kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Psikolog UI: 3 Hal ini Menyebabkan Kematian Ratusan Petugas KPPS

Psikolog UI: 3 Hal ini Menyebabkan Kematian Ratusan Petugas KPPS

Rabu, 29 Mei 2019 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Proses pemakaman seorang petugas KPPS di TPS 1 Desa Brdeng Sikuran, Kecamatan Inuman, Kab Kuansing, Riau, yang meninggal akibat kecelakaan, sepulang dari pleno PPK. (Foto: Humas KPU Riau/Antara)

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pesta demokrasi Pemilu 2019 belum lama berlalu. Masyarakat Indonesia tentu masih bertanya-tanya penyebab 500-an petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia selama berlangsungnya pemilihan akbar itu.

Psikolog Universitas Indonesia, Tika Bisono, menduga ada tiga hal yang menyebabkan 500-an petugas KPPS meninggal selama Pemilu 2019.

"Saya sendiri menyaksikan, paling tidak ada tiga hal utama yang tidak dijalankan. Yaitu, proses rekrutmen petugas KPPS yang tidak baik, operasional dan kerja-kerja mereka yang tidak menerapkan standar yang jelas dan logistik yang tidak memadai," kata Tika seperti dilansir kantor berita Rmol.id, Rabu (29/5/2019) pagi.

Tika mencontohkan beban kerja para Petugas KPPS yang dinilai tidak proporsional karena jumlah pekerjaan diluar batas kemampuan. Jika pekerjaan dilakukan orang yang sebelumnya memiliki penyakit tertentu, maka besar kemungkinan dia akan berpotensi mengalami kelelahan.

"Yang sekarang kan ada berlembar-lembar kertas suara yang harus mereka urusi, dengan jumlah pemilih per TPS yang ratusan orang. Itu sangat menguras energi dan bisa menyebabkan kelelahan. Apalagi, jika petugas KPPS itu ternyata ada yang sudah mengalami sakit sebelumnya, namun dipaksakan, ya fatal jadinya," sambungnya.

Jika seseorang sudah mengalami kelelahan, kata Tika, mestinya dia tidak melanjutkan pekerjaan dan harus beristirahat. Namun yang terjadi adalah mereka tetap bekerja karena tuntutan.

"Kalau sudah letih ya jangan dipaksakan. Beristirahatlah. Jangan diteruskan, jangan sampai rontok. Penyakit bawaan yang ada bisa jadi makin parah dan bisa mengancam nyawa."

Kemudian, dalam proses kerja selama bertugas, seharusnya pihak-pihak yang berwenang termasuk keluarga masing-masing petugas KPPS ikut mengawasi.

"Ya bisa ditanyakan apakah sudah makan, apakah cukup minum, apakah ada snack, apakah cukup istirahat, apakah ada tenaga medis di sekitar tempat mereka bertugas dan seterusnya. Itu semuanya tidak dipersiapkan dan tidak ada," ujarnya.

Menurutnya, bahkan perlu adanya tenaga medis di setiap lokasi TPS. "Anak sekolah saja hendak mau camping kegiatan Pramuka, misalnya, orang tua atau keluarganya betul-betul mempersiapkan kebutuhan dan hal-hal teknis dan segala persiapan yang diperlukan. Masa untuk Pemilu begini tidak ada perhatian dan persiapan yang memadai?" kritiknya.

Paska Pemilu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Evi Novida Ginting membenarkan jika dalam proses perekrutan para anggota KPPS tidak melalui tes kesehatan terlebih dulu. Sehingga, tidak diketahui rekam medis para anggota KPPS yang kemudian bertugas di lapangan.

Alasannya, kata Evi, jika dilakukan tes medis, akan sedikit orang yang berminat untuk menjadi Petugas KPPS. "Tidak ada (tes kesehatan), dan itupun kalau kita minta (medical check up jadi syarat-red), misalnya kalau ada tes, kemungkinan tidak ada orang yang mau jadi petugas KPPS," ujar Evi kepada Okezone, Jumat (26/4/2019).

Tika Bisono lantas menyatakan, Pemilu 2019 harus dilakukan evaluasi, terutama terkait peristiwa tewasnya para Petugas KPPS. "Setuju harus dilakukan evaluasi. Juga perlu dilakukan investigasi atas peristiwa-peristiwa meninggalnya para petugas KPPS itu," sebutnya kepada Rmol.id.

Dia juga setuju agar dilakukan wawancara satu per satu dengan keluarga korban, untuk mengetahui latar belakang dan riwayat kesehatan masing-masing petugas.

"Tetapi investigasi dan wawancara kepada keluarga saja, tak perlulah harus dibuka lagi jenazah dari kuburan. Kalau mau tanya ya tanya siji-siji, tanya keluarganya," pintanya.(red/dbs)

Keyword:


Editor :
Makmur Dimila

riset-JSI
Komentar Anda