Eksaminasi Putusan Majelis Kehormatan MK: Sahkah Gibran Maju Sebagai Cawapres Secara Hukum?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Sahlan
Ahli Hukum Tata Negara, Pujiono memberikan pandangannya terhadap putusan Majelis Kehormatan MK pada Selasa, (7/11/2023). [credit: YouTube tvOneNews]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Polemik pencalonan putra Presiden Jokowi, Gibran sebagai Cawapres dari pasangan Prabowo Subianto terus memanas sampai kini menyusul putusan MK mengabulkan tuntutan PSI mengenai syarat usia minimum Capres-Cawapres pada sidang pleno di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin, (16/10/2023).
Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai oleh ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman mengabulkan gugatan tersebut lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberikan lampu hijau kepada putra Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar untuk ikut berkompetisi pada Pilpres 2024. Berselang 9 hari setelah putusan ini, Gibran langsung didaftarkan sebagai bakal Cawapres ke KPU RI pada Rabu, (25/10/2023).
Sontak, putusan ini mengundang banjir kritikan dari sejumlah pihak. Total, 21 aduan pelanggaran kode etik diterima oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait keputusan Anwar. Pada Selasa, (7/11/2023), MKMK dalam sidang pembacaan putusan menegaskan bahwa Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan MKMK ini pun turut berpolemik, sejumlah ahli hukum tata negara mengeksaminasi putusan ini dengan kritis.
Dalam siaran langsung tvOneNews pada Jum'at, (17/11/2023), Ahli Hukum Tata Negara, Rullyandi mengemukakan bahwa pada prinsipnya putusan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip independensi kekuasaan kehakiman dan bertentangan dengan hukum acara yang dipraktikkan dalam pengujian undang-undang.
"Pada prinsipnya ada kesesatan berfikir dari putusan MKMK, pertimbangan hukum itu tidak memenuhi anasir-anasir yang yuridis" ungkapnya.
Secara bulat, Yandi mengatakan putusan tersebut cacat hukum. Oleh sebab itu, ia memberikan sebuah solusi terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan MK tersebut.
"Hakim konstitusi harus membentuk peraturan mahkamah konstitusi tentang majelis banding agar ada hak pembelaan"
Senada dengan Yandi, Ahli Hukum Tata Negara lainnya yang dihadirkan, Pujiono menilai semua hakim MK itu sedang bermasalah.
"Ya kan dari kemarin MKMK putusannya semua bermasalah, harusnya sadar diri, mundur semuanya kalau ingin mengembalikan martabat MK," tegasnya.
Kendati demikian, Pujiono menilai aturan mengenai syarat minimal umur secara substansial tidak bermasalah. Preferensi umur menurutnya itu hanyalah soal selera akan kemudian dapat dimanifestasikan melalui aturan.
- Tim Hukum Aceh Prabowo-Gibran Ingatkan Jubir MTA Beri Pernyataan Beretika dan Tidak Provokatif
- PADI Laporkan Anwar Usman ke KPK, Dasar Putusan MKMK
- Potensi Hujan Tinggi di Aceh Besar, Pj Bupati Iswanto Ingatkan Warga Tingkatkan Kewaspadaan
- 2.100 Personil Polri Amankan Pengundian Nomor Urut Capres-Cawapres di KPU