Asosiasi Dokter Minta Pemerintah Transparansi Soal Corona
Font: Ukuran: - +
Sumber : Dok. suara.com
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sejumlah anggota organisasi profesi dokter di Indonesia mendesak agar pemerintah transparan dalam menyajikan data temuan kasus-kasus varian mutasi virus SARS-CoV-2 yang sudah teridentifikasi di sejumlah daerah di Indonesia.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan menyebut transparansi itu perlu dilakukan supaya publik memahami secara penuh pemetaan wilayah varian agar lebih waspada. Menurutnya, pemerintah daerah juga dapat memiliki sikap untuk menentukan kebijakan antisipatif selanjutnya.
"Sebetulnya dari WHO [Badan Kesehatan Dunia], negara harus transparan setiap Minggu Whole Genome Sequence (WGS) baru harus dipaparkan. Seharusnya di kita WGS tiap daerah tiap minggu dipaparkan, jadi orang tahu, seperti Jakarta ada varian ini, Kudus juga begitu," kata Aman dalam acara daring, Jumat (18/6).
Sementara di Indonesia, anjuran WHO itu belum dilakukan, karena kondisi laboratorium yang terbatas. Sejauh ini sudah ada 145 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 yang tergolong 'Variant of Concern (VoC)' per data terakhir per 13 Juni, dengan total sebanyak 1.989 sampel warga yang diperiksa.
Untuk itu, Aman meminta agar laboratorium untuk tes WGS diperbanyak di setiap daerah. Dengan demikian pemerintah dapat memberikan informasi perkembangan secara berkala setiap pekannya.
"Laboratorium kita tidak sampai 10, tidak semua provinsi ada. Jadi kita seperti berjalan dalam gelap atau mata tertutup untuk mendeteksi masalahnya apa," kata dia.
Masih dalam acara daring yang sama, anggota Satgas Covid-19 IDI Erlina Burhan menyadari bahwa kapasitas pemeriksaan WGS Indonesia terkendala pada biaya. Ia menyebut reagen untuk WGS sangat mahal, bahkan untuk satu spesimen yang diperiksa bisa mencapai Rp4-5 juta.
Namun demikian, Erlina juga tetap meminta pemerintah terus berupaya memaksimalkan pemeriksaan WGS di tengah situasi genting seperti ini, sehingga upaya mitigasi atau antisipatif dapat segera dilakukan sebelum efek dari varian menyebar luas. Ia juga meminta pemerintah sekaligus publik memperbaiki komunikasi publik dan risiko agar tak timbul situasi gaduh.
"Seharusnya ada komunikasi efektif. Sekarang kita lihat komunikasinya tidak efektif, tidak selaras satu sama lain. Berbeda dengan negara lain yang mereka konsisten, selaras dan saling mendukung," katanya.
Sebagaimana diketahui, VoC mulai bermunculan di Indonesia. Provinsi yang mencatat temuan VoC ini adalah Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
Dari provinsi itu, yang paling banyak mengidentifikasi VoC adalah Jawa Tengah dengan 76 kasus dengan rincian 75 varian B1617 Delta dan satu kasus B117 Alfa. Semetara di DKI Jakarta ada 48 kasus VoC dengan rincian 24 kasus B117 Alfa, 4 kasus B1351 Beta, dan 20 kasus B1617 Delta.
Dalam hal ini, WHO sebelumnya sudah menetapkan ada empat varian yang masuk dalam kategori VoC, yaitu B117 dari Inggris, B1351 dari Afrika Selatan, B1617 dari India dan P1 dari Brasil. Keempat varian ini merupakan jenis yang diwaspadai tingkat penularannya oleh WHO.
(khr/pmg)
Sumber : cnnindonesia.com