Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Pertiwi, Negeri Ladangnya Maling Berdasi!

Pertiwi, Negeri Ladangnya Maling Berdasi!

Rabu, 13 Desember 2023 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Ilustrasi maling berdasi di bumi pertiwi Indonesia. [Foto: Pittand]


DIALEKSIS.COM | Indepth - Setiap tahunnya bumi pertiwi dirugikan mencapai puluhan triliun. Sebuah angka yang menyesakkan dada. Negeri ini menjadi ladangnya para maling berdasi.

Sementara masyarakat miskin yang bertahan hidup untuk mendapatkan sesuap nasi masih dijadikan lahan empuk oleh maling berdasi untuk memperkaya diri. Pembangunan seharusnya untuk mensejahterakan rakyat, namun justru masih dimanfaatkan oleh para korupsi.

Lihatlah angka kerugian negara yang setiap tahunnya mencapai puluhan triliunan. Buka juga lembaran sejarah berapa banyak mereka yang masuk jeruji besi karena korupsi. Namun penjara belum membuat angka korupsi di negeri ini berhenti.

Prihatin! Ungkapan keprihatinan itu juga muncul dari orang nomor satu di Bumi Pertiwi, Presiden Jokowi. Dengan lugas Presiden mengungkapkan angka-angka manusia yang masuk penjara, ketika membuka peringatan hari korupsi sedunia.

Cukup banyak pejabat di negeri ini yang masuk penjara, namun korupsi bagaikan cendawan di musim hujan, patah tumbuh hilang berganti. Bagaimana mengguritanya korupsi di negeri ini, Dialeksis.com menurunkannya dalam sebuah laporan. Negeri para maling berdasi.

Kerugian Negara Mencapai Puluhan Triliun Setiap Tahun

Lihatlah angka kerugian negara yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW). Pada tahun 2021 saja total kerugian negara mencapai Rp62,9 triliun. Tahun sebelumnya (2020) mencapai Rp56,7 triliun. Disusul tahun 2022, ICW total kerugian negara sebesar Rp42,747 triliun.

Sementara persentase pengembalian uang kerugian negara yang dicuri para maling berdasi persentasenya sangat rendah. Hanya sekitar 2 persen, selebihnya masih dinikmati oleh para koruptor.

"Kerugian keuangan negara pada tahun 2021 akibat tindak pidana korupsi yang masuk ke dalam proses persidangan itu mencapai 62,9 triliun. Angka yang sangat besar bahkan terbilang yang paling besar selama 5 tahun terakhir. Tahun 2020 itu Rp56,7 triliun ada kenaikan di tahun 2021 mencapai Rp62,9 triliun," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam diskusi virtual di kanal YouTube Sahabat ICW, Minggu (22/5/2022).

Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis laporan tahunannya hasil pemantauan tren penindakan korupsi pada 2022 yang ditangani oleh tiga aparat penegak hukum, yakni kejaksaan, kepolisian dan KPK.

ICW menyoroti kinerja masing-masing aparat penegak hukum dalam menindak kasus korupsi dengan total kerugian negara sebesar Rp42,747 triliun.

ICW memaparkan temuan umum mengenai penindakan tipikor pada 2022 mencapai 597 kasus, dengan 1,396 tersangka. Kasus korupsi mencakup kasus suap dengan besaran Rp693 miliar, pungutan liar Rp11,9 miliar dan pencucian uang Rp955 miliar.

Menurut ICW, dari tiga aparat penegak hukum, Kejaksaan Agung menjadi institusi yang menangani kasus korupsi dengan nilai kerugian terbesar, yaitu mencapai Rp39 triliun lebih dari 405 kasus dengan tersangka 909 orang.

Sementara itu, KPK berhasil menangani 36 kasus dengan 150 orang tersangka dan kerugian negara mencapai Rp2,2 triliun. Kepolisian berhasil menangani kasus korupsi sebanyak 138 kasus dengan 307 orang tersangka dan kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun.

ICW punya catatan, pengembalian kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi masih sangat minim sepanjang tahun 2021. Kerugian negara akibat tindak pidana korupsi dengan 1.404 terdakwa mencapai Rp 62,9 triliun.

Namun jumlah jumlah pengembalian kerugian negara yang dijatuhkan majelis hakim dalam pembayaran uang pengganti hanya sekitar 2,2 persen atau setara dengan Rp 1,4 triliun.

Kondisi ini salah satunya disebabkan dengan masih minimnya terdakwa korupsi yang juga dijerat dengan pidana pencucian uang. ICW menggambarkan, dari total terdakwa sepanjang 2021, hanya 12 orang di antaranya yang oleh penegak hukum dituntut dengan pasal pencucian uang.

Artinya, setiap tahun kerugian negara akibat maling berdasi angkanya puluhan triliunan. Bagaimana dengan tahun 2023, dimana kini pengungkapan kasus korupsi beberapa bulan di ahir tahun, intensitasnya terus meningkat dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Berapa pastinya kerugian negara di tahun 2023, berapa yang berhasil dikembalikan ke negara, usai tahun 2023 ini, angka itu akan diketahui publik.

Pejabat Korupsi Terbanyak di Dunia

Benarkah bumi Pertiwi pejabatnya gemar korupsi? Bukan berarti tidak ada pejabat di negeri ini yang memiliki nurani untuk membangun negeri, tidak masuk dalam lingkaran korupsi.

Ternyata benar, Indonesia adalah negara yang terbanyak memenjarakan para pejabat karena kasus korupsi. Bahkan Presiden Jokowi menyebutkan, tidak ada dinegara lain di dunia ini yang memenjarakan pejabatnya karena korupsi sebanyak Indonesia.

Hal itu sampaikan Presiden Jokowi ketika membuka peringatan hari korupsi dunia yang diselenggarakan KPK, Selasa (12/12/2023) di Istora Senayan Jakarta.

Menurut Presiden meminta hadirin untuk tidak tepuk tangan ketika dia menyampaikan amanatnya pada peringatan hari korupsi sedunia. Karena menurut presiden, korupsi adalah kejahatan yang luar biasa, yang menghambat pembangunan, bisa merusak perekonomian bangsa dan bisa menyengsarakan rakyat.

“Sudah banyak kasus korupsi yang memenjarakan pejabat karena korupsi. Di negara kita sejak 2004 sampai 2022, sudah banyak kasus korupsi yang menurut saya terlalu banyak pejabat kita yang ditangkap dan dipenjarakan,” sebut Presiden.

“Tidak ada negara lain yang menangkap dan memenjarakan pejabatnya sebanyak negara kita ini,” jelasnya.

“Catatan saya,” sebut Presiden,” sejak 2004 sampai 2022, yang dipenjarakan karena tindak pidana korupsi, ada 344 pimpinan anggota DPR dan DPRD. Termasuk ketua DPR dan DPRD,”

Ada 38 menteri dari berbagai lembaga, ada 24 gubernur dan 162 bupati dan walikota, ada 31 hakim, termasuk hakim konstitusi, sebut Jokowi.

Ada 8 komisioner, diantara KPU, KPPU, KY. Ada 415 individu swasta dan 363 dari birokrat, terlalu banyak. Tidak ada negara lain yang memenjarakan pejabatnya sebanyak Indonesia.

“Dengan begitu banyaknya pejabat di Indonseia dipenjarakan, apakah korupsi bisa berhenti? Berkurang? tanya Presiden.

Dihadapan peserta peringatan Hari Korupsi dunia ini, Presiden menjawab sendiri atas pertanyaanya. Menurutnya, ternyata sampai sekarang masih kita temukan masih banyak kasus korupsi.

Melihat kenyataan ini, Presiden menekankan, perlunya mengevaluasi secara total, pendidikan, pencegahan, tindakan, ini sesuatu yang harus dievaluasi total.

“Apakah hukuman penjara membuat jera, ternyata tidak. Karena korupsi saat ini semakin canggih semakin kompleks, bahkan lintas negara, serta menggunakan tehnologi mutakhir,” jelas Presiden.

Oleh sebab itu, kata Jokowi, kita butuh upaya bersama yang lebih stestemik, butuh upaya bersama yang lebih massif, yang memanfaatkan tehnologi terkini untuk mencegah tindak pidana korupsi.

“Kita perlu memperkuat sistem pencegahan termasuk memperbaiki kualitas SDM aparat penegak hukum, sistem pengadaan barang dan jasa, sistem perizinan, sistem pengawasan internal, dan lain lain,” pinta Jokowi.

Menurutnya, selama ini sudah banyak juga dibuatkan platform, E Katalog misalnya. Awal menjabat Presiden Jokowi menyebutkan, E katalog baru ada 50 ribu, sekarang berdasarkan laporan sudah ada tujuh setengah juta juta barang yang sudah masuk E Katalog. Lompatanya sangat cepat sekali.

Kemudian sejumlah fasiltas online juga sudah diterapkan sudah 70 persen selesai, upaya ini agar pengusaha tidak langsung bertemu dengan pejabat, ini sangat membantu memagari orang untuk tidak korupsi.

Harapan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi perhatian publik setelah ketuanya (non aktif) Firli Bahuri dijadikan penyidik Polda Metro Jaya sebagai tersangka pemerasan, korupsi. Publik mengikuti drama “pertarungan” antara Firli dengan Polda Metro Jaya.

Namun setelah ditinggalkan Firli, pada perayaan hari korupsi sedunia, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango meminta Presiden Joko Widodo menegur pejabat yang telat menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Permintaan itu disampaikan pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan sejumlah pejabat tinggi negara di Istora, Senayan, Jakarta Pusat.

“Khusus untuk isu ini, kami berharap Bapak Presiden dapat memberikan teguran untuk mereka yang tidak menyampaikan LHKPN secara tepat waktu,” ujar Nawawi, Selasa (12/12/2023).

 Ketua KPK Nawawi juga meminta Presiden menegur para pejabat yang meskipun telah melaporkan LHKPN, mereka tidak menyampaikan surat kuasa dan mengisi komponen kekayaan itu dengan benar.

Sekedar catatan, sebelumnya Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan kerap mengungkapkan bahwa ketidaklengkapan LHKPN menjadi isu yang masih disorot. Sebab, penyampaian LHKPN tanpa surat kuasa membuat KPK tidak bisa melakukan verifikasi kepada instansi lain, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), ketika menyangkut verifikasi aset tanah dan properti, serta perbankan menyangkut transaksi keuangan para pejabat.

“Tegur juga pejabat yang tidak lengkap dengan Surat Kuasa dan benar isinya (LHKPN),” tutur Nawawi. Menurutnya, penggunaan LHKPN menjadi fenomena baru keterlibatan masyarakat dalam mengawasi korupsi pada 2023.

Masyarakat belakangan menyoroti pejabat-pejabat yang flexing atau memamerkan kekayaan mereka di media sosial. Mereka kemudian memeriksa LHKPN pejabat tersebut dan mencari tahu apakah kekayaan yang dipamerkan dilaporkan atau sesuai dengan pendapatan mereka sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

 “Tahun 2023 ini fenomena baru, flexing, pamer kekayaan para pejabat pemerintah di media sosial direspons masyarakat dengan membandingkan Laporan Harta Kekayaan-nya yang dapat diakses secara terbuka di laman KPK,” kata Nawawi.

Menurut mantan hakim ini, pengaduan masyarakat merupakan titik awal dimulainya penyelidikan kasus korupsi. Laporan masyarakat mengenai dugaan korupsi tak ubahnya menjadi bahan bagi KPK untuk kemudian diusut menjadi tindak pidana korupsi.

“Secara empirik, sebagian besar kasus yang ditangani KPK berawal dari pengaduan masyarakat yang disampaikan pada kami secara langsung,” ujar Nawawi.

Apa yang disampaikan ketua KPK menandakan masih ada pejabat publik yang culas dalam menyampaikan LHKPN. Mereka masih sering flexing, pamer kekayaan, sementara di bumi Pertiwi masih banyak rakyatnya yang hidup dalam garis kemiskinan, susah mencari sesuap nasi.

Mental- mental pejabat seperti ini yang harus dibersihkan dari bumi pertiwi, agar maling berdasi tidak lagi menjadi duri dalam mensejahterakan masyarakat.Pertiwi masih menjadi ladang bagi maling berdasi. Sampai kapan bumi Pertiwi dihiasai oleh pertunjukan maling berdasi?. [BG]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda