Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Jejak Preman di Bisnis Parkiran Kota Banda Aceh

Jejak Preman di Bisnis Parkiran Kota Banda Aceh

Sabtu, 15 Oktober 2022 17:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Pengendara sedang membayar biaya parkir ke juru parkir. [Dok. Tim Investigasi]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dinginnya udara malam di jantung Kota Banda Aceh tak menyurutkan gairah Cek Wan mengais rezeki. Sebagai juru parkir di kawasan Pasar Aceh, semangat lelaki 45 tahun ini tetap membaja demi memenuhi kebutuhan keluarga. 

Setiap petang, dari pukul 18.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB, Cek Wan harus siaga berdiri dan sesekali bergerak mengatur dan mengarahkan lalu lalang kendaraan di kawasan padat itu. Dari jerih payahnya, Cek Wan bisa membawa pulang uang puluhan ribu rupiah setiap malam.

Sebagai juru parkir yang terdaftar secara resmi, pendapatan kotor Cek Wan sepanjang shift malam bisa berada pada kisaran Rp100.000 ribu hingga Rp120.000 ribu. “Tergantung keadaan. Tetapi kita tetap bersyukur aja,” kata Cek Wan menceritakan pengalamannya kepada Tim Investigasi, Jumat 7 Oktober 2022, di Banda Aceh.

Cek Wan mengaku setoran hasil kutipan parkir ditagih pada malam itu juga oleh petugas Dinas Pehubungan (Dishub) Kota Banda Aceh.

"Setorannya Rp38.000 ribu tiap malam untuk kami yang jaga malam, yang jaga pagi lain lagi," katanya.

Juru parkir saat merapikan kendaraan. [Dok. Tim Investigasi]Juru parkir saat merapikan kendaraan. [Dok. Tim Investigasi]

Dari hasil parkir dikurangi setoran yang harus ditunaikan, maka Cek Wan rata-rata bisa memperoleh pendapatan bersih Rp60 ribu hingga Rp70.000 ribu setiap bekerja pada shift malam.

“Alhamdulillah, meski belum mampu menyejahterakan keluarga,” ungkap Cek Wan.

Menjadi tukang parkir seperti Cek Wan memang kerap dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat. Namun siapa sangka, profesi ini juga bisa bergaya ala bos yang memiliki beberapa bawahan atau anak buah.

Cerita itu dialami sendiri oleh Cek Wan.

“Saya juga memiliki bos,” kata Cek Wan.

Menurutnya, muncul “kuasa” preman itu tak lama sejak terjadi peristiwa tsunami 2004. Usai bencana dan rekonstruksi Kota Banda Aceh, banyak preman berkeliaran menagih setoran ke juru parkir di lokasi Pasar Aceh.

"Kita bilang bukan preman, tetapi dia yang punya lapak, kita kerja sama dia. Misalnya abang yang punya lapak, abang yang setor ke Dishub langsung, kami yang setor buat abang," kata Cek Wan.

Di kalangan juru parkir, sebutan bos ini lebih akrab dengan kata "toke bangku". Tapi, Cek Wan mengaku tak ingat lagi kisaran pembagian penghasilannya karena sudah lama.

“Kita kerja dari 2009-2012 sama orang ini (toke bangku)," kenang Cek Wan.

Dulu, dalam sepekan, Cek Wan bisa berganti-ganti shift dengan toke bangku itu. Misalnya, kata dia, Rabu depan yang menjadi juru parkir di lokasi itu adalah yang punya lapak (toke bangku), Rabu berikutnya Cek Wan. Wilayah parkirnya antara pintu masuk Suzuya dan jalan ke luarnya.

Untuk setoran setiap malam, Cek Wan mengatakan biasa petugas Dinas Perhubungan menagih setoran antara pukul 21.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB, bagi juru parkir yang bekerja pada shift malam.

Setoran ke “toke bangku” sifatnya memang tidak wajib. "Kalau misalnya kita dapat lebih Rp100 ribu, sisanya ada kadang-kadang kita kasih sedikit, itu kan dihitung sedekah juga dalam kita jaga parkir," katanya.

Di Kota Banda Aceh, untuk menjadi juru parkir resmi harus terdaftar di Dinas Perhubungan setempat dengan persyaratan tidak terlalu rumit. Para calon juru parkir diminta menyerahkan Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan syarat lain yang dibutuhkan. Setelah terdaftar, mereka akan menerima perlengkapan untuk bertugas seperti bed tanda pengenal, rompi, dan topi.

Ikhwal adanya kuasa preman di bisnis perparkiran juga diakui MD, seorang juru parkir pembantu di kawasan Kota Banda Aceh.

Meski ia cuma juru parkir “pembantu”, namanya sudah terdaftar di Dinas Perhubungan sebagai juru parkir resmi.

MD mengaku menjadi juru parkir hanya sementara saja. “Orang ini kalau pulang saya disuruh (jadi juru parkir),” ungkapnya.

MD sudah lima tahun menjadi juru parkir pembantu. Ia menekuni pekerjaan sebagai juru parkir setiap hari dari pukul 17.15 WIB sampai malam. MD mengaku penghasilannya tak seberapa karena saat malam hari kendaraan sepi. “Apalagi toko-toko di daerah itu tutup, walaupun ada lapak para pedagang pakaian,” keluh MD.

Kepada tim investigasi, Kamis 15 September 2022, MD yang mengais rezeki sampingan lewat becak bermotor ini, menceritakan awal ditawarkannya ia menjadi juru parkir pengganti. “Sebenarnya dia yang jaga, tapi disuruh sama kita,” kata MD.

Pengakuan MD, bosnya itu juga memiliki lima orang anak buah di lapangan. Mereka sama-sama sebagai juru parkir. Tugas yang dijalankan menggunakan sistem shift, hasilnya disetor ke si-bos. “Bos itu hanya sesekali turun ke lapangan,” ungkap MD.

Selepas tugas sebagai juru parkir, malam itu juga MD harus menyetor ke Dinas Perhubungan sebesar Rp35 ribu. “Sedangkan 50 persen dari pendapatannya sebagai juru parkir dibagi ke bos itu, kecuali kalau hasil permalam hanya Rp20 ribu. Itu tidak diminta bagi,” katanya.

Sebagai juru parkir pembantu, MD bekerja tidak di lapak sendiri. Dalam aturan parkir di Kota Banda Aceh, setiap juru parkir diberi batas lapak maksimal 50 meter bahkan ada yang lebih. Di lokasi ini, setiap kendaraan yang parkir membayar Rp2.000 untuk roda dua dan tiga serta Rp4.000 roda empat.

Cerita lain datang dari Abdul Manaf. Berbeda dengan cerita Cek Wan dan MD, juru parkir satu ini mengaku tidak memiliki bos. Ia sehari-hari bertugas menjadi juru parkir di seputaran Pasar Aceh sejak 2007. Selama menjadi juru parkir, ia berkerja dengan sistem shift pagi hingga sore hari.

Dalam sehari, Abdul Manaf bisa meraup pendapatan kotor sekitar Rp200.000 ribu. Tapi, karena jumlah setoran kepada Dinas Perhubungan terbilang cukup besar dalam sehari, yaitu Rp180.000 ribu, membuatnya selalu berutang. “Karena target kadang-kadang tidak sesuai dengan pendapatan saya,” ungkapnya.

Pria 56 tahun ini bahkan sering dituduh korupsi karena tidak cukup setoran. Padahal kondisi kendaraan di lapangan memang sepi. “Mungkin ada oknum yang masukkan ke kantong pribadi, kan kita tidak tahu, tapi tidak boleh menuduh juga, saya cuma bilang aja,” ucap Abdul Manaf.

Selanjutnya »     Retribusi Parkir Sebagai Sumber PAD Ret...
Halaman: 1 2 3
Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda