kip lhok
Beranda / Kolom / Siapa Gubernur Aceh 2024 dan siapa Presiden 2024?

Siapa Gubernur Aceh 2024 dan siapa Presiden 2024?

Selasa, 24 Januari 2023 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Pemerhati Agama, Sosial, dan Politik, Ja'far Sulaiman. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM - Setiap zaman ada tokohnya, setiap tokoh ada zamannya. Tokoh yang sudah beberapa kali maju sebagai cagub maupun capres, baik menang maupun kalah adalah matahari senja, sudah di ujung, lansung tenggelam, jadi istirahat saja jika tidak tahu waktu yang tepat untuk berhenti, maka nanti akan tertidur dan tidak akan bisa bangun lagi. 

Nelson Mandela adalah salah satu tokoh yang tahu kapan harus berhenti. 14 Juni 1999, Mandela menolak untuk dicalonkan sebagai presiden untuk kedua kalinya, padahal potensi kemena ngannya besar sekali, itu semua rakyat menginginkan Mandela untuk tetap maju sebagai presiden, saat itu, jika ditanya kepada 10 orang siapa presiden yang akan mereka pilih, maka 12 orang akan memilih Mandela. Akhirnya tokoh dunia ini menyerahkan estafet kepemimpinan kepada Thabo Mbeki.

Jika kondisi ini dibawa ketempat kita, maka kepada calon-calon gubernur, terutama yang masuk kriteria matahari yang mau tenggelam, jika kita tanya kepada 10 orang siapa gubernur yang akan mereka pilih, maka 1 juta orang akan golput.

Setiap tokoh ada masanya dan setiap masa ada tokohnya. Kondisi ini adalah keharusan sejarah yang tidak bisa dipaksakan, semua sesuai dengan zaman dan kebutuhan. Jika dipaksakan akan terjadi kecelakaan sejarah, sehingga kita semua selalu menjadi korban.

Untuk saat ini, Aceh dan Indonesia butuh pemimpin yang pintar, intelektual, bersih, paham persoalan baik politik, regulasi, mampu membaca peluang- peluang, punya gaya komunikasi yang bagus, bisa berbicara dengan baik dan benar, ada premannya sedikit, ada bandelnya sedikit, punya koneksi yang bagus, lihai dalam diplomasi.

Nah, jika kriteria yang dibutuhkan Aceh dan Indonesia seperti ini, bagaimana kita pilih pemimpin yang dia bicara diforum saja capek kita dengar, dia yang bicara, kita yang dengar yang keringat dingin. Bagaimana kita pilih pemimpin yang sekalipun pintar, bandel, nakal, tetapi bermasalah dengan hukum atau bagaimana kita pilih calon pemimpin yang lebih banyak main sinetron sebagai politisi.

Dulu, Amin Rais itu tokoh, pada masa itu dia pahlawan, tetapi sekarang sudah selesai masanya, tidak bisa lagi, sehingga semuanya tidak nyambung kalau semakin diberi tempat dan diikuti. Demikian juga yang lainnya.

Aktifis 98, masanya sudah selesai, untuk membangun bangsa, Indonesia tidak butuh lagi romansa - romansa, reuni - reuni, yang harus dilakukan adalah membuat sejarah baru, generasi sudah berganti. Ketika para aktifis 98 ini saling berdebat di Televisi, generasi milenial berkata: "Bangsa ini harus keluar dari jebakan kenangan mantan..., dan harus move on dengan kenangan-kenangan baru dan sejarah-sejarah baru..."


Penulis: Ja'far Sulaiman

Pemerhati Agama, Sosial dan Politik

Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda