DIALEKSIS.COM | Aceh - Bencana banjir bandang dan longsor yang menerjang 18 kabupaten/kota di Aceh pada akhir November meninggalkan kerusakan luas. Infrastruktur dasar runtuh, layanan publik tersendat, dan manajemen pemerintahan di daerah terdampak ikut goyah. Situasi ini, menurut akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Rustam Effendi, S.E., M.Econ, membutuhkan terobosan kelembagaan yang lebih dari sekadar respons darurat.
DIALEKSIS.COM | Opini - Berbicara tentang Aceh berarti berbicara tentang sebuah wilayah yang memiliki rekam jejak panjang dalam menghadapi bencana alam. Ingatan kolektif masyarakat atas tragedi masa lalu termasuk Tsunami 2004 kini telah menjelma menjadi ketahanan (resilience) yang lebih terstruktur dan matang. Ketika banjir besar kembali menerjang 18 kabupaten/kota di Aceh, respons daerah ini menunjukkan bahwa Aceh tidak lagi bergantung sepenuhnya pada bantuan eksternal. Yang tampil ke permukaan justru kemampuan swadaya yang kuat, ditopang struktur pemerintahan daerah yang sigap melalui Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA).