Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Jangan Salah Resep dan Aceh Kreatiflah Agar Tidak Selamanya Miskin

Jangan Salah Resep dan Aceh Kreatiflah Agar Tidak Selamanya Miskin

Kamis, 26 Januari 2023 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Ilustrasi [Foto: net]


DIALEKSIS.COM | Indepth - Bila ada penyakit jangan salah minum obat. Bila ingin sembuh berobatlah ke ahlinya, agar tidak salah resep. Demikian dengan kemiskinan di Aceh, jangan salah resep.

Sejak tahun 2002 Aceh dinobatkan sebagai provinsi termiskin di Sumatera. Prediket itu sulit dilepaskan bila salah minum “obat”. Akankah Aceh selamanya seperti ini? Salah minum obat. Bagaimana seharusnya mengentaskan kemiskinan di Aceh?

Kita mulai dari pernyataan Mendagri, Tito Karnavian dengan tegas menyebutkan Aceh belum kreatif dalam memanfaatkan dana lima besar tertinggi di Indonesia.

Aceh anggarannya masih bergantung pada transfer pusat. Pendapatan dari PAD kecil. Komposisi belanjanya sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai barang jasa. Untuk rakyat hanya 20-25 persen. Itu juga setiap tahunya ada Silpa.

Mendagri Tito Karnavian berharap, di 2023 kesempatan emas mengubah manajemen, agar berpikir sebagian besar anggarannya untuk rakyat dan bisa mengembangkan potensi yang bisa mendatangkan PAD.

Tito menjelaskan, harusnya belanja pegawai, administrasi dan lainnya itu lebih kecil dibanding dana belanja modal untuk kepentingan masyarakat. Dia juga menyebutkan, Aceh memiliki dana besar serta telah menerima dana otonomi khusus (otsus) sejak 2008 dengan total sekitar Rp 95 triliun.

"Anggaran (Aceh) nomor 5 terbesar di Indonesia dengan penduduk hanya 5 juta harusnya bisa memberikan impact," jelasnya.

Menurutnya, permasalahan Aceh masih miskin meski dana melimpah adalah kesalahan manajemen yang harus diselesaikan. Dia meminta uang Aceh tidak berhenti di tingkat elite pejabat saja. Mendagri meminta penjabat kepala daerah di Aceh untuk memperbaiki permasalahan tersebut.

Bagaikan ingin menjawab bagaimana perkembangan soal kemiskinan di Aceh, Jubir Pemerintah Aceh, Muhammad MTA memberi keterangan Pers, seperti dimuat di media Serambi Idonesia. Dalam penjelasanya, MTA menyinggung pihak lain.

Ia yang menyinggung peran dana desa dalam pengentasan kemiskinan di Aceh. Tanggung jawab untuk menekan angka kemiskinan bukan saja pemerintah provinsi, tapi yang lebih berperan adalah pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah gampong.

"Kerja-kerja menekan angka kemiskinan harus menjadi perhatian serius kabupaten/kota dan gampong," kata MTA.

Menurut MTA, ada hal pokok yang dilakukan pemerintah dalam menekan angka kemiskinan. Pertama menanggung beban masyarakat miskin, kedua meningkatkan taraf hidup atau daya bangkit masyarakat miskin.

"Provinsi dalam upaya ini sangat terfokus dalam dua hal ini, bahkan menanggung beban masyarakat miskin sangat prioritas, misalnya JKA dan rumah duafa. Kemudian untuk meningkatkan taraf hidup masa depan dikucurkan beasiswa anak yatim misalnya, selain pembangunan insfrastruktur seluruh Aceh," sebutnya.

Dalam beberapa desk khusus dengan kabupaten/kota, lanjut MTA, pemerintah provinsi selalu menekankan agar kabupaten/kota selalu proaktif dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui program ril.

"Program prorakyat benar-benar menjadi prioritas bersama karena masyarakat secara geografis berada di kabupaten/kota dan gampong-gampong," sebut mantan aktivis ini.

Begitu juga dengan penggunaan dana desa yang mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. DPMG kabupaten/kota dan tenaga pendamping desa diharapkan benar-benar melakukan edukasi perangkat gampong agar menciptakan program-program yang benar-benar ril dalam meningkatkan daya ungkit perekonomian masyarakat.

Sejak tahun 2015-2022, Aceh sudah menerima Dana Desa (DD) Rp 34,48 triliun. Pada tahun 2022 Rp 4,6 triliun dan tahun 2023 bahkan sedikit meningkat menjadi sebanyak Rp 4,76 triliun.

Menurut MTA, pihak provinsi hanya bisa mengarahkan substansi-subtansi untuk program prorakyat, tetapi keseriusan di daerah harus menjadi perhatian bersama dan kalaborasi total agar dana desa dan APBK benar-benar bisa membangkitkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat diseluruh gampong.

"Karena angka kemiskinan merupakan akumulasi angka kemiskinan seluruh kabupaten/kota seluruh Aceh. Ini harus menjadi perhatian serius kabupaten/kota. Semoga ke depan kerja-kerja kita terus bersinergi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat," jelas MTA.

Pernyata Jubir Pemerintah Aceh ini mendapat sanggahan dari Apdesi Provinsi Aceh dan beberapa kabupaten yang tidak terima dengan pernyataan Jubir Pemerintah Aceh ini.

Misriadi atau Adi Bale, ketua Apdesi Aceh Tengah misalnya, menilai pernyataan Jubir pemerintah Aceh untuk menutupi kelemahan pemerintahan Aceh dalam pengelolaan dana Aceh.

Menurut Adi Bale, MTA tidak mengakui dan menjelaskan seputar teguran Mendagri Tito Karnavian soal anggaran Aceh. Dimana Mendagri menjelaskan, penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) yang masih timpang.

Mengdari sudah mengingatkan, kata Adi Bale, seharusnya belanja pegawai, administrasi dan lainnya itu lebih kecil dibanding dana belanja modal untuk kepentingan masyarakat. Aceh memiliki dana besar serta telah menerima dana otonomi khusus (otsus) sejak 2008 dengan total sekitar Rp 95 triliun.

Bahkan, kata Adi Bale, Mendagri mengkritik kinerja pemerintah Aceh. Aceh masih miskin meski dana melimpah adalah kesalahan manajemen yang harus diselesaikan. Mendagri meminta uang Aceh tidak berhenti di tingkat elite pejabat saja.

Lantas sekarang mengapa Jubir Pemerintah Aceh mencari pembenaran soal kemiskinan di Aceh, seolah-olah pemerintah kampung tidak berbuat. Mengapa MTA tidak mengakui bahwa managemen pemerintah Aceh selama ini salah dalam memenagemen anggaran, kata Adi Bale.

Menurut ketua Apdesi Aceh Tengah ini, seharusnya pemerintah Aceh mengolakasikan APBA ke Kampung-Kampung untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Bila itu sudah dilakukan baru boleh mengkritisi kinerja aparatur kampung.

“Sampai saat ini kami belum menemukan adanya angka angka dalam APBA yang dialokasikan ke kampung-kampung untuk mendongkrak ekonomi masyarakat, lalu kemudian MTA menuding pemerintahan kampung. Ini tidak etis dan menutupi kesalahan,” sebut Adi Bale.

Selanjutnya »     Jangan Saling Menyalahkan Bagaimana pen...
Halaman: 1 2 3
Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda