Beranda / Berita / Nasional / ICW Sampaikan 3 Temuan Dugaan Penyelundupan Benih Lobster Era Susi Pudjiastuti

ICW Sampaikan 3 Temuan Dugaan Penyelundupan Benih Lobster Era Susi Pudjiastuti

Rabu, 02 Desember 2020 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

[Dok. 

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Perkara ekspor benih lobster terus menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat setelah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo—yang membuka keran ekspor—diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Penangkapannya disinyalir berhubungan dengan ekspor tersebut.

Penangkapan itu juga melibatkan dua staf khusus Edhy yang disinyalir berperan besar menjadi penentu ekspor. Saat ini, izin ekspor benur pun dimoratorium. Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini sedang mengevaluasi program ekspor benih lobster. Kegiatan ekspor itu tertuang dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020.

Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, mengatakan program benih bening lobster atau BBL akan tetap berlangsung bila pemerintah tak menemukan masalah dalam pencanangannya.

"Pak Menko (Luhut Pandjaitan) bilang kalau memang bagus tetap saja jalan, jangan takut kalau benar," ujar Jodi saat dihubungi Tempo, Sabtu, 28 November 2020. Jodi mengatakan program ekspor benur bisa kembali dibuka bila semua tahap dan prosedur sesuai dengan aturan. Misalnya, eksportir harus memenuhi syarat budidaya.

Dalam lain kesempatan, Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW, Tama Langkun, mengendus bisnis ilegal pengiriman benih lobster (BBL) pun sudah terjadi meskipun saat ekspor dilarang di era kepemimpinan Susi Pudjiastuti.

Berikut ini adalah temuan yang diungkap ICW mengenai penyelundupan benur lobster.

1. Indikasi berdasarkan data Badan Pusat Statistik

Tama Langkun mengatakan indikasi adanya penyelundupan benur lobster pada era Susi Pudjiastuti tampak dari data Badan Pusat Statistik. "Kita melihat misalnya data resmi dari BPS, mengatakan pada 2019 pun ketika ekspor lobster dilarang tetap terjadi," ujar dia dalam webinar bersama Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Senin (30/11/2020).

Data tersebut pun, menurut Tama, menunjukkan adanya nilai ekspor benih lobster 273 kilogram pada 2019. "Meski nilainya kecil, ini fakta ketika dilarang pun ekspor tetap terjadi,” ujar Tama. Selain indikasi penyelundupan, pada 2017 hingga 2019, ia pun menyebut ada indikasi monopoli pada saat itu.

2. Penyelundupan disinyalir terjadi sejak 2014 hingga 2019

Temuan lainnya, kata Tama, adalah dugaan terjadinya penyelundupan benur lobster ini sejak 2014 hingga 2019. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga mengendus aliran dana dari luar negeri yang diduga mendanai pengepul untuk membeli benur tangkapan lokal. Pada 2019, nilainya mencapai Rp 300-900 miliar.

3. Persoalan dari hulu sampai hilir

Menurut Tama, Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020, yang menjadi dasar ketentuan ekspor lobster ini sudah mencakup instrumen persiapan tata kelola dan pengawasan agar program berjalan dengan baik. Namun, pelaksanaannya di lapangan bermasalah.

Dia menemukan beberapa fakta penyelewengan, seperti pemberian izin kepada eksportir hingga adanya dugaan monopoli terhadap perusahaan pengiriman.

“Ternyata ada masalah hulu dan hilir. Problem dari tata kelola maupun tata niaga pun harus diselesaikan,” katanya.

Selain itu, ia menilai pada kasus ini bukan kebijakan yang menjadi permasalahan, melainkan orang-orang yang terlibat dalam implementasinya. (Tempo)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda