Siap-siap! Pengemplang Pajak Tak Ikut Tax Amnesty Jilid II, Bayar Denda 200%
Font: Ukuran: - +
Indonesia menerapkan tax amnesty atau pengampunan pajak. [Foto: iStockphoto/designer491]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Bagi pengemplang pajak, tahun 2022 merupakan kesempatan terakhir untuk meminta pengampunan dosa perpajakan melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau dikenal dengan Tax Amnesty jilid II.
Informasi tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kegiatan Kick Off Sosialisasi UU HPP, Jumat (19/11/2021).
Tax Amnesty ini tertuang dalam UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Program itu akan berjalan selama enam bulan, yaitu 1 Januari-30 Juni 2022
Menurut Sri Mulyani, jika kesempatan kedua ini tetap tidak digunakan oleh para pengemplang pajak, maka siap-siap dikenakan sanksi denda. Sanksi denda sebesar 200% jika hartanya ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak di kemudian hari.
"Saya mengimbau para wajib pajak untuk kembali mengecek Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya, apakah semua harta yang diterima atau didapatkan sudah masuk semua di laporan tersebut. Jika belum maka sebaiknya segera ikut program ini mulai tahun depan," Imbau Sri.
Ia berharap, para pengemplang pajak tidak ragu-ragu atau berpikir terlalu lama untuk menentukan apakah harus ikut program ini. Karena walaupun dilakukan selama enam bulan dengan tarif yang sama tapi ia mengimbau dilakukan sejak awal untuk menghindari terjadinya kendala teknis.
Sebagai informasi program tax amnesty jilid II diberikan dalam dua kebijakan tarif yang berbeda, yakni:
Pertama, kebijakan ini diberikan untuk WP OP dan Badan yang sudah pernah menjadi peserta Tax Amnesty jilid I dengan basis aset yang diperoleh hingga 31 Desember 2015.
Tarif PPh Finalnya:
- 11% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
- 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi ke dan aset dalam negeri
- 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA).
Kedua, kebijakan ini diberikan untuk WP OP yang selama ini belum melaporkan kekayaannya yang didapat pada 2016 sampai 2020 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak 2020.
Tarif PPh Finalnya:
- 18% untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri
- 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri
- 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dan energi terbarukan. [CNBC Ind]