Beranda / Berita / Pengamat: RUU Terorisme Bagai Buah Simalakama

Pengamat: RUU Terorisme Bagai Buah Simalakama

Sabtu, 19 Mei 2018 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +



Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Soleman B. Ponto


Dialeksis.com | Mantan Kepala Badan Intelejen Strategis (KABAIS), ) Soleman B. Ponto, ST, MH, Menyatakan bahwa  RUU Terorisme bagaikan si buah simalakama, ada yang merindukan agar dapat dipakai sebagai obat mujarab untuk memberantas terorisme, tapi pada saat bersamaam ada yang yang dapat menggunakan RUU sebagai alat untuk menggulingkan pemerintah.

"Ada tiga pasal yang perlu mendapat perhatian, yaitu Pasal 28, pasal 43 C dan pasal 43 D ayat  (2) huruf f " ujar Soleman kepada DIALEKSIS, Jumat (18/5/2018).


Pasal 28 berbunyi : (1)     Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap  orang yang  diduga melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti  permulaan yang cukup dalam waktu paling lama 14 (empat belas ) hari. Kemudian ayat  (2)    Dalam hal waktu penangkapan sebagaimana dimaksud pada     ayat (1) tidak cukup, penyidik dapat mengajukan permohonan     perpanjangan penangkapan kepada Kejaksaan Agung paling lama 7 (tujuh) hari.


"Artinya, bahwa bila penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup     atas pelanggaran terhadap perbuatan yang diatur dalam pasal-pasal yang ada didalam Undang-undang ini, maka Penyidik dapat melakukan penangkapan selama 14 + 7 + 21 hari" jelasnya.


Kemudian Pasal  43 C berbunyi : (1)    Kontra Radikalisasi merupakan suatu proses terencana,terpadu, sistimatis dan berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar     paham radikal terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan     penyebaran paham radikal terorisme.


Menurut Soleman, Bunyi pasal ini sangat subyektif

" pertama,  Siapa orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme ? kedua,  Bagaimana menentukan bahwa sesorang itu rentan papar atau atau Apa tolok ukur menyatakan bahwa sesorang "Rentan terpapar" ?     Apakah Janggut panjang, sorban, Celana cingkrang, berjilbab,     bercadadar  dapat dikatakan  rentan terpapar paham  radikal     terorisme  ? terakhir  Apa yang disebut paham radikal terorisme ?" ujarnya.


Sampai hari ini, stigma paham radikal terorisme adalah Radikal Islam.  

"maka yang rentan terpapar paham radikal terorisme adalah umat Islam. Oleh karena tidak ada tolok ukur rentan terpapar, maka Penyidik secara sepihak dapat menentukan bahwa seseorang itu Rentan     Terpapar atas paham radikal terorisme sehingga wajib mengikuti Proses Kontra Radikal. Janggut panjang, sorban, Celana cingkrang,  berjilbab, bercadadar  dapat digunakan penyidik sebagai bukti rentan terpapar paham  radikal terorisme. Orang yang telah ditentukan secara sepihak itu "wajib" mengikuti     Proses Radikalisasi.  Bila orang itu menolak, maka orang itu telah melanggar pasal 43 C Undang-undang Terorisme, sehingga Penyidik dapat Melakukan Penangkapan selama 21 hari sebagaimana yang diatur pada pasal 28 Undang-undang Terorisme" ungkapnya


Jadi terlihat jelas, dengan menggunakan pasal 43 C ini, Penyidik     menjadi sangat berkuasa.


"Penyidik dapat menentukan seenaknya     sendiri orang-orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme.     orang yang telah ditentukan itu walaupun tidak merasa tidak     rentan terpapar paham Radikal terorisme, WAJIB mengikuti Proses Kontra radikalisasi Radikalisasi itu. Bila orang itu MENOLAK, maka Penolakan itu dapat digunakan penyidik sebagai Bukti untuk      menangkap orang itu berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh     pasal 28.


Terakhir Pasal  43 D ayat (2) huruf f berbunyi  : Deradikalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada Orang atau sekelompok orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme.


"Kalau pada pasal 43 C Proses Kontra radikal untuk orang-orang yang     rentan terpapar, maka pada pasal 43 D ini ditujukan kepada orang-    orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme.  Jadi, penyidik dapat secara sepihak menentukan bahwa orang yang     ber Janggut panjang, sorban, bercelana cingkrang, berjilbab,     bercaadar dapat dikatakan telah terpapar     paham radikal terorisme.  Jelas sekali bahwa gabungan dari pasal 28, 43 C dan 43 D huruf f telah membuat penydik menjadi superman"

ia juga menyebut Penyidik dapat seenak sendiri menentukan orang-orang yang WAJIB mengikuti program Kontra radikalisasi dan deradikalisai." Orang-orang yang merasa tidak bersalah itu tidak bisa melawan, karena bila mereka MEMBANGKANG, maka Penyidik DAPAT MENANGKAP mereka berdasarkan pasal  28" pungkasnya.

Dengan kondisi yang demikian ini, Pengesahan RUU akan menjadi Bumerang bagi pemerintah. Pemerintah akan di cap sebagai pemerintah yang otoriter. Seruan agar umat islam bersatu untuk melawan pemerintah pasti akan dikumandangkan. UU ini akan dinyatakan sebagai alat pemerintah untuk menghancurkan akatifis islam. Kegaduhan politik tidak akan terhindarkan.

.Dengan perkiraan kondisi seperti itu, saya menyarankan Agar RUU Tindak Pidana jangan disahkan dulu. Kalaupun akan disahkan maka pasal 43 C dan 43 D agar dihapus " pungkasnya. [arn ]

Keyword:


Editor :
HARIS M

riset-JSI
Komentar Anda