kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Jembatan Kilangan Menunggu Akhir Cerita Berbau Penyimpangan

Jembatan Kilangan Menunggu Akhir Cerita Berbau Penyimpangan

Sabtu, 23 Oktober 2021 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo
Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah ketika meninjau pembangunan Jembatan Kilangan. (foto/Istimewa)

Namanya Kilangan, sebuah jembatan terpanjang di Aceh, mencapai 400 meter, serta oprit (jalan raya yang menghubungkan jembatan) mencapai 80 dan 60 meter. Dana yang dikucurkan terbilang besar, puluhan miliar rupiah (81,2 Miliar).

Jembatan yang menghubungkan Kecamatan Singkil dengan Kecamatan Kuala Baru ini direncanakan tahun 2022 selesai dibangun. Dananya secara bertahap (multiyears) menggunakan dana Otsus. Kilangan kini menjadi pembahasan, bukan hanya karena jembatan terpancang di Aceh, namun berbalut aroma korupsi.

Proyek ini sudah mulai berjalan sejak 2014 sampai dengan saat ini (2021) pembangunanya tetap dilanjutkan. Namun di tahun 2019, nama jembatan kilangan menuai masalah. Ada temuan BPK dan muncul surat Inspektorat.

Soal kelanjutan proyek di tahun anggaran 2019 banyak pihak yang menyorotinya. Anggaranya terbilang besar mencapai Rp 42,9 miliar. Proyek ini dikerjakan oleh PT Sumber Yoenanda. Perusahaan ini memenangkan tender, sesuai kontrak perjanjian kerja nomor 31-AC/Bang/PUPR/APBA/2019 tanggal 2 Juli 2019. Perusahaanya beralamat Jl Nasional Ds. Baharu Kecamatan Blangpidie - Aceh Barat Daya.

Soal dugaan korupsi di jembatan Kilangan anggaran tahun 2019 sudah banyak pihak yang meramaikan, bahkan pihak Kejati Aceh juga sudah menjajikan akan melakukan penyelidikan yang mendalam.

Namun sudah setahun mencuat kepermukaan, kasus dugaan korupsi ini belum jelas. Pihak Kejaksaan Tinggi Aceh belum memberikan keterangan tentang apa yang sudah mereka lakukan ditengah hingar bingarnya kasus ini dibicarakan.

Bagaimana sudah kelanjutan “taring” yang ditancapkan Kejati Aceh dalam mengendus kasus ini? Apa harapan publik terhadap kelanjutan pembangunan jembatan ini, Dialeksis.com berupaya merangkumnya.

Kejati Harus Tegas Jangan Melindungi

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, mempertanyakan status perkembangan penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh atas dugaan korupsi proyek Jembatan Kilangan tahun anggaran 2019.

Pihak Kejati sudah mengeluarkan surat perintah penyelidikan bernomor Print-02/L.1/Fd.1/01/2021 tanggal 19 Januari 2021. Hingga kini kasus itu sudah ditangani pihak Kejati hampir setahun. Namun belum ada perkembanganya.

"Kami meminta Kejati Aceh untuk bisa memberikan informasi kepada publik terhadap perkembangan kasus yang diusut tersebut, sehingga terhindar dari asumsi-asumsi buruk," jelas Alfian dengan tegas kepada Dialeksis.com, Kamis (21/10/2021).

Menurutnya, sudah ada hasil audit yang direkomendasikan kepada Pokja dan hasil audit BPKP Aceh juga sudah dilakukan. Artinya upaya terjadinya persekongkolan antara panitia perusahaan itu sangat kuat, terutama dari hasil audit Inspektorat Aceh yang sudah dikeluarkan, sebut Alfian.

MaTA berharap Kejati Aceh jangan ada upaya untuk melindungi kesalahan-kesalahan atau potensi pidana yang terjadi dalam pembangunan proyek jembatan Kilangan. Kejati Aceh sesegera mungkin untuk bisa memberikan informasi sejauh mana perkembangan penyelidikannya. Karena diketahui sejumlah pihak sudah ada yang dipanggil, jelasnya.

Menurut Alfian, dalam waktu yang sudah memasuki 10 bulan sejak penyelidikan Kejati Aceh, bukan waktu yang singkat dan publik sudah menunggu perkembangan dari kasus jembatan ini.

"Kalau kasus ini digantung ataupun tidak ada informasi apapun, sehingga tidak ada kepastian hukum, jadi patut diduga bahwa Kejati Aceh potensi bermain dalam kasus ini. Sebagaimana beberapa kasus lainnya ada yang mangkrak ditangani selama ini, kata Alfian.

Demikian dengan Nazaruddin yang akrab disapa Dek Gam, anggota DPR RI Komisi III, juga meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk segera menuntaskan kasus dugaan korupsi proyek Jembatan Kilangan.

Anggota DPR RI utusan negeri Serambi Mekkah ini menyebutkan, pihaknya jauh jauh hari ketika kasus dugaan korupsi ini mencuat, sudah meminta pihak Kejaksaan Tinggi Aceh untuk serius mengungkapkanya.

"Saya minta Kejati Aceh harus menyelesaikan kasus ini, kejelasan hukumnya harus jelas. Jangan digantung, informasi yang saya terima sejumlah pihak sudah dipanggil, tapi sampai sekarang tidak tahu sudah sejauh mana kasus itu," sebut Dek Gam.

Apalagi kasus tersebut sudah menjadi perhatian publik. Untuk itu, Dek Gam meminta kepada Kajati Aceh  segera menetapkan tersangka apabila bukti dalam kasus tersebut sudah cukup.

"Saya rasa sudah sangat cukup alat bukti kasus ini, saya memang mengawal terus kasus ini, apalagi sejumlah LSM sudah menyampaikan laporan kepada saya soal kasus ini. Aceh beruntung punya Kejati Aceh yang konsen pada pemberantasan korupsi, saya apresiasi kerja-kerja Kajati Aceh selama ini," sebut politisi PAN ini.

Selain itu, Koalisi Peduli Aceh (KPA) juga pernah melakukan orasi di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh. Mereka meminta agar pihak Kejati mengusut tuntas dugaan kecurangan yang terjadi di tender proyek multiyears pada pembangunan Jembatan Kilangan, Aceh Singkil.

Orator sekaligus penanggung jawab Koalisi Peduli Aceh, Syarbaini mengatakan proyek multiyers sudah menjadi permasalahan besar di Aceh. Untuk itu pihaknya meminta agar Kejati Aceh menjadi penengah permasalahan ini.

Pihaknya menunggu kinerja Kejati Aceh, karena proyek multiyers merupakan uang rakyat bukan uang penjabat. jadi kasus ini harus dituntaskan. KPA juga menyayangkan sikap Gubernur Aceh bersikeras agar proyek multiyers harus dilanjutkan, disaat negeri ini dilanda pandemi.

Temuan

Pelaksanaan proyek multiyears ini sudah “digaruk” KPK ketika turun ke lapangan, Dari data yang berhasil Dialeksi.com dapatkan, pihak inspektorat Aceh juga melayangkan surat kepada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Aceh, terkait laporan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK Aceh terhadap laporan keuangan Pemerintah Aceh tahun anggaran 2019.

Menurut surat Inspektorat Aceh, bahwa terjadinya post bidding dalam proses pengadaan pembangunan Jembatan Kilangan (Otsus Aceh) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Aceh, serta pembayaran 100% dilakukan sebelum pekerjaan selesai dilaksanakan.

Menurut Inspektorat, tujuan pemeriksaan tersebut untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut atas dugaan tindakan diskriminatif Pokja pemilihan IV dan merekomendasikan pengenaan sanksi sesuai dokumen pemilihan Nomor: 02/Dok.Tek/Pokja. IV/PUPR.17/2019 tanggal 25 April 2019 kepada pihak-pihak yang terlibat atas tindakan diskriminatif Pokja dalam melaksanakan tugasnya.

Selanjutnya, melakukan pemeriksaan atas waktu penyelesaian jembatan Kilangan sesuai kondisi sebenarnyan dan menghitung sanksi denda keterlambatan yang masih harus disetorkan dan menyetorkannya ke kas pemerintah Aceh.

Adapun Jadwal pelaksanaan pemeriksaan mulai tanggal 22-26 Juli 2020, 06-10 Agustus 2020 dan 13-17 Agustus 2020. Nama paket proyek tersebut, Pekerjaan Pembangunan Jembatan Kilangan Kabupaten Aceh Singkil dengan nilai kontrak sebesar Rp 42,9 Miliar.

Kontraktor pelaksana, PT. Sumber Cipta Yoenanda. Pembangunan itu bersumber dari anggaran APBA tahun 2019.

Inspektorat Aceh menyimpulkan, pertama, pemeriksaan terhadap dokumen pemilihan yang terdiri dari dokumen kualifikasi dan dokumen tender menunjukkan bahwa dokumen laporan keuangan PT Sumber Cipto Yoenanda yang tidak ada disampaikan pada form isian kualifikasi.

