kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Papua Minta Dibedakan Iuran BPJS-nya dengan Daerah Lain

Papua Minta Dibedakan Iuran BPJS-nya dengan Daerah Lain

Sabtu, 09 November 2019 14:04 WIB

Font: Ukuran: - +

Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal bersama sang istrinya Stefra Sopora Dupuy. [Foto: IST]

DIALEKSIS.COM | Jayapura - Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan di daerahnya tak bisa disamakan dengan daerah lain. 

"Kasihan masyarakat, bebannya akan tambah berat. Sehingga hal ini akan kami tanyakan lebih spesifik lagi kepada Kementerian Kesehatan," katanya, Jumat (8/11/2019).

Klemen menyebutkan, Pemerintah Provinsi Papua segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat melalui kementerian terkait terkait rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu. 

Koordinasi itu penting dilakukan agar ke depan ada solusi yang baik sehingga kepentingan masyarakat dapat diprioritaskan.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020 didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 yang memuat perubahan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional. 

Iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas I naik dari sebelumnya Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu, kelas II naik dari Rp 55 ribu menjadi Rp 110 ribu, dan kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu.

Berdasarkan hasil padanan antara data konsolidasi nasional semester I 2018 yang ditetapkan Dirjen Dukcapil dengan data Masterfile BPJS Kesehatan di wilayah Papua diperoleh 2.134.695 jiwa data "by name by address" penduduk Papua dengan NIK yang tidak memiliki jaminan kesehatan.

Dari data tersebut, diperoleh 1.551.101 jiwa Orang Asli Papua (OAP) yang memiliki status tidak bekerja dan data tersebut diserahkan seluruhnya ke Dinas Sosial melalui BA serah terima data nomor 31/BA/Wil-XII/0419 tanggal 22 April 2019. 

Sebelumnya, rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan dipermasalahkan dalam rapat dengar pendapat di Komisi IX DPR. 

Rapat pada hari Rabu lalu yang berlangsung hingga 13 jam dan dilanjutkan pada keesokan harinya mempersoalkan opsi pemerintah menutup defisit lembaga dengan kenaikan premi tersebut.

Direktur Riset Center of Reform on Economy atau Core, Piter Abdullah, sebelumnya berharap bahwa solusi atas defisit BPJS Kesehatan bisa segera didapat. 

Secara pribadi ia menilai kenaikan iuran bisa berdampak negatif kepada daya beli yang berujung juga pada perlambatan konsumsi.

"Menurunkan defisit BPJS tidak hanya dengan menaikkan iuran. Bisa dengan meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran, mengurangi moral hazard rumah sakit dan dokter agar pelayanan BPJS benar-benar sesuai yang dibutuhkan," ujar Piter.(tempo)

Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda