Oknum TNI Jual Amunisi ke KKB, Imparsial: Fungsi Pengawasan dan Akuntabilitas TNI Minim
Font: Ukuran: - +
Wakil Direktur Imparsial Jakarta, Ghufron Mabruri. Foto:Website Imparsial
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Satu orang oknum TNI AD, Pratu DAT, anggota Kodim 1710/Mimika menjadi tersangka dalam kasus tindak pidana penjualan amunisi kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Selain Pratu DAT, dua oknum prajurit TNI Pratu O dan Pratu M juga menjadi tersangka kasus tersebut.
Ketiganya menjual ratusan amunisi kepada warga yang diamankan oleh Satgas Nemangkawi di Jalan Cenderawasih Depan Diana Shooping Center, Kabupaten Mimika, Juli lalu.
"Pratu DAT, yang merupakan salah satu DPO, karena terindikasi keterlibatannya dalam jual beli amunisi," ujar Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol CPL Eko Daryanto, melalui rilis, Selasa (6/08/2019), seperti yang dilansir serambinews.com, Rabu, (7/8/2019).
Wakil Direktur Imparsial Jakarta, Ghufron Mabruri, mengatakan secara umum harus ada evaluasi terhadap kebijakan operasi yang melibatkan TNI di Papua, khususnya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas terhadap kebijakan keamanan operasi di Papua baik itu yang dilakukan prajurit organik maupun non organik. Menurutnya, ada banyak persoalan dan penyimpangan, terutama terhadap masyarakat sipil.
"Terkait dengan dugaan jual beli amunisi yang dilakukan oleh oknum TNI, Mabes TNI harus turun dan mengevaluasi untuk mengungkap kasus tersebut," ujar Ghufron saat dikonfirmasi Dialeksis.com, Selasa, (7/8/2019).
Ia menambahkan, ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus yang memalukan citra TNI itu. Salah satunya aspek pengawasan dan akuntabilitas yang masih minim, yang menurutnya membuka ruang dan berpotensi kasus itu terjadi.
"Faktor ekonomi dan kesejahteraan salah satunya, namun yang paling penting adalah aspek pengawasan dan akuntabilitas yang menurut catatan kita, itu masih minim," terangnya.
Ia menyebutkan pengawasan dan akuntabilitas yang dilakukan pihak TNI harus berlapis, bukan hanya melibatkan internal institusi itu sendiri, namun juga melibatkan elemen sipil, masyarakat dan media.
"Pengawasan itu harusnya bukan hanya melibatkan internal institusi TNI, namun harus dilakukan secara berlapis dengan melibatkan parlemen yang punya fungsi pengawasan misalnya, atau masyarakat sipil serta media," tegas Ghufron. (im)