kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Kiprah Bawaslu Tangani Berita Hoaks Selama Pemilu

Kiprah Bawaslu Tangani Berita Hoaks Selama Pemilu

Jum`at, 07 Juni 2019 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta -  Pada Pemilu 17 April lalu, banyak beredar video kecurangan di media sosial dan sejumlah pemberitaan mengenai klarifikasi KPU terkait dugaan kecurangan yang terjadi selama Pemilu 2019 yang membuat gaduh ruang pemberitaan.

Kiranya diketahui publik tentang kiprah Bawaslu sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk mengawasi setiap tahapan pemilu dalam mengantisipasi berita hoaks (kabar bohong) yang marak tersebar di media sosial dalam setiap tahapan pemilu.

Memang jauh sebelum Pemilu 2019 berlangsung, sejumlah pihak banyak mengingatkan Bawaslu, bahwa pengawasan terhadap media sosial dinilai akan menjadi tantangan berat, terlebih selama masa kampanye. Ditambah banyaknya akun media sosial yang tidak terdaftar di KPU menjadi tantangan Bawaslu dalam pengawasan konten internet dalam kampanye Pemilu 2019.

Akun tidak resmi justru berpotensi menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian. "Jumlah akun di luar yang resmi  didaftarkan ke KPU oleh peserta pemilu menjadi tantangan Bawaslu, karena biasanya akun yang tidak terdaftar di KPU ini memuat konten menjadi potensi ujaran kebencian," ujar ketua Bawaslu Abhan saat Rapat Koordinasi Kerjasama Pengawasan Konten Internet Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019 di Jakarta, Selasa,  medio Januari 2019.

Maka dari itu di awal tahun lalu, Bawaslu memperkuat kerja sama dengan beberapa lembaga negara. Misalnya jalinan kerja sama sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) guna mengawasi konten internet dalam Pemilu 2019. Hal itu untuk mencegah, mengawasi dan menindak konten hoaks dan ujaran kebencian terkait pemilu di internet.

"Untuk mengawasi terkait konten-konten di internet, Bawaslu harus bekerja sama dengan lembaga lain," tambah Abhan.

Tak hanya sampai di situ, Bawaslu turut menggandeng platform media sosial semisal: Facebook, Twitter hingga Instagram. Abhan mengatakan, dengan adanya kerja sama tersebut, Bawaslu memiliki kewenangan untuk meminta platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram menonaktifkan akun yang mengandung kampanye tanpa harus melalui Kominfo terlebih dahulu.

Dan dalam patroli pengawasan yang dilakukan pihaknya bekerja sama dengan Kominfo dalam melakukan pemantauan di media sosial selama 14-16 April lalu atau saat masa tenang, lanjut Abhan, ditemukan tujuh konten yang diduga melanggar UU Pemilu karena mengandung unsur kampanye.

Bawaslu mencatat, hingga 28 Mei 2019, terdapat sekitar 15 ribu pelanggaran Pemilu 2019. Data pelanggaran itu diperoleh dari dugaan pelanggaran pidana, administrasi, kode etik, dan pelanggaran hukum lainnya.

Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menyatakan, Bawaslu dan Kominfo melakukan pengawasan peredaran konten iklan kampanye di media sosial selama masa tenang pada tanggal 14 sampai 16 April lalu. Sebab menurut Bawaslu dan Kominfo, peredaran konten kampanye berbayar di media sosial termasuk hal yang dilarang.

Menurut Bagja, larangan ini hanya sebatas pada konten berbayar alias iklan. Sementara, posting yang menjadi bagian dari percakapan para pengguna tetap akan diperbolehkan selama tidak mengandung unsur hoaks.

Baca juga: Bawaslu Cegah Kampanye di Media Sosial Pada Masa Tenang

Dia menambahkan, kebijakan ini sudah disepakati oleh beberapa platform media sosial yang memiliki fitur posting berbayar. Kesepakatan ini dibuat dari hasil diskusi antara Kominfo, Bawaslu, Google, Facebook, Twitter, Line, Bigo, Live Me, dan Kwai Go.

"Tidak boleh ada kampanye di masa tenang baik dari peserta, pelaksana maupun simpatisan. Iklannya yang dilarang. Kalau percakapan, tidak bisa dilarang karena sudah dilindungi UUD soal kebebasan berbicara," kata Rahmat dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kominfo, Senin (25/3/2019)

Sementara itu, Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menjelaskan, pada 13 April lalu Bawaslu menerima 1.990 aduan atau laporan kampanye bermasalah yang beredar di media sosial terhitung 23 September 2018 hingga 12 Februari 2019.

Fritz menyebutkan, dari laporan tersebut, Bawaslu telah mengkaji 159 aduan akun yang diduga melakukan pelanggaran pemilu. Sebanyak 21 akun medsos di antaranya terbukti bersalah dan telah diblokir oleh penyedia platform.

Bagi Fritz, aduan-aduan itu ditemukan berdasarkan laporan dari masyarakat, Kominfo, hingga hasil penelusuran tim internal Bawaslu. Mekanisme aduan yang masuk hingga akhirnya diblokir, menurutnya, harus melewati tahap kajian maupun pendalaman apakah masuk dalam pelanggaran kampanye atau tidak.

Jika dinyatakan melanggar UU Pemilu terkait kampanye, seperti berita hoaks, menyebarkan kebencian, melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, mengajak orang lain berbuat kekerasan, dan pelanggaran kampanye lainnya sesuai dengan PKPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu.

"Kami mengirimkan (akun medsos bermasalah) ke platform untuk di-take down (non aktif)," kata Fritz.

Bawaslu juga mengirimkan aduan-aduan tersebut kepada pihak kepolisian apabila diduga mengandung unsur pidana. "Bawaslu dapat melakukan fungsi pengawasan langsung dari berbagai laporan untuk kaji dan dikirimkan ke platform dan disampaikan ke kepolisian untuk ditindaklanjuti apabila ada dugaan pelanggaran pemilu atau pidana," jelasnya.

Adapun dasar hukum pengawasan Bawaslu di media sosial ada di dalam pasal 19 Ayat (1) huruf e, Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum. (Humas Bawaslu)



Keyword:


Editor :
Pondek

riset-JSI
Komentar Anda