Transisi Kekuasaan: Kabinet Raya Mualem-Dek Fadh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Abu Razak
Teungku Kamaruddin Abubakar (Abu Razak) (Ketua Tim Transisi Pemerintahan Aceh-Gubernur Terpilih dan Wakil Gubernur Terpilih). Foto: for Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Kolom - Artikel ini menguraikan proses pembentukan tim transisi kekuasaan Pemerintahan Aceh, yang akan menjadi bagian dari Kabinet Mualem-Dek Fadh. Amanah ini merupakan wujud nyata kepercayaan rakyat Aceh yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
Pasca pelantikan Mualem-Dek Fadh sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, negara akan memberikan kekuasaan kepada mereka untuk melindungi segenap rakyat Aceh, serta membawa masyarakat menuju kesejahteraan dan kemakmuran dalam waktu yang singkat.
Transisi kekuasaan adalah proses yang lazim dilakukan dalam pemerintahan terpilih. Konsep ini memungkinkan pengalihan kekuasaan secara damai dari rezim lama kepada kepemimpinan baru. Dalam konteks ini, pemerintahan baru hasil Pilkada Aceh akan menggantikan rezim sebelumnya secara demokratis, dengan menyerahkan kewenangan secara damai kepada Mualem-Dek Fadh.
Pertanyaan mendasar adalah bagaimana transisi kekuasaan ini akan dilakukan? Muzakir Manaf (Mualem) sebagai Kepala Pemerintahan Aceh dan Fadhulullah (Dek Fadh) sebagai Wakilnya telah memperoleh mandat rakyat sebesar 53% suara.
Secara de facto dan de jure, kekuasaan ini diberikan langsung oleh rakyat kepada mereka. Namun, periode transisi ini bukanlah hal yang mudah. Ada sejumlah program prioritas yang harus segera diimplementasikan oleh Mualem-Dek Fadh, antara lain:
Konsistensi Pengelolaan APBA 2025 untuk Rakyat AcehAnggaran sebesar Rp11 triliun yang telah disahkan oleh DPRA harus segera dirasionalisasi agar sesuai dengan visi dan misi Mualem-Dek Fadh.
Dalam 100 hari pertama, fokus utama adalah menurunkan harga sembilan bahan pokok, seperti beras, gula pasir, minyak goreng, daging sapi, telur ayam, susu, bawang merah, bawang putih, gas elpiji, dan garam. Penurunan harga sebesar 10% saja dapat memberikan dampak signifikan bagi kebutuhan rumah tangga rakyat Aceh.
Selain itu, anggaran juga harus segera diarahkan untuk mendukung agroindustri di dataran tinggi Gayo, seperti kopi di Aceh Tengah dan Bener Meriah, nilam di Gayo Lues, dan jagung di Aceh Tenggara. Ketiga komoditas ini dapat menjadi motor penggerak ekonomi rakyat. Stimulus baru bagi petani di wilayah ini harus segera direalisasikan demi meningkatkan kesejahteraan mereka.
Pembentukan Kabinet Mualem-Dek FadhKabinet baru harus mengakomodasi partai pengusung dan pendukung, namun tetap dilakukan secara transparan, akuntabel, dan tanpa transaksional.
Tim transisi perlu segera memformulasi ulang Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2016 yang telah diubah dengan Qanun Nomor 13 Tahun 2019, serta menyelaraskannya dengan visi dan misi kepemimpinan baru.
Kabinet yang dibentuk harus fokus pada program-program Gubernur dan Wakil Gubernur, tanpa terlibat dalam politik praktis. Jika terdapat kepala dinas yang memprioritaskan ambisi politiknya sendiri, maka ia harus segera diganti.
Pembentukan Badan Pembantu Pemerintah Aceh (BPPA)BPPA diperlukan untuk mendukung kelancaran program-program prioritas Mualem-Dek Fadh. Badan ini akan berfungsi sebagai pengelola isu-isu strategis Aceh, menjembatani komunikasi politik antara Kepala Pemerintah Aceh dengan pemerintah pusat, serta memastikan implementasi program sesuai visi dan misi kepemimpinan baru.
BPPA juga harus mengawal penyelesaian klausul-klausul MoU Helsinki, termasuk memastikan perpanjangan dana otonomi khusus Aceh sebesar 2,25% agar tetap berlaku selama Indonesia berdiri.
Mendukung Program Transisi
Program-program transisi ini membutuhkan dukungan penuh dari rakyat Aceh. Dengan dukungan tersebut, dalam lima tahun ke depan, Aceh dapat menjadi daerah yang berjaya, Islami, maju, bermartabat, dan berkelanjutan.
Transisi kekuasaan ini hanya bersifat sementara, yaitu selama 60 hari. Namun, yang paling penting adalah bagaimana kekuasaan ini dapat menghasilkan program nyata yang dirasakan langsung oleh rakyat Aceh.
Saat ini, Aceh menghadapi tantangan besar, terutama turbulensi ekonomi dan tingkat kemiskinan yang masih tinggi. Pemerintah harus segera bertindak untuk memperbaiki kondisi ini. Jika gagal, kepercayaan rakyat akan hilang, dan kekuasaan akan kehilangan legitimasi moralnya.
Kekuasaan sebagai Sarana Amar Makruf Nahi Munkar
Esensi kekuasaan bagi Mualem-Dek Fadh adalah membangun manusia Aceh seutuhnya. Kepemimpinan yang otoriter dan hanya mengejar kekuasaan tidak akan bertahan lama.
Dalam hal ini, Mualem yang telah 15 tahun memimpin Partai Aceh diharapkan dapat membawa transisi kekuasaan dengan bijaksana, sesuai dengan kekhususan dan keistimewaan Aceh sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat (1) UUD 1945, MoU Helsinki, dan UU No. 11 Tahun 2006.
Pada akhirnya, kekuasaan bukan hanya tentang jabatan, tetapi juga tanggung jawab untuk menjamin dunia dan akhirat rakyatnya.
Sebagaimana firman Allah dalam Ali Imran ayat 104, "Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar."
Semoga transisi kekuasaan ini membawa keberkahan bagi rakyat Aceh. Wallahu a’lam bishawab.
Penulis: Teungku Kamaruddin Abubakar (Abu Razak) (Ketua Tim Transisi Pemerintahan Aceh-Gubernur Terpilih dan Wakil Gubernur Terpilih)