kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Mengupas Korupsi di Level Menteri

Mengupas Korupsi di Level Menteri

Kamis, 05 Oktober 2023 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

DIALEKSIS.COM| Indept- Korupsi dari kepala desa hingga ke level menteri t elah terjadi di bumi ini. Dalam catatan sejarah sudah ada 14 menteri yang jadi tersangka, 12 diantaranya sudah masuk jeruji besi, satu lagi saat ini sedang duduk di kursi pesakitan dan satu lagi baru ditetapkan sebagai tersangka.

Belum selesai persidangan kasus korupsi mantan Menteri Kominfo, Johnny G Plate perkara pembangunan BTS Get the data, proyek mega raksasa dengan anggaran puluhan trilyunan rupiah, kini giliran Kementan yang bakal duduk dikursi pesakitan.

Murnikah ini kasus hukum atau ada muatan politik? Dialeksis.com punya catatan untuk kasus Kebetulan dua menteri ini merupakan manusia harapan dan kepercayaan Pastai Nasdem. Di tahun politik, penetapan dua menteri ini sebagai terdakwa dan tersangka kasus koruptor, semakin membuat Pertiwi hingar bingar.

KPK menyebutkan penggeledahan rumah dinas Kementan dan penetapanya sebagai tersangka tidak ada kaitanya dengan politik yang sedang bergulir di negeri ini. Ini murni persoalan hukum, tidak ada kaitanya dengan politik.

Namun publik menanggapinya pro dan kontra, ada juga yang mengkaitkan dengan politik, banyak pula yang menyebutkan ini persoalan hukum, tidak ada kaitan dengan politik. Kebetulan penetapan tersangka dua menteri orang kepercayaan Nasdem ini waktunya di tahun politik.

Penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cukup mengejutkan, bukan hanya disita uang dalam jumlah besar mencapai 10 miliar, namun ada 12 pucuk senjata.

Ahirnya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) ditetapkan sebagai tersangka, ada juga tersangka lainya di Kementan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Mesin Pertanian Muhammad Hatta.

Kasus dugaan rasuah yang menyeret SYL, diduga berkaitan dengan pemerasan dalam jabatan yang diatur dalam Pasal 12 (e) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Bahkan Menteri Koordinator bidang Hukum Politik dan Keamanan Mahfud MD turut memberikan komentar soal korupsi ini, soal Kementan Syahrul yang sudah memberikan keterangan ke KPK pada 19 Juni 2023, kemudian dilakukan penggeledahan dan penetapan tersangka.

Mahfud MD menyebutkan, dirinya akan langsung turun tangan jika penyidik mengalami kesulitan mengungkapkan kasus korupsi Syahrul Yasin Lampo di Kementan.

“Pemerintah pasti dukung penuh, kalau ada kesulitan bilang ke saya, nanti saya turun tangan,” kata Mahfud MD pada media awal Oktober 2023 ini.

Keterlibatan langsung tersebut merupakan bukti bahwa pemerintah tidak pandang bulu menangani kasus tindak pidana apalagi korupsi. Mahfud menyatakan hukum harus ditegakkan. “Kalau mau negara ini baik, hukum harus ditegakkan. Ke atas itu hukum harus memberi kepastian ke bawah harus memberi perlindungan," kata Mahfud MD.

Ada tiga poin yang ditekankan Mahfud,dia meminta penegak hukum mengusut secara tuntas tindak pidana lain yang diduga dilakukan oleh Mentan Syahrul, mulai dari dugaan korupsi, kepemilikan senjata, hingga dugaan upaya pelenyapan dokumen.

"Iya (dikejar) kalau itu benar, satu korupsinya, dua senjatanya, tiga upaya pelenyapan dokumen," kata Mahfud usai menghadiri Upacara Hari Kesaktian Pancasila, di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Minggu 1 Oktober 2023.

Catatan Dialeksis.com, pada Kamis, 28 September 2023, KPK telah menggeledah rumah dinas Syahrul Yasin Lampo. Setelah digeledah, KPK menemukan uang tunai puluhan miliar dari rumah dinas yang terletak di Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan dan 12 pucuk senjata api.

Soal senjata api, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan temuan KPK terkait 12 pucuk senjata api di rumah Syahrul Yasin Limpo. Saat ini, kasusnya sedang didalami pihak Polda Metro Jaya.

Terkait penemuan senjata api itu, Mahfud MD berkomentar bahwa itu bisa dipidana. "Kalau itu senjata benar dan tanpa izin serta tanpa hak penggunaan ya harus diproses hukum lagi," katanya.

Mahfud mengakui heran, karena di rumah dinasnya juga tidak ada senjata api. “Di rumah saya aja ndak ada senjata api, rumah saya juga kan rumah dinas,” kata Mahfud.

Menyinggung soal pelenyapan dokumen, walau mengakui belum mengetahui detil pada saat itu, Mahfud menjelaskan, kasus itu bisa masuk tindak pidana ada hukumannya sendiri. Haru diusut itu,” kata Mahfud.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki kasus dugaan korupsi yang dilakukan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). KPK sebelum menetapkan Syahrul sebagai tersangka, terlebih dahulu melakukan penggeledahan Jumat (29/9/2023).

Sebelumnya, KPK sudah memeriksa Syahrul pada Senin, (19/6/2023). Politikus Partai Nasdem itu diperiksa selama 3,5 jam di gedung lama atau Gedung ACLC KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalm keteranganya kepada media menjelaskan, saat dilakukan pengeledahan, tim penyidik KPK membawa sejumlah hasil temuan dari penggeledahan di rumah dinas Mentan Syahrul. Tim penyidik menemukan dokumen pembelian barang-barang berharga, dokumen catatan keuangan, dan barang bukti elektronik.

Selain temuan tersebut, Ali menambahkan, penyidik KPK menemukan uang tunai dalam bentuk rupiah dan mata uang asing. Tim penyidik turut membawa alat penghitung uang dalam proses penggeledahan tersebut.

“Sejauh ini puluhan miliar yang kemudian ditemukan dalam penggeledahan dimaksud,” kata Ali. Dalam penggeledahan ini juga ditemukan 12 pucuk senjata api dari berbagai jenis. Soal senjata api, tim penyidik KPK menyerahkan temuan itu ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa legalitasnya.

Kasus dugaan korupsi di lingkup Kementerian Pertanian disebut KPK berasal dari laporan masyarakat. Kasus dugaan rasuah yang menyeret SYL, diduga berkaitan dengan pemerasan dalam jabatan yang diatur dalam Pasal 12 (e) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

“Jadi kalau dalam konstruksi bahasa hukumnya, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,” terang Ali.

Murni Soal Hukum atau Politisasi?

Disaat negeri ini sedang disibukan dengan beragam bendera, menyambut pesta demokrasi, ketika ada yang dijadikan tersangka kasus dugaan korupsi, apalagi se level menteri yang merupakan putra terbaik partai, nuanasa politiknya sangat kental.

Beragam pendapat bermunculan, ada yang dikaitkan. Apalagi ketika Nasdem yang merupakan partai kebanggaan dua menteri tersandung korupsi ini sudah mengibarkan bendera sebauah pihak Koalisi Perubahan.

Apakah dugaan korupsi di Kementan, dimana ada satu lagi mantan menteri Kominfo kini sedang duduk di kursi pesakikan yang juga merupakan tokoh andalan Nasdem, membuat koalisi perubahan (Partai NasDem, PKS, dan PKB) tergerus.

Koalisi ini mengusung Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Pemilu 2024. Terkait kasus yang diduga melibatkan Syahrul, Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera mendesak adanya proses hukum yang adil dan transparan.

Seperti dilansir Tirto.id, Mardani dalam keteranganya meminta agar jangan menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan. Mardani meminta agar penegakan hukum tidak tebang pilih dan tepat menyasar siapa pun yang bersalah. “Masyarakat akan melihat dengan tajam penegakan hukum yang tidak adil,” kata Mardani dihubungi reporter Tirto, Jumat (29/9/2023).

Sementara itu, beberapa politikus PKB yang dihubungi Tirto id, belum dapat merespons terkait perkara ini. Wasekjen DPP PKB, Daniel Johan menyatakan belum ada pernyataan resmi dari pihaknya. “Belum ada,” kata Daniel.

Jawaban senada diungkapkan Direktur Pemenangan Pilpres PKB, Faisol Riza. Ia belum mau menjawab ihwal perkara tersebut dengan alasan sedang dalam perjalanan. Sedangkan Wakil Ketua Umum DPP PKB, Jazilul Fawaid dan Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan DPP PKB, Cucun Ahmad Syamsurijal, juga belum memberikan keterangan.

Demikian juga dengan pihak Nasdem, Ahmad Sahroni Bendahara Umum DPP Partai Nasdem, Ketua Bidang Lingkungan Hidup DPP Partai NasDem Lusyani Suwandi, dan Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya. Namun ketiganya belum merespon, seperti dilansir Tirto.id.

Apakah akan Berpengaruh pada Elektoral Koalisi Perubahan? Analis politik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai, kasus dugaan korupsi yang menyandung SYL, dapat berpotensi memengaruhi perolehan elektoral Koalisi Perubahan.

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa pengaruh besar akan berdampak pada Partai NasDem, bukan pada pasangan capres-cawapres, Anies-Muhaimin.

“Namun demikian, perlu dikaji lebih jauh seberapa yakin masyarakat bahwa hal ini murni kasus korupsi atau ada nuansa politiknya. Kalau yang lebih diyakini adalah yang kedua, maka secara teoritis pengaruhnya pada elektabilitas partai mungkin terbatas,” kata Saidiman dalam keteranganya kepada Tirto, Jumat (29/9/2023).

Di sisi lain, Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro menilai, perkara ini tidak akan menggoyang elektoral pasangan Anies-Muhaimin. Hal ini terbukti, katanya, saat kasus dugaan korupsi yang menjerat Johnny G Plate, elektoral keduanya tidak terlalu terpengaruh.

“Saya kira dampaknya akan kecil gitu ya terhadap elektoral pasangan calon ini, karena SYL bukan tokoh pucuk pimpinan di Partai NasDem,” kata Bawono kepada reporter Tirto. Hal senada diungkapkan analis politik dari Populi Center, Usep Saepul Ahyar.

Ia menyampaikan, kasus ini tidak akan berpengaruh pada perolehan elektoral Anies-Muhaimin. Alasanya, kata Usep, perkara korupsi belum menjadi indikator mendesak yang dipertimbangkan masyarakat dalam menentukan pilihan.

“Hasil survei menunjukkan bahwa korupsi itu bukan urusan mendesak dari masyarakat secara umum. Lapangan kerja, sembako, kesehatan, pendidikan, lebih mendesak menurut masyarakat. Hanya 7 persen yang menganggap korupsi mendesak,” kata Usep seperti dilansir Tirto.

Namun, ada kemungkinan kasus korupsi bisa menggoyang elektoral capres-cawapres dalam beberapa keadaan. Keadaan tersebut salah satunya saat yang tersandung korupsi merupakan tokoh sentral partai atau bahkan capres-cawapres yang diusung.

“Kalau kader enggak, karena di semua partai ada terlibat juga kasus korupsi. Berpengaruh kalau digoreng, apalagi kalau ada perlawan dari partai itu dan berlarut-larut dan menimbulkan reaksi publik,” lanjut Usep.

Sementara itu, dosen politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin menyoroti bahwa penegakan hukum masih menjadi instrumen untuk menggembosi kekuatan lawan politik. Maka dari itu, ia berpesan agar proses hukum dalam perkara ini terus berjalan, namun tetap dalam koridor jangan berkelindan dengan persoalan politik.

 “Saya melihat bahwa inilah akrobat politik yang dimainkan atau mendorong hukum sebagai alat menggembosi menjegal lawan politik. Ini masalah umum pada setiap rezim dan pemerintahan, cuma pada saat ini terlalu terbuka,” ujar Ujang.

Penjelasan KPK

Benarkah ada muatan politis, tentu sebagai resmi pemerintah KPK akan menampik isu yang berkembang soal adanya muatan politis ketika pihaknya menangani perkara korupsi di tahun politik ini.

Menurut Ali Fikri, KPK tidak punya kepentingan politik dalam pengusutan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Ia memastikan bahwa penyidikan kasus yang tengah berjalan murni proses hukum.

“Kami pastikan bahwa ini adalah murni proses penegakan hukum. Terlebih, jauh-jauh hari kami sudah melakukan proses penyelidikan,” sebut Ali Fikri dalam penjelasanya kepada media di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (29/9/2023).

Menurut Ali, proses hukum yang berdekatan dengan Pemilu 2024 akan membuat KPK dikaitkan dengan unsur politik. Pihaknya menjanjikan akan menjelaskan ke publik kasus dugaan rasuah di Kementan ini dengan transparan.

14 Menteri Terjerat Korupsi

Ada catatan sejarah yang sudah diukir KPK berdiri pada 2003, lembaga anti-rasuah ini sudah menggelandang 13 menteri menjadi tahanan KPK dan kini satu lagi telah ditetapkan sebaggai tersangka. Ada 12 menteri yang sudah divonis, satu lagi sedang berlangsung persidanganya dan terbaru Menteri Kementan.

Ada diantara mereka yang ditetapkan sebagai tersangka ketika tidak lagi menjabat sebagai menteri, ada juga yang harus mengenakan pakaian oranye saat menjabat sebagai pejabat publik. Ada enam menteri yang menjadi tersangka di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) lima menteri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan dua menteri era kepemimpinan Megawati.

Berikut nama sejumlah menteri di Bumi Pertiwi yang terjerat korupsi.

1. Rohmin Dahuri Menteri Kelautan dan Perikanan Korupsi dana nonbudgeter KKP, dijatuhi hukum 7 tahun, dipercayakan menjabat menteri masa presiden Megawati.

2. Ahmad Sujudi, Menteri Kesehatan, kasus Korupsi pengadaan Alat Kesehatan, dijatuhi 4 tahun, menjabat menteri masa presiden Megawati.

3. Hari Sabarno di masa Presiden Megawati menjabat Menteri Dalam Negeri, Korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) divonis 5 tahun.

4. Bachtiar Chamsyah Menteri Sosial, Korupsi terkait pengadaan sekitar 6.000 unit mesin jahit sekaligus impor sapi dijatuhi hukum 1,8 tahun masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY).

5. Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan, Korupsi pengadaan alat kesehatan, 4 tahun penjara, masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY).

6. Andi Mallarangeng, Menteri Pemuda dan Olahraga, Korupsi olarga Hambalang, 4 tahun, masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY).

7. Jero Wacik, Menteri ESDM/Pariwisata, Korupsi dana operasional menteri, 4 tahun, masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY).

8. Suryadharma Ali, Menteri Agama, Korupsi dana haji dan dana operasional menteri, 10 tahun, masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY).

Selanjutnya ada enam menteri yang dipercayakan Presiden Joko Widodo.

9. Idrus Marham, Menteri Sosial Korupsi Proyek PLTU Riau, dijatuhi hukuman 2 tahun.

10. Imam Nahrawi,, Menteri Pemuda dan Olahraga, Suap dan hibah KONI divonis 7 tahun.

11. Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan, Suap terkait izin budidaya dan ekspor benih lobster divonis 5 tahun penjara.

12. Juliari Batubara, Menteri Sosial, Suap bansos Covid-19 dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

13. Johnny G Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika, Korupsi pembangunan BTS Get the data, kasusnya kini sedang bergulir dipersidangan.

14. Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian, dugaan korupsi pemerasan dalam jabatan yang diatur dalam Pasal 12 (e) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), baru saja ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam jeratan korupsi 14 menteri ini, bukan pemain tunggal, artinya banyak pihak lain yang terlibat dalam pusaran korupsi yang harus duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa bersama para menteri.

Sudah banyak sebenarnya pelajaran dalam kasus korupsi di negeri ini. Namun kasusnya bagaikan cendawan di musim hujan, datang silih berganti. Di Bumi Pertiwi urusan korupsi sudah menjerat para menteri, bahkan sampai ke level akar rumput, para kepala desa dan aparatur pemerintahan kampung.

Terbuai dengan kenikmatan dalam mengelola uang negara. Apapun alasanya, uang negara yang dikelola oleh mereka yang mendapat amanah harus dipertanggungjawabkan. Namun ada diantara mereka yang sukses mengemban amanah, banyak juga yang harus mendekam dibalik jeruji besi.*** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda