Satu Tahun Jokowi-Ma'aruf Amin, Sektor Perbankan Mengalami Penguatan
Font: Ukuran: - +
[Ilustrasi Perbankan, Foto: net]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Selama satu tahun periode pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, proses konsolidasi perbankan tergolong cukup signifikan.
Penambahan modal oleh bank kecil pun semakin marak yang membuat stabilitas sistem keuangan mantap melalui masa pandemi dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Berdasarkan catatan Bisnis, proses konsolidasi dan integrasi PT Bank Permata Tbk. (BNLI) memasuki tahap lanjut, yakni pelimpahan aset Bangkok Bank Public Company Limited.
Bank Permata akan mendapat aset dari 3 cabang Bangkok Bank di antaranya Jakarta, Medan, dan Surabaya. Bank Permata akan menjadi bank penerima dalam integrasi ini, dan diikuti dengan pencabutan izin usaha Bangkok Bank. Bank Permata pun diharapkan akan lebih siap untuk menjadi Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) IV.
Dalam hitungan ringkasan tersebut, pascaintegrasi Bank Permata akan memiliki aset Rp190,21 triliun per tahun ini. Ekuitas pun akan langsung mencapai Rp35,85 triliun dan langsung menjadi anggota baru BUKU IV.
Selain Bank Permata, proses konsolidasi PT Bank Bukopin Tbk. (BBKP) yang awalnya cukup alot dan penuh drama pun akhirnya rampung pada tahun ini. KB Kookmin Bank akhirnya mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan serta dukungan dari dari pemerintah yang juga memiliki saham di emiten berkode BBKP tersebut.
Kookmin Bank menjadi pemegang saham mayoritas dengan porsi kepemilikan 67% di BBKP. Meskipun demikian, salah satu pemegang saham existing yang tersingkir saat ini, yakni PT bososwa Corporindo, masih tetap melanjutkan proses hukum lantaran merasa haknya diabaikan.
Adapun, Bank bukopin saat ini tengah memulai proses konsolidasi dan tata ulang manajemen. Perseroan juga mulai mempersiapkan rencana bisnis kedepan, sekaligus penyusunan rencana penyuntikan modal untuk entitas anak, yakni PT Bank Syariah Bukopin.
Bank lain yang juga tengah melakukan proses penguatan yakni PT Bank Mayapada Tbk. (MAYA). Penyuntikan modal MAYA masih berlanjut dan sangat ditunggu. Setelah mendapat penempatan dana Rp4,5 triliun dari pemegang saham pengendali (PSP) Dato' Sri Tahir, MAYA masih memiliki rencana penyuntikan modal dari pemegang saham pengendali lainnya yakni Cathay Life Insurance Co Ltd.
Teranyar, manajemen menyatakan bank Mayapada tidak akan hanya menyelesaikan penyuntikan modal tahun ini, tetapi persoalan lain yang tak kalah krusialnya.
Setali tiga uang, PT Bank Pembangunan Daerah banten Tbk. juga optimistis dapat memperkuat modal tahun ini. Rencana PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. (BEKS) untuk melakukan rights issue dan reverse stock mendapat persetujuan pemegang saham. Perseroan bahkan mulai optimistis untuk dapat membukukan laba pada tahun depan setelah mengalami rugi empat tahun berturut-turut.
Tak hanya perbankan konvensional, dari sisi perbankan syariah, PT Bank Muamalat Tbk. pun tidak ketinggalan untuk memberikan perkembangan positif dalam upaya penyuntikan modal baru. BPKH berencana meningkatkan porsi kepemilikan sahamnnya yang akan sangat membatu penguatan modal perseroan pada aksi penerbitan saham yang akan dilakukan.
Bank Muamalat juga terus memperkuat upaya perbaikan kualitas kredit. Melalui kuasa hukumnya Ihza&Ihza Law Firm, perseroan memanggil 14 debitur wan prestasi, dan berencana melakukan perluasan daftar tersebut.
Pada perkembangan lain, PT Bank BCA Syariah juga mendapat 'hadiah' dari induk usahanya PT Bank Central Asia Tbk. yakni PT Bank Interim Indonesia (semula bernama PT Bank Rabobank Internasional). Bank Interim tersebut akan digabungkan dengan BCA Syariah.
Proses merger ini tentu akan memperbesar kemampuan Bank BCA syariah dalam memperluas pembiayaan lebih lanjut. Apalagi, BCA Syariah juga sebelumnya telah mendapat penyuntikan modal baru sekitar Rp1 triliun.
Teranyar, penguatan perbankan syariah dilakukan melalui aksi mega merger syariah. Penggabungan 3 bank syariah milik BUMN yang terdiri dari PT Bank BRI Syraiah Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah pun menjadi kabar paling spektakuler. Pekan lalu, para pemegang saham telah menandatangani kotrak kerja sama dan optimistis dapat mearampungkan merger pada kuartal pertama tahun depan.
Tak tanggung-tamggung, bank hasil merger ini ditaksir memiliki aset lebih dari Rp200 triliun dan akan menduduki peringkat ketujuh atau kedelapan bank beraset terbesar di Indonesia.
Selain nama-nama yang sudah disebutkan, sejumlah bank-bank kecil juga mulai melakukan penambahan modal demi meningkatkan daya saing. Hampir semua bank yang asetnya di bawah Rp 1 triliun sudah memiliki rencana penyuntikan modal akhir 2020. Sebagai contoh, ada nama PT Bank Harda Internasional Tbk. (BBHI), PT Bank Neo Commerce Tbk. (DNAR), PT Bank Maspion, dan PT Bank Capital Indonesia.
Hanya saja, daripada suntik modal, sejumlah pihak lebih mengharapkan agar bank-bank bermodal kecil tersebut lebih memilih aksi konsolidasi, baik melalui merger ataupun akuisisi, agar arsitektur perbankan Tanah Air dapat lebih ramping.
Bila mengacu pada data statistik perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis OJK, hingga Juli 2020 masih ada 110 bank umum di Indonesia, angkanya tidak berubah dari Oktober 2019 atau dari awal periode pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Proses konsolidasi yang sudah berjalan diharapkan dapat terus berlanjut. Dengan permodalan yang kuat, industri perbankan dapat memberi ketabilan dalam setiap kebijakan ekonomi pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua ini [Bisnis.com].