Kabar Baik, Bantuan Bagi Guru Non PNS Senilai Rp 1,8 Juta
Font: Ukuran: - +
Bantuan subsidi upah/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintah menyalurkan bantuan kepada guru non PNS di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Bantuan ini untuk meringankan beban guru honorer di tengah pandemi Covid-19.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Muhammad Zain berharap, program Bantuan Subsidi Upah bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (BSU PTK) Non PNS ini bermanfaat bagi para guru.
“Sebanyak 84 persen guru-guru di lingkungan Kemenag adalah honorer. Kami hanya memiliki 126.000 guru yang PNS. Selebihnya berstatus non PNS. Jadi BSU ini sangat bermanfaat bagi pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan Kemenag,” katanya, dalam keterangan yang diterima wartawan, kemarin.
Menurut Zain, pandemi Covid-19 ini sangat berdampak bagi guru-guru madrasah. Sebab, pada umumnya madrasah bernaung di bawah yayasan (swasta). “Mereka ada yang hanya digaji Rp 300 ribu,” ungkapnya.
Nantinya, penerima manfaat ini akan didasarkan pada data sistem informasi pelayanan pendidik dan tenaga kependidikan di Kemenag (SIMPATIKA). Kemudian syarat yang harus dipenuhi yakni, harus memiliki nomor induk kependudukan untuk nanti difasilitasi pembukaan rekening bank bagi yang belum memiliki, sehingga mempermudah penyaluran BSU. “Syarat lainnya, tidak menerima BSU Tenaga Kerja dan bukan penerima kartu prakerja, serta berpenghasilan di bawah Rp 5 juta dengan status non PNS,” katanya.
Rincian penerima manfaat BSU ini nanti antara lain guru non PNS Raudhatul Athfal (RA)/madrasah, guru non PNS Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum, guru non PNS Katolik, guru non PNS Buddha, dan guru non PNS Konghucu.
Besaran BSU yang akan diterima oleh pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan Kemenag sebesar Rp 1,8 juta untuk satu kali penerimaan. Total penerima bantuan ini mencapai 637.048 orang dari seluruh Indonesia, dengan anggaran mencapai lebih dari Rp 1,15 triliun.
Zain memastikan, validasi data penerima manfaat ini dilakukan dengan sangat ketat dengan melibatkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). “Kami juga melakukan review internal melalui Inspektorat Jenderal Kemenag secara berlapis. Jadi nama-nama penerima manfaat ini nanti tidak akan ada data ganda atau salah sasaran,” ujarnya [rmco.id].