Tidak diunggah pada SPSE, hal ini bertentangan dengan Pasal 30.8 pada dokumen pemilihan serta BAB VIII pada dokumen pemilihan merupakan tindakan diskriminatif yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dengan adanya persengkokolan dalam tender pengadaan pembangunan Jembatan Kilangan.

Kedua, menurut Inspektorat Aceh, pelaksanaan dilakukan melebihi dari kontrak dan PPK memberikan kesempatan kepada penyedia jasa untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi melalui addendum kontrak.

Memberi kesempatan penyelesaian pekerjaan selama 6 hari kalender dengan denda sebesar 1/1000 per hari dari sisa nilai kontrak sebagaimana tercantum dalam dokumen SSKK pasal 68,4(c) tentang denda keterlambatan.

Adapun besar denda keterlambatan untuk setiap hari keterlambatan adalah 1/1000 dari harga bagian kontrak yang belum dikerjakan dan telah disetor Ke Kas Daerah melalui pemotongan langsung pada SPM.

Inspektorat menyarankan kepada Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Aceh, berdasarkan hasil pemeriksaaan BPK untuk mengenakan sanksi tegas kepada Kelompok Kerja Pemilihan-IV Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Aceh Tahun Anggaran 2019.

Peringatan berbentuk surat itu tertuang dalam surat keputusan Nomor: 703/039/IA-LHPK/2020 yang ditandatangani langsung oleh Inspektur Aceh, Ir Zulkifli selaku Pembina Utama Madya.

Oleh karenanya, BPK juga memerintahkan kepada Kepala Dinas PUPR Aceh untuk melakukan pengenaan sanksi pencantuman dalam daftar hitam kepada PT Sumber Cipta Yoenanda. Karena perusahaan ini menyampaikan dokumen laporan keuangan yang diduga palsu.

Menurut Kejati

Soal hingar bingar dugaan korupsi di ruas jembantan terpanjang Aceh ini, pihak Kejati yang menangani kasus jembatan Kilangan juga memberikan pernyataan, walau belum dapat memastikan bagaimana kelanjutan dari penyelidikan yang mereka lakukan.

Kasi Penkum Kejati Aceh, Munawal Hadi mengatakan, Kajati Aceh Muhammad Yusuf, ketika pihak KPA melakukan demo ke Kejati Aceh menyebutkan, akan melakukan penyelidikan sehubungan dengan proyek Jembatan Kilangan.

"Akan dilakukan penyelidikan, yang jelas pimpinan sudah mencatat semua tuntutan yang diminta pihak Koalisi Peduli Aceh, sudah dicatat semua," kata Munawal Hadi saat dihubungi Dialeksis.com, Senin (8/2/2021).

Jika terdapat ada perbuatan yang melanggar hukum, Kejati Aceh akan langsung bergerak melakukan penyelidikan. Tidak ada yang kebal hukum di Indonesia ini. Kami yang sebagai aparat hukum saja nggak kebal, sebutnya.

Pihak Kejaksaan Tinggi Aceh telah mengeluarkan surat yang langsung ditanda tangani Kajati Aceh, Muhammad Yusuf. Dalam surat tertanggal 16 Ferbuari 2021 itu, Kejati memanggil sejumlah pejabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Aceh, termasuk rekanan proyek dan konsultasn pengawas.

Pemeriksaan terhadap para pejabat dan rekanan dilakukan secara maraton sejak 22 hingga 24 Februari 2021. Adapun pejabat yang dipanggil yakni Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Rekanan, Konsultan Pengawas, Pokja IV, Ketua Pokja IV, dan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Aceh.

Namun seiring dengan perputaran waktu, publik tidak mengetahui apa hasil yang sudah diperoleh pihak Kejati Aceh dalam soal dugaan korupsi pembangunan jembatan Kilang, Aceh Singkil.

Untuk Kesejahtraan Masyarakat

Tujuan pembangunan sudah pasti untuk mensejahtrakan masyarakat. Bila untuk masyarakat, tentunya harus didukung semua pihak. Untuk itu, Rafli, penyanyi Kande yang merupakan utusan Aceh (DPD RI) memberikan pernyataan soal jembalatan Trumon - Buloh Seuma-Singkil.

"Alhamdulillah, tahun ini Pemerintah Aceh melalui Dana Otsus telah mengalokasikan anggaran Pembangunan Jalan Trumon - Batas Singkil (Otsus Aceh) sebesar Rp.24.240.783.000,-. Kemudian juga sudah dialokasikan tahun ini untuk Peningkatan Jalan Batas Aceh Selatan - Kuala Baru - Singkil - Telaga Bakti (Otsus Aceh) Rp. 15 Miliar," ungkap Rafli Kande kepada media.

Menurut Rafli, tidak hanya sampai disitu, agar akses jalan tembus Aceh Selatan itu dapat segera digunakan oleh masyarakat, Pemerintah Aceh melalui dana otsus juga telah mengalokasikan anggaran tahun ini untuk Pembangunan Jembatan Suak Leubee Ruas Jalan Trumon - Batas Singkil sebesar Rp. 3 Miliar Rupiah.

Pembangunan Jembatan Bulu Seuma III Ruas Jalan Trumon - Batas Singkil sebesar Rp. 5 Milyar, dan Pembangunan Jembatan Siboyok Ruas Jalan Trumon - Batas Singkil sebesar Rp. 4 Milyar. Untuk jembatan kilangan juga telah dialokasikan anggaran mencapai Rp. 30 Milyar tahun ini.

"Jika kita lihat untuk mewujudkan jalan tembus Aceh Selatan (Trumon) - Singkil (Kilangan) Pemerintah Aceh telah mengalokasikan anggaran 81,2 Mliar untuk pembangunan ruas jalan dan jembatan. Hal ini patut kita syukuri dan kita apresiasi serta kita kawal secara seksama realisasinya nanti," sebut putra Aceh Selatan ini.

Rafli mengakui, upaya lainnya untuk memudahkan aksesibilitas, pemerintah juga pada tahun ini mengalokasikan Pembangunan Jembatan Mandilan Ruas Jalan Bts. Aceh Selatan - Rundeng - Subulussalam sebesar Rp. 4 Milyar.

Untuk lintas Bulohseuma - Rundeng sendiri itu sebenarnya badan jalannya sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Tinggal lagi pemerintah secara bertahap diharapkan dapat kembali memaksimalkan akses tersebut, sebutnya.

Menurut Rafli,penggunaan dana Otsus Aceh untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat harus terus ditingkatkan. "Insya Allah, jika dana Otsus ini dipergunakan dengan baik, maka peningkatan kesejahteraan masyarakat pun dapat diwujudkan," sebutnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, saat meninjau jembatan jembatan Kilangan, meyakini jembatan ini akan dapat dipungsikan pada tahun 2022. Bila jembatan ini berfungsi akan menjadi jalur konektifitas bagi lalu lintas orang dan barang. Agar ekonomi masyarakat dapat menggeliat.

Nova berharap kepada rekenan yang mengerjakan proyek tersebut melaksanakan pekerjaanya dengan professional, agar hasil yang dicapai sesuai harapan, berkualitas. Selain pembangunan jembatan, Nova bertekad untuk segera merampungkan akses jalan darat dari Kuala Baru menuju Aceh Selatan. Tekad merampungkan jalan itu ditargetkan pada tahun 2021.

Nova menyakini pembangunan Jembatan Kilangan di Aceh Singkil akan rampung pada akhir tahun 2022. Pada tahun ini jembatan akan tuntas 100% dan bisa langsung difungsikan," kata Nova didampingi Bupati Aceh Singkil Dulmusrid saat meninjau proyek pembangunan Jembatan Kilangan, September tahun lalu.

Tujuan dari pembangunan adalah untuk mensejahterakan rakyat. Namun pelaksanaan pembangunanya kembali kepada mental manusia. Bila mereka mengangap paket proyek itu sebagai lahan untuk memperkayadiri, maka peluang korupsi akan terjadi.

Apalagi selama ini mereka sudah berpengalaman dalam mengerjakan proyek, mahir dalam membuat laporan, ada celah yang bisa dimainkan, maka kesempatan untuk bermain akan dilakukan. Namun resikonya, bila ketahuan jeruji besi akan menanti.

Demikian dengan pembangunan jembatan Kilangan, diduga ada permaian. BPK sudah melakukan audit, Inspektorat sudah mengeluarkan surat teguran, pihak Kejati Aceh sudah mendapatkan tugas untuk menuntaskanya. Aksi publik, (baik berupa demo dan statemen terus bermunculan).

Namun kasus yang ditangani pihak Kejati Aceh itu sampai kini belum ada kepastian. Walau mereka yang diminta keterangan sudah terbilang banyak. Sampai kapan kasus ini akan terus didiamkan? Pihak Kejati lebih kompeten untuk menjawabnya, karena mereka sedang menangani kasus ini.

Kepulan “asap” di Jembatan Kilangan sudah menebarkan aroma, bukan wangi namun aroma berbalut korupsi. Publik kini menunggu kinerja Kejati Aceh. Apa kabar hamba penegak hukum? **** : Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda