Menelisik Jejak Teroris di Serambi Mekkah (bagian 1)
Font: Ukuran: - +
Ketika umat Kristiani sedang melaksanakan kebaktian dalam rangka kenaikan Isa Almasih, Minggu (13/5/2018) satu keluarga yang disebut-sebut pendukung ISIS serta "alumni" Suriah meledakkan diri di tiga gereja di Surabaya. Selanjutnya serangan teroris bertubi-tubi menimpa Mapolresta Surabaya dan Mapolda Riau pun diserang. Aksi tersebut menyertai amuk teroris di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Selasa (8/5/2018) malam hingga Rabu (9/5/2018) dini hari yang menewaskan lima orang polisi.
Kekhawatiran pun menjalar ke seluruh Indonesia, termasuk Aceh. Adakah jejaring teroris di propinsi yang kerapkali berbeda paham dengan Republik Indonesia?
Semua bermula dari agresi militer Israel terhadap Palestina pada 28 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009. Dewan Pimpinan Daerah Front Pembela Islam (DPD FPI) Propinsi Aceh, pada 10 Januari 2009 menggelar pendaftaran relawan serta seleksi untuk diberangkatkan ke Palestina, atas sepengetahuan DPP FPI.
Kemudian pada 23 hingga 27 Januari 2009, DPD FPI Aceh menggelar pelatihan kemiliteran bagi relawan untuk Palestina secara terbuka, diketahui oleh aparat berwenang dan juga oleh DPD FPI.
Ketika para "mujahidin" Aceh sedang semangat-semangatnya melatih diri untuk persiapan jihad ke Palestina, Sufyan Tsauri yang mengaku sebagai veteran jihad di Moro dan Afghanistan menawarkan diri sebagai pelatih (instruktur-red) bagi peserta pelatihan. Masuknya Sufyan tidak diketahui oleh DPP FPI.
Usai dilatih sedemikian rupa, 15 relawan yang dinyatakan lulus berangkat ke DPP FPI untuk mengikuti seleksi akhir. Setelah semuanya usai mereka dipersilahkan kembali ke kampung masing-masing. Dari jumlah itu, hanya lima orang yang benar-benar pulang ke Aceh. 10 orang lainnya diundang oleh Sufyan Tsauri untuk datang ke Mako Brimob Kelapa Dua Depok, tentu tanpa sepengetahuan DPP FPI.
Upaya Cuci Otak oleh Sufyan Tsauri
Selama menempuh pendidikan di Mako Brimob Kelapa Dua Depok, 10 relawan FPI Aceh itu didoktrin tentang jihad, tentu ala Sufyan Tsauri, termasuk diperbolehkan merampok serta membunuh siapa saja yang tidak sejalan. Berbeda berarti musuh, maka harus dilibas.Di Mako Brimob itu, relawan FPI Aceh dilatih menembak mengguakan peluru tajam oleh para beberapa prajurit bhayangkara dan oleh Sufyan sendiri.
"Saya bebas keluar masuk Mako Brimob karena mantan anggota Brimob yang dipecat karena ikut jihad, saya memiliki banyak teman di sini yang mendukung jihad," dalih Sufyan kepada para relawan yang bertanya.
Pelatihan itu tidak main-main, selama training menembak, tiap hari setiap relawan diberikan 30 hingga 40 peluru aktif ditambah uang saku per minggu.
Ketika para relawan FPI semakin tenggelam dalam semangat jihad tersebut, Sufyan menawarkan hal baru, yaitu pelatihan militer di hutan Jantho yang digelar pada Januari 2010. Selain Sufyan, dua anggota brimob ikut menfasilitasi pelatihan tersebut yang tidak hanya diikuti oleh 10 relawan, tapi juga oleh berbagai perwakilan organisasi Islam.
Jebakan Batman
Tiba-tiba, pada hari kedua pelatihan, Sufyan menghilang, tempat pelatihan diserbu oleh brimob dan Densus 88. Penggerebekan itu sempat menuai perlawanan dari peserta pelatihan, sehingga jatuh korban dari kedua belah pihak.
Beberapa hari kemudian, Sufyan "ditangkap" di Bekasi dan dideprotasi ke Polda Aceh tanpa diborgol serta tidak dikawal secara ketat lazimnya seorang tersangka teroris.
Tidak berselang lama, pada pertengahan 2010, latihan di hutan Jantho itu dituduhkan didukung dan disponsori oleh Ustad Abubakar Baasyir (ABB) dengan dalih JAT terlibat. Padahal kala itu ABB tidak tahu menahu dengan pelatihan tersebut, sama halnya dengan FPI Pusat yang juga tidak tahu menahu.
Akan tetapi ABB tetap mendapatkan getah dari kegiatan Sufyan Tsauri. Ia divonis 18 tahun penjara, berbeda jauh dengan Sufyan yang hanya dihukum beberapa tahun melalui persidangan yang penuh drama. Pada Indonesia Lawyer Club (ILC) 15 Mei 2018 ia terlihat ikut hadir bersama kapolri Tito karnavian.
Sufyan Tsauri, Brimob yang "Ditugaskan" membentuk Teroris Indonesia
Telah lama publik punya asumsi bahwa gerakan radikalisme di Indonesia, melibatkan orang-orang yang bertugas sebagai abdi negara. Mereka secara sembunyi-sembunyi bergerak untuk membentuk "klan" teroris di berbagai wilayah di Indonesia. Dari kabar burung yang beredar, gerakan ini dibangun untuk mempertahankan bisnis senjata api, operasi militer serta mempertahankan eksistensi Amerika Serikat di Indonesia dan Asia Tenggara.
Cerita paling gamblang pernah ditulis oleh Azwani, warga Kabupaten Bireuen yang pernah direkrut oleh Sufyan Tsauri sebagai salah satu teroris di Indonesia, dengan dalih untuk membangun gerakan jihad di Indonesia. (Baca: Pengakuan Seorang Teroris Asal Bireuen)
Dalam tulisannya tersebut Azwani memaparkan bahwa Sufyan Tsauri merupakan salah satu Brimob yang menjalankan misi ganda di Indonesia.Ia sendiri baru menyadari bahwa yang merekrutnya adalah anggota Brimob, justru ketika dirinya sudah berda dalam jaringan tersebut.
"Setelah bergabung barulah saya mengetahui bahwa yang merekrut kami adalah anggota Korps Brigade Mobil (Brimob) yaitu Sofyan Atsuri. Saat itu sering diadakan latihan militer dalam komplek Mako Brimob di kawasan Kelapa Dua, Depok yang membuat kami mahir dalam menembak, baik jarak dekat maupun jauh," tulis Azwani seperti dikutip oleh Dialeksis, Senin (21/5/2018).
Lalu benarkah Sufyan adalah kaki tangan kekuatan tertentu di Indonesia, yang bersumber dari dalam Kepolisian RI?
Pasca penggerebekan pelatihan teroris di Jantho, Aceh Besar, Sufyan ditangkap di Bekasi. Setelah "dideportasi" ke Polda Aceh dan melalui pengadilan yang penuh drama, ia kemudian divonis beberapa tahun, berbeda jauh dengan Abu Bakar Baasyir, yang mendapatkan hukuman 18 tahun penjara, walau disebut-sebuit tidak terkait sama sekali dengan pelatihan teroris di Jantho. Pada Indonesia Lawyer Club (ILC) 15 Mei 2018 Sufyan Tsauri terlihat ikut hadir bersama kapolri Tito karnavian. Sungguh membingungkan?