Beranda / Berita / Nasional / Aksi Preman di Tanjung Priok Pakai Celurit

Aksi Preman di Tanjung Priok Pakai Celurit

Jum`at, 11 Juni 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Sumber : Dok. mediaindonesia.com


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pengusaha logistik mengakui sudah bosan dengan praktik pungli dan premanisme di kawasan pelabuhan. Selain di Tanjung Priok juga banyak terjadi di kawasan pelabuhan lainnya.

"Pungli premanisme ini memang sudah sehari-hari, masalah lama yang sudah terjadi. Untung presiden masih ingat kita dan terus disorot. Pengusaha juga ikut senang karena kita prihatin dengan kawan-kawan pengemudi di jalan," kata Direktur Utama Lookman Djaja Logistic, Kyatmaja Lookman, kepada CNBC Indonesia, Jumat (11/6/2021).

Sampai saat ini pengemudi masih positif dengan aksi pemberantasan premanisme dan pungli ini. Pasalnya banyak pengendara truk yang dirugikan, karena tidak hanya uang yang dirampas.

"Yang mereka bisa ambil saja bisa disikat, handphone, aki, ban serep. Kalo kita bicara nominal ya bisa Rp 500 - 3 juta. Aki Rp 700 ribu satu, kalau dua Rp 1,5 juta. Ban serep Rp 3 juta, handphone ya bisa satu jutaan," jelasnya.

Kyatmaja menjelaskan kejadian ini biasanya pada saat kondisi jalan macet. Sehingga bisa langsung dihampiri para preman, tapi sopir tidak bisa melawan karena saat ditodong menggunakan senjata tajam seperti celurit.

"Tidak bisa dikejar juga, masa truknya ditinggal untuk urusi barang barang yang dipalak, angkutan gimana? Makanya sulit untuk melawan," jelasnya.

Ia yang menjabat Ketua Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo) yang beranggotakan perusahaan truk mengatakan paling tidak ada pungutan Rp 10 - 15 ribu di jalan hingga dalam depo pelabuhan. Namun, belum mengetahui berapa nilai ongkos yang harus disiapkan supir setiap harinya.

"Karena bicara pungli di depo ini seperti pelicin. Kalau mau cepat ya bayar, kalau tidak ya jadi antrean belakangan. Paling tidak bayar Rp 10 - 15 ribu, dan tidak semua sopir bayar itu memang," jelasnya.

Dia meminta aparat konsisten dalam menegakkan larangan praktik pungli, juga pencegahan. Pungli dan pemalakan di pelabuhan masalah lama yang terus terjadi.

"Kalau penegakkan itu berdasarkan pelaporan, ya kalau bisa pencegahan otoritas keamanan juga bisa dengan mengundang dialog sopir truk lagi, atau berikan terobosan seperti pengawasan truk berbasis IoT (Internet of Things), melihat truk sekarang sudah dilengkapi GPS semua," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Mahendra Rianto, menjelaskan paling tidak sopir truk mengeluarkan Rp 100 - 150 ribu per hari untuk biaya pungutan liar ini. Pungutan liar ini terjadi baik saat di dalam pelabuhan maupun di jalan menuju pelabuhan.

Aksi premanisme juga terjadi pada jalan menuju pelabuhan. Mahendra mencontohkan jalan menuju pelabuhan di kawasan Cakung, Cilincing, hingga Ancol, sopir truk sering dimintai uang jalan secara paksa.

(hoi/hoi)

Sumber : cnbcindonesia.com
Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda