kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / KPU Tegaskan Pilkada 2022 dan 2023 Dilaksanakan di 2024

KPU Tegaskan Pilkada 2022 dan 2023 Dilaksanakan di 2024

Minggu, 03 Oktober 2021 17:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)


DIALEKSIS.COM | Nasional - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang sejatinya digelar pada 2022 dan 2023 resmi diundur pada 2024. Hal itu disampaikan Komisioner KPU Arief Budiman.

"Sesuai UU 10 Tahun 2016, UU 6 Tahun 2020," ujar Arief seperti dilansir IDN Times, Minggu (3/10/2021).

Arief menjelaskan, kepastian tentang Pilkada 2022 dan 2023 diundur pada 2024 berada dalam Pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016.

1. Undang-undang menyatakan kepala daerah yang berakhir 2022 dan 2023, Pilkada digelar pada 2024

Ada 12 poin dalam Pasal 201 yang intinya mengatur penyelenggaraan Pilkada yang selesai pada 2022 dan 2023 akan dilakukan serentak pada 2024. 

"Pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada November 2024," demikian bunyi Poin 8 dalam Pasal 201.

Sedangkan, dalam Pasal 201 menyebutkan, kekosongan jabatan kepala daerah akan diisi penjabat yang diatur ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. KPU usul anggaran Pemilu 2024 Rp86 triliun, pemerintah anggap terlalu besar

Sebelumnya, KPU RI mengusulkan anggaran Pemilu 2024 sekitar Rp86,2 triliun. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian tak sependapat dengan besarnya anggaran tersebut. Karena itu, pemerintah masih membahas anggaran untuk pemilu mendatang.

"Ini yang mungkin berbeda pemilu tahun sebelumnya. Sehingga pertimbangan efisiensi dalam penganggaran pemilu betul-betul kita pertimbangkan," kata Tito dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR, Kamis (16/9/2021

Tito menjelaskan, anggaran Pemilu 2014 kurang lebih Rp16 triliun dan Pemilu 2019 sekitar Rp27,4 triliun. Karena itu, menurut dia, lonjakan anggaran Pemilu 2024 terlalu besar.

"Jujur saja kami perlu melakukan exercise dan betul-betul melihat detail satu per satu angka tersebut, karena lompatannya terlalu tinggi dari Rp16 (triliun) ke Rp27 (triliun), ke Rp86 (triliun), di saat kita sedang memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk memulihkan ekonomi nasional," katanya.

3. Fraksi NasDem ingin anggaran Pemilu 2024 lebih efisien

Senada dengan Mendagri, Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi NasDem, Saan Mustopa, juga ingin anggaran Pemilu 2024 lebih efisien. Sebab, ekonomi nasional sedang terdampak pandemik COVID-19.

"Saya ingin nanti di-exercise oleh KPU dan juga Bawaslu, DKPP, itu terkait efisiensi anggaran. Kita harus sama-sama sadari situasi ekonomi kita terdampak pandemik, memang sulit dan bahkan jadi salah satu fokus perhatian publik," kata Saan.

4. Ada 272 kepala daerah yang akan berakhir pada 2022 dan 2023

Ada 272 kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya pada 2022 dan 2023, sehingga harus diisi oleh penjabat sementara yakni pelaksana tugas (Plt) atau penanggung jawab (Pj) hingga terpilih jabatan definitif usai Pilkada serentak 2024. 

Daerah yang akan berakhir pada 2022 terdapat 101 daerah, terdiri dari 7 gubernur, 76 bupati dan 18 wali kota. Sedangkan yang berakhir 2023 ada 171 daerah, terdiri 17 gubernur, 115 bupati dan 39 wali kota. Dengan demikian, jumlah secara keseluruhan daerah yang akan diisi Pj, dari 2022 dan 2023 sebanyak 272 kepala daerah.

Dilansir dari ANTARA, dasar hukum tentang penunjukan Pj, mengacu Pasal 201 ayat 9 UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, 272 kepala daerah yang kepemimpinan-nya bakal diisi Pj kepala daerah ditentukan Presiden dan Menteri Dalam Negeri.

Pj Gubernur ditentukan presiden, sementara Pj bupati dan wali kota ditentukan Mendagri. Sedangkan masa jabatan Pj kepala daerah ini bervariasi, tergantung masa akhir jabatan kepala daerah masing-masing. Tetapi rata-rata mereka menjabat lebih dari 20 bulan dalam rentang 2022 hingga 2024, atau sampai Pilkada Serentak 2024 dilaksanakan pada November.

Berikut isi Pasal 201 ayat 9 UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada: Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali Kota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.

Sesuai peraturan perundang-undangan tersebut, pemerintah daerah tidak boleh kosong kepemimpinannya ketika sudah habis masa jabatannya dan harus diisi Pj kepala daerah. Sumber Pj berasal dari birokrasi. Untuk Pj gubernur mereka dari birokrasi setara eselon I, seperti sekjen, irjen, dirjen kepala badang dan staf ahli kementerian.

Sedangkan untuk Pj bupati dan wali kota, setingkat eselon II, seperti asisten sekda, kepala dinas, kepala badan dan staf ahli gubernur. Intinya, mereka ditunjuk bukan lewat pemilihan umum. Hal ini sama-sama tidak melanggar regulasi, baik Pj yang ditunjuk maupun kepala daerah hasil pemilu.

Namun, belakangan ini muncul isu penjabat sementara yang akan mengisi kekosongan kepala daerah yang berakhir pada 2022 dan 2023 akan diisi pejabat dari TNI atau Polri, agar lebih netral. Wacana tersebut pun kini menuai kontroversi [idntimes.com].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda