Ponsel Black Market Tak Bisa Lagi Digunakan di Indonesia
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi menandatangani perjanjian pemblokiran ponsel black market (BM) via International Mobile Equipment Identify (IMEI) hari ini, Jumat (18/10/2019), di Gedung Kemenperin, Jakarta.
Adapun, penandatanganan ini dilakukan oleh Menteri Kominfo Rudiantara, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Permen ini ditujukan untuk melindungi persaingan usaha elektronik (khususnya ponsel) dalam negeri sekaligus melindungi konsumen dari produk palsu.
Peraturan ini sebetulnya sudah menjadi wacana sejak 2010 hingga akhirnya benar-benar disahkan hari ini. Airlangga menyatakan saat ini sistem sudah benar-benar siap sehingga peraturan baru diluncurkan sekarang.
"SK bersama ini sudah dibahas lama sekali dan hari ini kita luncurkan karena secara sistem sudah sangat siap. Sistem akan mengecek data, dan data ini rumahnya ada di Kemenperin, tapi regulatorynya ada di Kemendag dan Kominfo. Tujuannya untuk memerangi black market," pungkas Airlangga.
Sementara Rudiantara mengatakan jika pemberlakuan peraturan ini tidak akan menggangu data pengguna.
"Tolong bantu garisbawahi, ini tidak ada dampaknya ke user. Butuh waktu 6 bulan untuk mengintegrasikan semua sistem di lokal dan internasional," tuturnya.
Di sisi lain, Enggartiasto menambahkan peran Kemendag dalam peraturan ini adalah mengamankan secara teknis untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen.
"Dalam rangka mengamankan ini semua kita di Kemendag agak teknis, kita mensyaratkan buku pedoman dalam Bahasa Indonesia. Kalau tidak ada label dan pedoman dalam Bahasa Indonesia maka patut dicurugai sebagai (produk) black market (ponsel BM), meskipun ujungnya pendaftaran IMEI itu sendiri (pengecekan keasliannya)," tutur Enggar.
Ilustrasi kode IMEI di ponsel. [Foto: IST]Pakar teknologi Lucky Sebastian menilai, beberapa pihak perlu dilibatkan dalam perumusan aturan ini, salah satunya Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Sepertinya kementerian keuangan ini memang harus dilibatkan karena nantinya menyangkut peraturan seperti pengenaan pajak dari smartphone yang 'diputihkan' atau dibawa dari luar dan didaftarkan," kata Lucky.
Lucky berharap aturan validasi IMEI ini diimplementasikan, sehingga bisa menjadi payung hukum untuk memperketat pengawasan.
Hanya saja Lucky memberi catatan khusus yang harus menjadi perhatian. Peraturan blokir ponsel BM via IMEI ini harus bisa menutup lubang dan celah untuk dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggungjawab.
"Ini membutuhkan komitmen semua pihak yang terlibat dari kementerian-kementerian yang ikut merumuskan aturan ini, bea cukai, hingga pelaksana seperti operator," tuturnya.
Dia juga menyarankan agar pemerintah menggandeng Ombudsman. khusus untuk pengawasan.
"Mungkin sebagai bagian pengawasan, Ombudsman juga harus diajak duduk bareng dala hal perumusan kebijakan aturan blokir ponsel BM via IMEI ini agar semua pihak saling bisa memahami dan memberi masukan cara yang terbaik," tandasnya.
Hingga kini baru pihak Kemkominfo dan Kemendag yang telah menyelesaikan draf peraturan menterinya.
Kemkominfo telah merumuskan pembatasan akses layanan seluler untuk perangkat ponsel, komputer genggam, dan tablet (HKT). Sementara Kemendag soal pengawasan IMEI HKT yang beredar di pasar.
Kemenperin dikabarkan masih butuh waktu merumuskan draft soal pengelolaan database IMEI Nasional.(Liputan6)