kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Ketika Si Kaya Memegang “Pisau” Hukum

Ketika Si Kaya Memegang “Pisau” Hukum

Sabtu, 09 November 2024 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Keluarga Dini Sera Afrianti, korban tewas dalam kasus penganiayaan oleh kakasihnya Gregorius Ronald Tanur. (Foto/Istimewa).


DIALEKSIS.COM | Indept- Si miskin yang ingin mendapatkan keadilan di Bumi Pertiwi bagaikan membentur diri ke tembok, sulit untuk ditembus. Sementara si kaya, dengan harta, kekuatan dan kelicikanya, mampu mengubah keadaan dan memenangkan “pertarungan”.

Hukum dibumi Pertiwi bagaikan mata pisau, tajam ke bawah tumpul ke atas. Istilah ini sudah tidak asing lagi. Banyak kasus yang ahirnya bermunculan bagaikan mata pisau, tumpul ke atas tajamnya ke bawah.

Salah satu kasus yang kini menjadi perhatian publik perkara Ronald Tannur. Perkara ini mengambarkan bagaimana tajamnya mata pisau yang dipegang oleh mereka yang punya kekayaan, punya jaringan dan kekuatan, bahkan bisa memilih hakim untuk memutuskan perkara.

Lihatlah bagaimana kasus Ronald Tannur yang kini menggegerkan negeri. Karena kasusnya 6 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk ibu kandungnya yang menyuap. Tiga hakim yang memutuskan perkara, juga sudah masuk jeruji besi.

Demikian dengan penasehat hukumnya, serta pihak yang menjadi makelar kasus, mantan pejabat di Bumi ini juga ikut digelandang ke hotel gratis yang disiapkan negara.

Kasusnya tidak sampai di sana. Harta kekayaan mereka yang terlibat dalam kasus ini juga sudah digaruk. eks Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA Zarof Ricar, misalnya, ketika digerebek uang yang berhasil disita sangat mengejutkan.

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, tidak bisa merinci uang hampir Rp 1 triliun atau tepatnya Rp 996 miliar yang ia dapat dari hasil pengurusan perkara karena sudah lupa.

Uang tersebut ditemukan Kejaksaan Agung (Kejagung) setelah menggeledah rumah Zarof di Senayan, Jakarta. Selain uang, Kejagung juga menemukan emas seberat 51 kilogram.

Penggeledahan dilakukan usai Kejagung menangkap Zarof di Hotel Le Meridien Bali pada Kamis (24/10/2034) setelah ia diduga terlibat kasus suap.

Lima tersangka lainya, tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Kemudian, Lisa Rahmat selaku pengacara Ronald Tannur dan Meirizka Widjaja (MW) ibu kandung Ronald telah mengucurkan suap kepada hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sebesar Rp 3,5 miliar.

Bahkan tidak tertutup kemungkinan Edward Tannur ayahnya Ronald, bakal menjadi tersangka, dimana kini sang ayah sedang mengikuti proses pemeriksaan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) di Surabaya.

Bagaimana kisah permainan hukum dalam hilangnya nyawa korban Dini Sera Afrianti, pada 2023?. Ahirnya bukan hanya Ronald Tannur namun kini sudah bertambah enam tersangka lainya dan tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka lainya. Dialeksis.com merangkumnya dalam sebuah catatan.

Awal kisah

Ronald Tannur adalah anak anggota DPR RI Fraksi PKB, Edward Tannur. Nama Ronald sempat menjadi perhatian publik karena menganiaya kekasihnya, Dini Sera Afrianti pada Rabu (4/10/2023).

Penganiayaan dilakukan usai mereka karoake di salah satu club malam di Surabaya. Video Dini terkapar di basement dalam kondisi tak sadarkan diri pun sempat beredar di media sosial. Kasus tersebut berawal saat Ronald dan korban malam malam pada Selasa (3/10/2023) sekitar pukul 18.30 WIB.

Seperti dilansir Kompas.com, setelah itu keduanya pergi ke tempat karaoke di sekitar Jalan Mayjend Jonosoewojo, Surabaya setelah dihubungi oleh rekannya. Mereka tiba pukul 21.00 WIB dan bergabung dengan tujuh rekannya untuk karaoke dan minum minuman keras.

Pada Rabu (4/10/2023) sekitar pukul 00.30 WIB, Ronald dan kekasihnya terlibat cekcok dan sempat disaksikan oleh petugas yang ada di lokasi kejadian.

"Ronald menendang kaki kanan hingga korban terjatuh sampai posisi duduk. Lalu GRT memukul kepala korban dengan menggunakan botol minuman keras," kata Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce, (6/10/2023).

Ronald juga melindas sebagian tubuh kekasihnya dengan mobil mobil bernomor polisi B 1744 VON hingga terseret setidaknya sejauh lima meter. Saat itu pelaku juga sengaja menginjak gas mobil ketika korban masih duduk di lantai dengan bersandar pada pintu mobil.

"Si pelaku melihat korban berada di sisi kendaraan yang sedang duduk. Namun (pelaku) memasuki kemudi kendaraan, tidak ada kata awas dari si pelaku," jelas Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono pada 11 Oktober 2023.

Ia juga mengatakan Ronald sempat memukul kepala korban sebanyak dua kali saat berada di lift menuju basement.

Saat tahu kekasihnya dalam kondisi tak berdaya, Ronald membawa Dini ke apartemen yang ada di Jalan Raya Lontar menggunakan kursi roda. Ia juga sempat memberikan napas buatan, namun sang kekasih sudah tak bergerak.

Lalu Ronald membawa Dini ke ke Rumah Sakit (RS) National Hospital Surabaya. Saat tiba di rumah sakit, korban dinyatakan sudah meninggal dunia. Ronald Tannur sempat membuat laporan palsu atas kematian korban dengan maksud menghindari jerat hukum.

Ronald Tannur mendatangi Polsek Lakarsantri Surabaya usai dokter National Hospital menyatakan Dini tewas. Kepada polisi, Ronald bilang kalau ada perempuan meninggal di Apartemen Surabaya Barat, setelah asam lambung kambuh. Dari informasi yang diberikan pelaku tersebut, Polsek Lakarsantri dan Inafis Polrestabes Surabaya mendatangi lokasi.

Awalnya, polisi sempat percaya dengan laporan Ronald. Ketika diwawancara sejumlah media, pejabat Polsek Lakarsantri mengatakan bahwa Dini tewas karena penyakit bawaan, yaitu asam lambung. Atas berita tersebut, teman-teman Dini menyebarkan bukti-bukti kondisi terakhir korban ketika dari Blackhole KTV Club, Lenmarc Mall, bersama Ronald.

Akhirnya Satreskrim Polrestabes Surabaya memutuskan mengambil alih kasus tersebut. Beberapa tim pun disebar untuk mencari informasi. Di situlah kejanggalan mulai terungkap. Pada Rabu, 4 Oktober 2023 sekira pukul 23.00 WIB, jenazah Dini diotopsi di RSUD dr Soetomo.

Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce mengatakan, tersangka merupakan anak dari anggota DPR RI dari Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Edward Tannur.

"Korban dan tersangka GRT, mereka berdua menjalin hubungan sejak bulan Mei 2023, kurang lebih lima bulan," paparnya, Jumat (6/10/2023)

Kasusnya Berdasarkan hasil otopsi, ditemukan sejumlah luka di tubuh korban, baik pada tubuh luar maupun dalam.

“Pemeriksaan luar, kami temukan luka memar kepala sisi belakang, kemudian pada leher kanan-kiri, pada anggota gerak atas,” ujar perwakilan tim forensik RSUD Dr Soetomo, dr Reny, Jumat (6/10/2023).

Tim forensik juga mendapati memar di bagian dada kanan dan tengah, perut kiri bawah, lutut kanan, tungkai kaki atas atau paha, serta punggung kanan korban.

Dibebaskan

Persidangan Ronald Tannur yang didakwa dengan tuntutan 12 tahun hukuman penjara serta restitusi Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan, mengejutkan banyak pihak. Majelis hakim yang menyidangkanya membebaskan Ronald dari segala tuntutan.

Sidang putusan kasus tewasnya Dini Sera itu digelar di PN Surabaya pada Rabu (24/7/2024). Majelis hakim yang mengadili Ronald Tannur ini diketuai oleh Erintuah Damanik dengan hakim anggota Mangapul dan Heru Hanindyo.

Majelis hakim menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti melakukan pembunuhan sebagaimana didakwakan oleh jaksa. Hakim membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan serta tuntutan hukuman 12 tahun penjara serta restitusi Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan yang dituntut oleh jaksa.

Hakim menyatakan tidak melihat fakta sebagaimana diuraikan jaksa dalam dakwaan. Hakim meyakini Dini (korban) berada di luar alur kendaraan yang dikendarai Ronald Tannur. Hakim menyatakan tidak terdapat perbuatan dari Ronald Tannur yang diniatkan untuk membunuh atau merampas nyawa orang lain.

Vonis bebas itu langsung menuai protes dari keluarga Dini. Pihak keluarga melaporkan hakim ke Komisi Yudisial hingga Badan Pengawas MA. Kejaksaan juga melawan vonis itu dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Publikpun membahas tentang ponis bebas ini. Kasasi yang diajukan jaksa juga berproses di pengadilan hingga adanya sebuah keputusan. Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Lewat kasasi, MA menghukum Ronald Tannur dengan pidana penjara selama lima tahun.

"Amar putusan: kabul kasasi penuntut umum, batal judex facti," demikian amar putusan dikutip dari laman Kepaniteraan MA.

Perkara nomor: 1466/K/Pid/2024 diperiksa dan diadili oleh ketua majelis kasasi Soesilo dengan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Panitera Pengganti Yustisiana. Putusan tersebut dibacakan pada Selasa, 22 Oktober 2024.

Ronald diputus bersalah melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang perbuatan penganiayaan yang menyebabkan kematian. Sebagaimana dakwaan alternatif kedua penuntut umum.

"Terbukti dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP - Pidana penjara selama 5 (lima) tahun - barang bukti = Conform Putusan PN - P3 : DO," demikian bunyi amar putusan kasasi.

Kecewa dengan Putusan Kasasi

Namun keputusan MA itu membuat pihak kejaksaan kecewa. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim) Mia Amiati mengakui, pihaknya kecewa dengan putusan kasasi yang menghukum terpidana kasus pembunuhan dan penganiayaan Gregorius Ronald Tannur (32), hanya dengan pidana lima tahun penjara.

Kekecewaan itu, kata Mia, karena majelis Hakim Agung kasasi di Mahkamah Agung (MA) menyatakan Ronald terbukti bersalah seusai dengan dakwaan kedua penuntut umum, yakni Pasal 351 KUHP ayat 3, tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.

"Jadi, artinya bahwa di sini terdakwa benar-benar terbukti bersalah, meskipun dari hukuman [lima tahun] kami kecewa, boleh kecewa. Tapi kami sudah bisa berbesar hati karena Ronald terbukti bersalah," kata Mia, dalam keteranganya kepada media Minggu (28/10).

Menurutnya, dalam perkara ini jaksa mendakwa Ronald dengan tiga alternatif dakwaan.Pertama dakwaan dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Dakwaan kedua, dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian. Kemudian dakwaan ketiga Pasal 359 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP.

“Tuntutan yang kami ajukan adalah tuntutan dengan mencoba menuntut dengan pidana 15 tahun penjara di mana, di kami pada Pasal 338 KUHP, tapi tidak bisa dibuktikan oleh keyakinan majelis hakim akhirnya di putus Pasal 351 ayat 3 KUHP," ucapnya.

Tak hanya itu, dalam proses persidangan jaksa juga sudah mengungkap semua bukti yang mereka temukan dalam peristiwa pembunuhan Ronald terhadap korban Dini Sera Afrianti (29).

"Kami dalam pembuktian proses persidangan sesuai bukti yang kami miliki, kami ungkap semua, dari mulai CCTV, semua peristiwa jadi petunjuk terhadap apa yang kami tuangkan dalam tuntutan kami," ujarnya.

Atas dasar kekecewaan itulah, Mia mengatakan, pihaknya mempertimbangkan akan mengajukan peninjauan kembali (PK). Namun sebelum upaya hukum itu dilakukan, jaksa bakal mengumpulkan bukti-bukti baru terlebih dahulu.

"Kita upayakan, karena semua teman-teman tahu kalau novum adalah alat bukti yang belum pernah diajukan dalam saat proses persidangan. Kalau misal ke depan ada bukti baru pasti kita akan upayakan, nanti kita akan miminta penunjuk pimpinan. Dan kita harus punya alat bukti yang jelas untuk diajukan ke majelis pada tingkat PK nanti," kata Mia.

Duka Keluarga

Duka dan rasa kecewa yang mendalam disampaikan keluarga Dini Sera Afrianti. Korban tewas yang pelakunya tak lain adalah kekasihnya sendiri Gregorius Ronald Tanur. Duka dan kekecewan itu semakin membuat perih ketika mendengarkan pelaku pelaku divonis bebas pada 24 Juli 2024 oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

Bebasnya Gregorius Ronald Tannur diprotes keras oleh keluarga korban di Sukabumi, Jawa Barat. Hal itu diungkapkan Ruli Diana Puspitasari, kakak korban. Dia mengaku kecewa dengan keputusan hakim yang membebaskan pelaku. Keluarga menginginkan pelaku tetap dihukum setimpal sesuai perbuatannya. Seperti dilansir lupitan 6.com,

“Kecewa, keluarga sangat sedih mendengar keputusan itu, ya sebisa mungkin, sebisa mungkin diperjuangkan lagi sedangkan kalau keluarga tidak tau menau ini itu tau-tau udah dibebasin,” ungkap Ruli saat ditemui di rumah duka, di Desa Babakan, Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi, Sabtu (27/7/2204).

Dia mengatakan, keputusan hakim itu dinilai tak sesuai dengan tindakan pelaku yang sangat keji terhadap korban. Namun, dengan hasil keputusan pengadilan Negeri Surabaya pelaku divonis bebas oleh Majelis Hakim. Keputusan itu membuat membuat keluarga Dini kecewa.

“Tadinya hukuman mau dua belas tahun yah, sekarang tau tau udah dapat kabar udah mau bebas, kami sekeluarga sangat sedih dan kecewa dengan putusan pak hakim dan pak jaksa,” tuturnya.

Sebelumnya jaksa menuntut pelaku Ronald Tanur dihukum 12 tahun penjara. Saat ini pihak keluarga berharap ada pertanggungjawaban dari pelaku karena telah menghilangkan nyawa korban.

Sementara itu, Kuasa Hukum keluarga korban, Dimas Yemahura mengatakan, perihal dengan putusan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Surabaya, dinilai sangat mengecewakan dan memprihatinkan.

Pihaknya menyebut, karena peran hakim di kasus tersebut, telah memberikan putusan yang menurutnya sangat mencederai keadilan bagi dirinya yang mewakili keluarga korban.

Setelah mendengar keputusan tersebut, ia selaku kuasa hukum keluarga korban, akan mengambil upaya langkah hukum dengan mengajukan banding.

“Iya, karena keputusan hakim itu tidak adil bagi korban yang juga meninggalkan satu orang anak di Sukabumi. Makanya, kami selaku kuasa hukumnya akan melakukan upaya hukum terhadap hakim yang memutus perkara ini dari sisi kami sebagai kuasa hukum korban,” ujar Dimas.

Selain itu pihaknya akan melakukan komunikasi kepada jaksa dan meminta kepada jaksa untuk berani mengambil langkah hukum lebih lanjut. Yakni, melakukan banding sehingga perkara ini diputuskan dengan seadil-adilnya.

Lanjut dia, terlebih lagi korban maupun keluarga korban bukan berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas dan berbanding terbalik dengan kondisi terdakwa.

"Tentu dengan adanya putusan ini menjadi sebuah pelajaran, menjadi sebuah bukti bahwasanya keadilan di Indonesia ini masih sulit untuk didapatkan dan diperjuangkan," terang dia.

Namun kini keputusan MA ditingkat kasasi telah memvonis pelaku dengan kurungan 5 tahun. Putusan itu ahirnya menguak adanya permainan para mafia di pengadilan. Putusan yang menyayat hati pencari keadilan.

Kekecewaan itu juga disampaikan Keluarga Dini Sera Afrianti (29) warga Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Mereka kecewa atas putusan Mahkamah Agung yang memvonis Gregorius Ronald Tannur 5 tahun penjara dalam kasus pembunuhan.

Ujang Suherman selaku ayah Dini dalam penjelasanya kepada media mengungkapkan kekecewaannya atas vonis 5 tahun yang dijatuhkan bagi Ronald. Menurutnya, dengan ada kasus suap ini seharusnya terdakwa mendapatkan hukuman lebih.

" Kami kecewa , pasalnya tuntutan 12 tahun langsung ada kejadian lagi divonis bebas dan suap, tapi kenapa hukumannya jadi jatuh hanya lima tahun, “ sebut Ujang saat ditemui media di rumah duka, Kampung Gunungguruh Girang, Desa Babakan, Kecamatan Cisaat, Minggu (3/11/2024).

Ujang berpendapat seharusnya lebih dari lima tahun lah. Ya maksimalnya kalau bisa 20 tahun ya, paling ringan dari 12 tahun," kata

Pengakuan Ujang, jauh sebelum kasus suap yang melibatkan tiga hakim PN Surabaya terungkap, dia sempat kedatangan seseorang yang meminta agar kasus ini tak dilanjutkan dengan kompensasi sejumlah uang. Permintaan itu ditolak oleh pihak keluarga dan kuasa hukum.

Keluarga korban berharap, putusan MA ini bukanlah akhir bagi Ronald. Keluarga masih menaruh harapan agar kuasa hukum dan Kejaksaan Surabaya dapat mengajukan PK atas vonis 5 tahun penjara.

Bau Busuk Mafia Peradilan

Usai putusan kasasi diumumkan, Ronald dijatuhi hukuman lima tahun penjara, bau busuk mafia pengadilan ahirnya terungkap ke publik, permainan uang, hakim dapat dibeli dan hukum dipermainkan menghiasi pemberitaan negeri ini.

Ronald ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Tiga hakim yang membebaskanya juga merasakan hidup dalam jeruji besi, Demikian dengan penasihat hukumnya, dan makelar kasus, serta ibu kandung Ronald dan tidak tertutup kemungkinan ayah kandungnya juga akan merasakan hidup dalam penjara.

Ronald telah ditangkap di kediamannya di Pakuwon City Virginia Regency E 3, Surabaya, Minggu (27/10). Anak eks Anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur itu sudah dijebloskan ke Rutan Medaeng Klas I Surabaya.

Tiga hakim PN Surabaya pengadil kasus Ronald, yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo ditangkap Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, di sejumlah tempat di Surabaya, Rabu (23/10). Penyidik juga membekuk pengacara Ronald bernama Lisa Rahmat di Jakarta.

Kejagung menduga tiga hakim tersebut menerima suap agar membebaskan Ronald Tannur. Penyidik Kejagung juga menyita Rp 20 miliar terkait dugaan suap dan gratifikasi tiga hakim PN Surabaya itu. Uang itu didapat dari penggeledahan di enam lokasi, dengan berbagai pecahan mata uang asing.

"Selain penangkapan, tim penyidik juga melakukan penggeledahan ada di beberapa tempat di beberapa titik terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi penyuapan dan/atau gratifikasi,” sebut Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kejagung, Rabu (23/10/2024).

Penangkapan itu sehubungan dengan perkara tindak pidana hukum yang telah diputus di Pengadilan Negeri Surabaya atas nama terdakwa Ronald Tannur," jelasnya.

Bukan hanya tiga hakim yang menyidangkan kasus ini yang ditangkap, namun penangkapan juga dilakukan terhadap Lisa Rahmat (LR) selaku pengacara Ronald Tannur yang diduga pemberi suap.

Tidak sampai hanya disitu, Kejagung kemudian melakukan pengembangan perkara dan mengamankan mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA, Zarof Ricar.

Mantan pejabat MA itu ditangkap di Bali pada Kamis (24/10/2024). Zarof dibawa ke Jakarta untuk proses hukum lebih lanjut. Kejagung kemudian menetapkan Zarof sebagai tersangka dan pihak Kejagung melakukan penggeledahan.

Sebuah kejutan terjadi, saat pihak Kejagung melakukan penggeledahan, ada uang tunai Rp 920 miliar dalam pecahan mata uang asing yang ditemukan saat menggeledah kediaman Zarof.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan penyidik menemukan uang tunai Rp 5.725.075.000 (Rp 5,7 miliar), 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar Amerika Serikat (AS), 483.320 dolar Hong Kong, dan 71.200 euro.

"Bila seluruhnya dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp 920.912.303.714 (Rp 920 miliar)," jelas Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Jumat (25/10/2024).

Selain itu penyidik juga menyita emas yang seluruhnya memiliki berat 51 Kg dan nilainya setara Rp 75 miliar. Penyidik yang bertugas sampai kaget saat menemukan uang yang begitu banyak. Penyidik tidak menduga akan menemukan uang sebanyak itu.

Bagaimana Zarof bisa menyimpan uang sebanyak itu? Zarof yang sudah menjadi tersangka, menyerahkan kasusnya kepada penasihat hukum Handika Honggowongso. Menurut penasihat hukum ini, uang Rp 920 miliar yang berada di rumah kliennya itu tidak semua berasal dari makelar kasus (markus).

Hal itu menurutnya, berdasarkan pengakuan Zarof. “Banyak juga kok uang yang bersumber dari causa yang sah,” kata Handika kepada Tempo, Jumat, 08 November 2024.

Meski tak semua berasal dari makelar kasus, kuasa hukum Zarof Ricar itu belum dapat membeberkan dari mana saja uang Rp 920 miliar itu didapat oleh kliennya. “Iya (tidak semua dari markus). Demikianlah kenyataannya. Tapi saya belum bisa berkomentar lebih jauh. Akan ada waktu dan tempatnya untuk menguji hasil riksa penyidik nanti,” kata dia.

Kasus dugaan pembunuhan Dini Sera telah menyeret Zarof. Sepandai pandainya tupai melompat sesekali jatuh juga. Ahirnya tiga hakim, penasehat hukum terdakwa dan makelar kasus dan ibu kandung Ronal harus menginap dihotel prodeo karena perbuatanya melawan hukum.

Peran Meirizka Widjaja (MW) ibu kandung Ronald dijelaskan Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kejagung RI, Senin (4/11/2024). Qohar mengatakan awal MW menghubungi Lisa Rahmat untuk menjadi penasihat hukum Ronald Tannur.

"Tersangka MW ibu Ronald Tannur awalnya menghubungi LR (Lisa Rahmat) untuk minta yang bersangkutan bersedia menjadi penasihat hukum Ronald Tannur, kita ketahui bahwa ibunda Ronald Tannur ini berteman akrab dengan LR dan anak MW ini, pernah satu sekolah jadi mereka sudah lama saling kenal," kata Qohar.

Seperti dilansir Detik.com, Qohar mengatakan, pada 5 Oktober 2023, Meirizka Widjaja bertemu dengan Lisa Rahmat di salah satu kafe di Surabaya untuk membicarakan kasus Ronald Tannur yang berlanjut keesokan harinya di kantor Lisa Rahmat. Di sana, Lisa Rahmat meminta kepada Meirizka Widjaja bahwa ada biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurusi kasus Ronald Tannur.

"Pada 6 Oktober, di mana MW pada saat pertemuan dengan LR itu dilaksanakan di kantor LR di Jalan Kendal Sari Raya No 51-53 Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, LR menyampaikan pada tersangka MW ada hal-hal yang perlu dibiayai dalam pengurusan perkara Ronald Tannur dan langkah-langkah yang akan ditempuh," ujarnya.

Qohar mengatakan Lisa Rahmat meminta hakim Zarof Ricar (ZR) mengenalkannya kepada pejabat PN Surabaya yang bertujuan memilih majelis persidangan Ronald Tannur.

"Kemudian, LR meminta kepada ZR agar diperkenalkan kepada pejabat di PN Surabaya dengan inisial R dengan maksud untuk memilih majelis hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tannur," ujarnya.

Meirizka disebut jaksa telah bersepakat dengan Lisa Rahmat bahwa semua pembiayaan pengurusan perkara bersumber dari kantong ibunda Ronald Tannur. Jika dalam perjalanannya, Lisa Rahmat mengeluarkan uang maka itu atas kesepakatan juga dan akan diganti Meirizka ke depannya.

"Kemudian LR bersepakat dengan tersangka MW untuk biaya pengurusan perkara Ronald Tannur berasal dari tersangka MW, dan apabila ada biaya yang dikeluarkan LR yang terpakai lebih dulu untuk pengurusan perkara itu, maka tersangka MW akan mengganti di kemudian hari," ujar Qohar.

Meirizka Widjaja bersepakat dengan biaya pengurusan kasus anaknya. Qohar mengatakan awalnya Meirizka Widjaja mengeluarkan uang senilai Rp 1,5 miliar.

"Selama perkara Ronald Tannur sampai dengan putusan PN Surabaya, tersangka MW telah menyerahkan sejumlah uang kepada LR sejumlah Rp 1,5 M, yang diberikan secara bertahap," ujarnya.

Qohar lalu mengatakan, di tengah perjalanan, ada biaya lagi senilai Rp 2 miliar yang dikeluarkan Lisa Rahmat. Total uang yang dikeluarkan Meirizka Widjaja yakni senilai Rp 3,5 miliar kepada majelis hakim.

"Selain itu, LR juga menalangi sebagian biaya pengurusan perkara tersebut sampai putusan PN Surabaya sejumlah Rp 2 miliar, sehingga total Rp 3,5 miliar," ujarnya.

"Terhadap uang sebesar Rp 3,5 miliar itu menurut keterangan LR diberikan kepada majelis hakim yang menangani perkara. MW saat ini dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan," ujar Abdul Qohar

"Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap MW sebagai saksi, dan penyidik menemukan bukti yang cukup terkait suap/gratifikasi yang dilakukan MW sehigga penyidik meningkatkan status MW, ibu terpidana Ronald Tannur dari status semula yaitu saksi menjadi tersangka," kata Abdul Qohar.

Permainan ini oleh mereka yang punya uang dan kekuatan jaringan memberikan gambaran bagaimana bau busuknya pengadilan di negeri ini bila dijalankan oleh mereka yang memintangkan kepentingan pribadi dan menginjak hukum.

Punya uang dan kekuasan hukum dapat dibeli. Jeratan yang melilitnya mampu dilepaskan, padahal dia digiring dengan dakwaan kasus pembunuhan. Dia dituntut hukuman 12 tahun penjara serta restitusi Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.

Membeli hukum, mempergunakan kekuatan, bukanlah berita baru di Bumi Pertiwi. Namun walau memiliki kekuatan, dukungan harta untuk membeli hukum, jalanya tidaklah selamanya mulus.

Ronald Tannur sudah kembali membongkar bau busuk mafia pengadilan. Akankah muncul kasus lainya? Kapan hukum akan berpihak kepada keadilan bila harta dan kekuasaan diandalkan untuk meraih kemenangan. **** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda