Beranda / Berita / Nasional / Rupiah Kembali Tembus Rp14.200 per Dolar AS

Rupiah Kembali Tembus Rp14.200 per Dolar AS

Rabu, 23 Mei 2018 16:02 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Antara

Dialeksis.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali tembus angka 14.200 per dolar AS pada perdagangan Rabu ini. Dolar AS menguat karena adanya prospek kenaikan suku bunga Bank Sentral AS.

Mengutip Bloomberg, Rabu (23/5/2018), rupiah dibuka di angka 14.143 per dolar AS, tak berbeda jauh jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.142 per dolar AS.

Sesaat kemudian, rupiah langsung tertekan dan kemudian sempat menyentuh angka 14.204 per dolar AS. Sejak pagi hingga siang ini, rupiah bergerak di kisaran 13.143 per dolar AS hingga 14.204 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.192 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan parokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.178 per dolar AS.

Dolar AS menguat pada perdagangan Rabu ini pekan ini didorong oleh optimisme pelaku pasar akan rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS. Keyakinan tersebut karena data-data ekonomi AS menunjukkan perbaikan.

"Kami melihat adanya kejelasan mengenai prospek inflasi sehingga mendorong kenaikan suku bunga," jelas analis pasar uang UOB Singapura Heng Koon.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menjelaskan, nilai rukar rupiah telah mengalami depresiasi 4,53 persen sejak awal tahun. Namun, pelemahan tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain seperti India, Turki, dan Brasil.

"Kalau kita lihat year to date, rupiah sampai dengan 21 Mei itu mengalami depresiasi 4,53 persen. Tapi kalau kita lihat India itu 6,7 persen, Turki 20 persen, dan Brasil 12,8 persen. Jadi memang negara yang transaksi berjalannya defisit, itu pasti akan tertekan," kata dia.

Jika dihitung dari awal mei hingga 21 Mei, rupiah telah terdepresiasi 1,94 persen. Tapi lagi-lagi, ia menyebutkan, kisaran tersebut masih lebih baik jika dibanding pencapaian mata uang negara-negara tetangga di periode yang sama.

"Tapi kalau kita lihat, Thailand di periode yang sama itu 2,1 persen (depresiasinya), Malaysia 1,4 persen, India 2,5 persen, dan Turki 12 persen," ungkap dia.

Selain itu, dia menilai, pelemahan rupiah juga diakibatkan sirkulasi neraca perdagangan Indonesia yang masih lebih besar kegiatan impor daripada ekspor.

Agus berkata, neraca perdagangan negara pada Maret kemarin sempat berhasil surplus USD 1,1 miliar. Sebaliknya, ia menambahkan, Indonesia harus defisit USD 1,6 miliar pada April, yang mengakibatkan nilai Rupiah cenderung melemah.

"Jadi kita harus dorong, Indonesia kembali jaya diekspor dan jangan hanya ekspor bahan mentah. Kita tidak bisa hanya dengan marah-marah begitu, kemudian rupiah menjadi kuat," Agus menegaskan. (Liputan6)

Keyword:


Editor :
Sammy

riset-JSI
Komentar Anda