.

“Mayoritas pasien di rumah sakit swasta adalah peserta BPJS Kesehatan, jadi klaim INA-CBG menjadi sumber utama pendapatan rumah sakit,” katanya.

Ichsan menegaskan, rumah sakit berkomitmen menjalankan sistem ini secara transparan. “Kami memastikan klaim dibagikan secara proporsional agar tenaga medis tetap termotivasi menjaga mutu layanan,” ujarnya menutup. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI