Mempermainkan Dana Covid dan Rasa Nurani
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
Bila pihak penyidik serius “menggaruk” kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan dana Covid-19, penjara bakal “meledak”. Selama ini LP di seluruh penjuru pertiwi sudah diisi manusia yang over kapasitas.
Bila ditambah lagi dengan tersangka yang menyelewengkan, menyalahgunakan atau tidak patuh dalam menerapkan undang-undang, pengelolaan dana Covid-19, manusia yang menghuni rumah tahanan akan menjadi persoalan baru.
Sangatlah disayangkan bila penjara yang sudah sesak, semakin ditambah dengan penghuni baru. Dilain sisi masyarakat sudah kesulitan untuk bertahan hidup, namun disisi lainya masih ada manusia yang tega memainkan dana yang seharusnya dipergunakan untuk Covid-19.
Simaklah pernyataan Agung Firman Sampurna, Ketua BPK, ketika dilangsungkan whorkshop anti korupsi yang diikuti pejabat teras dari setiap provinsi. Agung menyebutkan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terhadap Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).
Ada 2.170 temuan yang memuat 2.843 permasalahan senilai Rp 2,94 triliun. Permasalahan itu meliputi 887 kelemahan sistem pengendalian interen, 715 ketidakpatuhan terhadap aturan perundang-undangan, dan 1.241 temuan terkait permasalahan ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
Agung menyebutkan, bukti empiris memperlihatkan bahwa pengelolaan keuangan, baik sektor publik atau swasta di masa krisis, cenderung memperbesar risiko terjadinya kecurangan.
"Dalam kondisi krisis seperti pandemi, pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan rentan mengalami situasi yang menyebabkan terjadinya kecurangan," kata Agung.
Memanfaatkan kesempatan disaat negeri sedang musibah untuk memperkaya diri? Terlalu naif bila kita mengatakanya. Namun fakta di lapangan banyak pihak yang bermain dan tega menari di atas penderitaan rakyat. Disaat negeri ini diamuk prahara, disaat itu pula mereka mengambil kesempatan.
Saya jadi tergiang dengan kata-kata ketua BPK, tekanan untuk melakukan kecurangan terjadi karena finansial atau keserakahan. Karena adanya anggapan bahwa korupsi seolah-olah bukanlah merupakan kesalahan.
Berbagai alasan pembenaran dan kesempatan, yang memungkinkan korupsi terjadi selain dipicu karena lemahnya pengawasan internal.
“Merespons peningkatan risiko itu, BPK memutuskan untuk melakukan pemeriksaan komprehensif berbasis risiko atas 241 objek pemeriksaan, dengan 111 hasil pemeriksaan kinerja dan 136 hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan dilakukan terhadap 27 Kementerian/lembaga, 204 pemerintah daerah dan 10 BUMN,” kata Agung.
Bila disimak apa yang diungkapkan Agung, sebagai manusia yang tinggal di Bumi Pertiwi dan masih percaya adanya kekuasan Tuhan, hati kita teriris ketika masih ada manusia yang tega memainkan dana yang diperuntukan buat rakyat saat dilanda pandemi.
Menyelewengkan! Artinya dengan sengaja menggelapkan, mencuri diam-diam dana yang diperuntukan untuk Covid-19. Dana untuk perbaikan kehidupan rakyat “diambil” diam-diam oleh mereka yang dipercaya rakyat mengelolanya, sudah sepantasnya dia disebut pengkhianat rakyat.
Menyalahgunakan, atau tidak patuh dalam menerapkan undang-undang pengelolaan dana Covid-19, ini manusia hebat. Sudah tahu undang-undang diperuntukan memperbaiki keadaan rakyat saat pandemi, namun dia justru berani melanggarnya.
Super, undang-undang yang sudah bersusah payah dibuat, namun manusia-manusia ini nekat melanggarnya. Bila semakin banyak manusia yang nekat, mengangap dirinya super, semakin semraut negeri ini. Ingin menang sendiri.
Pihak BPK mengakui, dalam pemeriksaan PCPEN selama tahun 2021, pihaknya sudah mengidentifikasi sejumlah masalah, dan kodefikasi anggaran PCPEN, serta anggaran realisasinya.
Agung menyebutkan, untuk mengatasi masalah itu, BPK telah memberikan rekomendasi antara lain menetapkan grand desain rencana kerja Satgas Covid-19 yang jelas dan terukur, dan menyusun identifikasi kebutuhan barang dan jasa dalam penanganan pandemi.
Grand desain sudah ditetapkan BPK, namun manusia yang nekat masih tetap ada menghiasi negeri ini. Tega! Nuraninya bagaikan hilang, rasa malunya sudah tidak ada. Saat rakyat berjuang hidup diantara prahara, namun mereka yang diberikan amanah justru mengkhianatinya.
Raba dada Anda, masihkan ada nurani disana, masihkah ada rasa malu. Masihkah ada rasa sang maha pencipta di aliran darah. Bila rasa itu telah tiada, pantaskah kita masih disebut manusia.
Selagi kita masih sebagai manusia, masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri, jangan tambah penderitaan rakyat karena keserakahan dan ulah kita. Raba dada Anda masihkah bersemanyam nurani di sana? *** ; Bahtiar Gayo/ Pimred Dialeksis.com