AS Akui Terancam Dengan Rudal dan Nuklir Milik Korea Utara
Font: Ukuran: - +
Sumber : Dok. cnnindonesia.com
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Amerika Serikat mengaku merasa terancam dengan upaya Korea Utara yang terus mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik. Hal itu diungkapkan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin dalam keterangan tertulis kepada Komite Senat AS untuk Angkatan Bersenjata, Kamis (10/6).
"Pyongyang terus mengembangkan program nuklir dan rudal balistik, menimbulkan ancaman serius bagi sekutu dan mitra regional, dan dengan ambisi menyerang tanah air AS," kata Austin, mengutip Yonhap News Agency.
AS, kata Austin, akan mengutamakan diplomasi dalam menghadapi ancaman dari Korea Utara. Namun, mereka akan mengandalkan kekuatan militer untuk mendukung upaya tersebut.
Austin menyebut Korea Utara merupakan salah satu negara yang menjadi ancaman bagi Amerika Serikat, selain China, Rusia, dan Iran.
Kepala Staf Gabungan Militer AS Mark Milley menambahkan bahwa Korut menimbulkan bahaya bagi AS, sekutu dan mitranya di wilayah Indo-Pasifik.
"Mereka mengembangkan kemampuan militer dengan mengorbankan warganya sendiri dan perdamaian di Semenanjung Korea," ujar Milley.
Preside Joe Biden sebelumnya mengaku akan menggunakan "diplomasi serta pencegahan keras" untuk menahan ambisi nuklir Korea Utara, dengan harapan tercapai denuklirisasi seutuhnya di Semenanjung Korea.
Militer AS menyatakan Korut menyimpan sekitar 2.500 sampai 5.000 ton senjata kimia dari 20 jenis berbeda. Diperkirakan Korut akan menggunakan senjata kimia itu dalam serangan artileri.
Diperkirakan ada 20 sampai 60 bom nuklir yang dimiliki Korea Utara, dengan kemampuan produksi enam buah setiap tahun
AS juga menyatakan Korut berhasil mengembangkan kemampuan perang siber, yang menjadi salah satu kunci untuk melakukan proses diplomasi yang lebih agresif.
Mereka menyatakan, unit tempur siber Korut yang dijuluki Biro 121 dilaporkan mengelola lebih dari 6.000 peretas. Sebagian besar dari mereka bekerja dari luar negeri, seperti Belarus, China, India, Malaysia dan Rusia.
(isa/dea)
Sumber : cnnindonesia.com