kip lhok
Beranda / Kolom / Resiko Wartawan

Resiko Wartawan

Kamis, 20 Januari 2022 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Oleh: Bahtiar Gayo

Jika takut dilebur ombak jangan berumah di tepi pantai. Sebuah petuah yang sering disampaikan ke saya, ketika awal-awal menjadi wartawan di tahun 90. Apapun pekerjaan menuntut tanggungjawab dan ada resiko.

Ada yang memilih pekerjaanya dalam bayang-bayang maut, butuh skil, senantiasa berhadapan dengan tantangan. Ada yang mengandalkan fisik, ada yang bertumpu pada kemampuan pikir. Berjuta profesi dilakoni manusia dalam menghidupi diri.

Bagi Wartawan dalam menjalankan tugasnya juga punya resiko. Sebelah kakinya bisa berada di kuburan dan sebelah lagi di penjara. Bagaimana wartawan berjalan, agar dia mampu menghadapi tantangan yang dibentangkan dihadapanya?

Semuanya tergantung kepada kita bagaimana menjalaninya, sehingga resiko itu mampu diminimalisir. Mengikuti aturan main. Bekerja professional, tanamkan niat di relung dada dengan ihlas untuk kebaikan dan menyakini ada kekuatan lainya yang menuntun jalan hidup, yakni kekuatan Tuhan.

Profesi wartawan itu punya resiko. Namun niat seorang wartawan dalam menjalankan tugasnya akan menentukan karakter sang pembuat pemberita. Semuanya kembali ke niat si wartawan untuk apa dia melakukan karya.

Kalau niatnya merupakan bagian ibadah, tentunya dia akan memegang prinsip hidupnya, walau beragam tantangan yang dibentangkan dihadapanya. Namun kalau tujuanya dalam berkarya ada niat selain ibadah, dia akan menuai sesuai dengan apa niatnya.

Wartawan professional bukan hanya menyuguhkan fakta, namun dia harus punya pertimbangan nurani dalam melaksanakan tugasnya, sesuai kode etik jurnalistik. Punya etika dan bermoral. Apakah yang dia lakukan ini benar, untuk publik? Bila benar untuk publik, namun ada resiko di dalamnya, apapun resikonya harus dihadapi.

Hindari fitnah. Wartawan yang professional itu tidak menyuguhkan berita hoax, fitnah. Karena tanggungjawabnya sangat besar. Bila berita tidak benar disuguhkan, akan menimbulkan kegaduhan, maka bukan hanya di mata Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan.

Namun pertanggungjawaban dengan manusia juga harus dilakukan. Dalam menyuguhkan berita yang benar saja, sesuai fakta, ada pihak yang tidak senang. Ada pihak yang melakukan upaya mencontuer berita.

Apalagi beritanya salah, bukan hanya cacian yang akan diterima, kredibilitas si wartawan juga dipertaruhkan, dan tidak tertutup kemungkinan akan berhadapan dengan hukum. Berita yang benar saja ada yang tidak senang, apalagi beritanya ada kesalahan, tentunya resikonya lebih besar.

Untuk itu, wartawan dalam melakukan karyanya harus mengedepankan nurani,etika dan bermoral, berpedoman pada kode etik jurnalistik. Kalau fakta itu benar, dan ada pihak yang tidak menerimanya, apapun resikonya harus dihadapi. Karena itu bagian dari pekerjaan.

Saya jadi teringat kasus teranyar di Aceh. Terjadinya pembakaran rumah Asnawi Luwi, wartawan Serambi Indonesia. Dari pengakuan korban, rumahnya jadi sasaran merupakan dampak dari karya wartawanya. Kasusnya kini sedang ditangani Polda Aceh, semoga terungkap.

Ini adalah bagian dari resikonya seorang wartawan dalam menjalankan tugasnya. Namun bukan karena resiko, lantas seorang wartawan yang professional berhenti untuk berkarya.

Sudah menjadi catatan sejarah, ada wartawan yang kehilangan nyawa dalam melaksanakan tugasnya. Ada yang mendapat perlakukan kekerasan. Banyak ancaman. Semua itu merupakan resiko pekerjaan yang sudah dijiwai.

Serahkan kepada yang maha menentukan hidup seseorang, karena kekuatan Tuhan menentukan perjalanan hidup seseorang. Namun wartawan juga harus punya perhitungan dalam dalam meminimalkan resiko.

Tanamkan niat yang bersih dalam melaksanakan tugas, jadikan semuanya bagian dari ibadah. Karena hidup dalam desahan nafas ini hanya titipan. Semuanya ada masanya.

Saya teringat dengan pengalaman selama menjadi wartawan. Kalau diingat-ingat, antara hidup dan mati itu bagaikan setipis kulit bawang. Apalagi ketika Aceh dibalut konflik. Jadi seorang wartawan itu resikonya sangat besar. Terhimpit diantara mereka yang bertikai.

Saya ditangkap oleh mereka yang bertikai, diancam, hidup dalam bayang-bayang maut. Namun semua itu harus dilalui oleh seorang yang menekuni dunia jurnalistik. Pengalaman yang telah memacu adrenalin yang pernah saya alami, merupakan bagian tantangan hidup seorang wartawan.

Takdir Tuhan sudah digariskan dalam perjalanan hidup seseorang. Apapun pekerjaan ada resikonya. Hadapi dengan jiwa besar, yakinlah ada kekuatan Tuhan dalam menuntun hidup ini.

Walau sebelah kaki nyaris berada di penjara dan sebelah lagi menuju kuburan, bila sudah diyakini profesi yang diemban adalah bagian tugas, laksanakan dengan penuh jiwa. Jika takut dilebur ombak jangan berumah di tepi pantai.

Yakinlah Tuhan akan menuntun hamba-hambanya yang ihlas, melaksanakan tugas dengan penuh jiwa. Jadiklanlah ini bagian perjuangan, bagian jihad, luruskan niat dan jadikan bagian dari ibadah. Hidup ini tidak mudah, penuh tantangan.

Lanjutkan perjuanganmu teman-temanku. Yakinlah karya-karyamu akan mengukir sejarah di bumi ini. Resiko itu harus dihadapi. Jangan lupakan Tuhan dalam perjuanganmu, yakinlah Allah akan senantiasa menuntun hamba-hambaNya.

Penulis: Pimred/Penanggungjawad Dialeksis.com


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda