Janji BI Terbukti, Rupiah Kalahkan Dolar Lagi
Font: Ukuran: - +
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. [Foto: Tangkapan layar Youtube Bank Indonesia]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kamis kemarin rupiah sukses menguat lebih dari 1% melawan dolar Amerika Serikat (AS). Kinerja impresif tersebut berlanjut lagi pada awal perdagangan Jumat (2/12/2022).
Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melesat 1,03% ke Rp 15.400/US$, melansir data Refintiv. Level Tersebut merupakan yang terkuat sejak 11 November lalu.
Rupiah sudah mulai menguat sejak Rabu lalu, saat ada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia. Saat itu, Bank Indonesia (BI) memastikan nilai tukar rupiah akan menguat terhadap dolar AS, asalkan gejolak pada pasar keuangan global mereda.
"Stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga komitmen tinggi BI terhadap rupiah pada 2023 Insyaallah menghendaki akan menguat apabila gejolak global mulai mereda,"kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Meski kondisi global belum membaik, tetapi rupiah kini menuju penguatan 3 hari beruntun. Penguatan tajam rupiah dimulai setelah ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell menyatakan laju kenaikan suku bunga bisa dikendurkan di bulan ini.
Artinya, The Fed kemungkinan tidak lagi menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin tetapi 50 basis poin.
Selain itu, tanda-tanda rupiah akan menguat juga terindikasi dari capital inflow yang terjadi di pasar obligasi.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sepanjang bulan ini hingga 21 November, investor asing melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder senilai Rp 16 triliun. Porsi kepemilikan asing pun meningkat menjadi Rp 729,24 triliun.
Inflow tersebut menjadi yang terbesar di tahun ini. Tercatat sejak awal tahun, inflow hanya terjadi pada Februari dan Agustus saja.
Tidak hanya di pasar sekunder, lelang obligasi yang dilakukan pemerintah juga kembali diminati investor asing.
Jumlah penawaran dari investor asing pada lelang Surat Utang Negara (SUN), Selasa (23/11/2022) kemarin mencapai Rp 6,4 triliun. Jumlah tersebut naik hampir dua kali lipat dibandingkan lelang sebelumnya yang tercatat Rp 3,62 triliun, dan naik tiga kali lipat dibandingkan pada lelang sebulan sebelumnya yakni 27September 2022 (Rp 1,7 triliun).
Ketika investor asing mulai masuk lagi ke dalam negeri, maka rupiah tentunya semakin bertenaga.
Selain itu, inflasi di dalam negeri juga terus mengalami penurunan. Kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada November 2022 mencapai 5,42% secara year on year (yoy).Inflasi lebih rendah dibandingkan pada Oktober yang tercatat 5,71%.
"Tekanan inflasi melemah pada November2022," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS, Setianto dalam konferensi pers,Kamis (1/12/2022)
Sementara itu inflasi inti tumbuh 3,3% (yoy), turun tipis dari bulan sebelumnya 3,31%.
Penurunan inflasi tersebut tentunya menjadi sentimen positif, sebab daya beli masyarakat bisa lebih kuat, yang akhirnya menopang pertumbuhan ekonomi.
Kedigdayaan dolar AS perlahan-lahan mulai terkikis, bahkan tidak menutup kemungkinan akan merosot ke depannya. Hal ini terlihat dari posisi spekulatif para investor, yakni jual bersih (net short) dolar AS untuk pertama kalinya sejak pertengahan Juli 2021.
Indeks dolar AS pun belakangan sudah terus menurun. Pada akhir September lalu, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini berada di kisaran 114, tertinggi dalam lebih dari 20 tahun terakhir, kini berada di 104.8.
Berdasarkan data dari Commodity Futures Trading Commission (CFTC), pada pekan yang berakhir 15 November, posisi dolar AS terhadap mata uang utama berbalik menjadi net short sebesar US$ 10,5 juta, dari pekan sebelumnya net long (beli bersih) US$ 2,36 miliar.
Posisi net short artinya lebih banyak investor mengambil posisi jual dolar AS melawan mata uang utama seperti yen, euro, poundsterling, franc Swiss, dolar Kanada dan lain-lain.
Berbaliknya posisi spekulatif tersebut akibat munculnya ekspektasi The Fed (bank sentral AS) akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya setelah tingkat pengangguran mengalami kenaikan, dan inflasi menurun.
Sementara itu, posisi spekulatif dolar AS terhadap semua mata uang, termasuk di dalamnya emerging market masih net long, tetapi mengalami penurunan tajam menjadi US$ 1,37 miliar pada pekan yang berakhir 31 Oktober, turun jauh dari pekan sebelumnya US$ 8,68 miliar.
Jika posisi tersebut berubah menjadi net short,ada peluang rupiah bisa menguat ke depannya.(CNBC Indonesia)