Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Gaduh Pemilu Antara Proporsional Tertutup dan Terbuka

Gaduh Pemilu Antara Proporsional Tertutup dan Terbuka

Senin, 02 Januari 2023 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Ilustrasi. [Dok.Viva]

politik (parpol) di parlemen, yaitu PDIP.

Sontak wacana tersebut menuai polemik dan perdebatan di publik. Reaksi keras datang dari DPR RI. Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mempertanyakan kapasitas ketua KPU mengeluarkan pernyataan tersebut.

Sebab sudah jelas dalam pasal 168 ayat (2) UU Pemilu diatur pelaksanaan Pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional daftar terbuka.

Sedangkan KPU adalah institusi pelaksana Undang-Undang, sementara perubahan sistem pemilu yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Pemilu merupakan kewenangan DPR, pemerintah dan Mahkamah Konstitusi (MK). Bila ada perubahan sistem pemilu artinya ada perubahan Undang-Undang.

Walau itu baru wacana, namun polemic dan pembahasanya bagaikan tidak berujung, ada pro da nada yang kontra. Pemerhati politik, Dr Edwar M Nur SE MM menyatakan, dirinya sepakat jika sistem pemilu proporsional dilakukan secara tertutup.

Menurutnya, Pemilu proporsional tertutup mampu memperkuat fungsi partai politik (parpol), kompetisi antar parpol bukan antar Calon Legislatif (Caleg). Sehingga program dan platform perjuangan parpol bisa jelas, konkret dan mampu terimplementasi dengan baik.

“Bila Pemilu proporsional tertutup dilakukan, maka dengan sendirinya parpol akan terus membangun kompetensi agar mampu bersaing, membangun jaringan, memperkuat struktur dan mendekatkan diri dengan rakyat,” ujar Edwar kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Jumat (30/12/2022).

Kata Edwar, apabila pemilu proporsional tertutup dilakukan maka kerja politik yang terjadi adalah kerja partai, bukan caleg. Caleg di sini hanyalah perpanjangan partai dalam menyampaikan visi-misi kepartaian, bukan visi-misi si caleg.

“Pemilu proporsional tertutup juga menghindari potensi money politik (politik uang), kesempatan melakukan edukasi politik lebih terarah dan terukur menuju pemilu yang lebih berkualitas,” ungkapnya.

Edwar melanjutkan, sistem pemilu ini juga ikut mendorong parpol menjadi “sehat” dalam merekrut caleg, karena memiliki sistem yang terstruktur dalam sistem perkaderan yang tersusun baik, bukan asal comot caleg yang penting memiliki elektabilitas.

“Ini perilaku instan parpol yang dalam sistem sekarang ‘benar’ tapi tidak sehat. Parpol harus memberikan prioritas jabatan politik untuk kader dan pengurus ini akan berdampak pada kinerja dan jenjang karier politik serta motivasi kader.

Parpol yang kuat akan menjadi penyangga demokrasi yang berimbang, adil dan berkualitas,” pungkasnya.

Bagaimana tanggapa LSM di Aceh yang selama ini getol mengkiritisi khususnya soal korupsi. Menurut Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askalani juga sependapat bahwa pemilu dengan sistem proporsional terbuka selama ini masih menyisakan masalah.

“Sebenarnya jika melihat peta pemilu sekarang, pertama kecurangan tinggi, isu terkait dengan miss dan disformasi (Hoax), suap menyuap tinggi. Karena parpol berharap orang yang naik itu wajib menang, proses pemenangannya dilakukan dengan berbagai cara” ujarnya sebagaimana dilansir Dialeksis.com, Jumat (30/12/2022).

Jika sistem pilih parpol, menurut Askalani dapat dipastikan parpol akan memilih orang-orang terbaik dan memiliki kualitas atau orang terpilih. Namun momentum saat ini tidak tepat. Akan lebih baik pasca pemilu 2024 selesai, karena tahapan pemilu sudah berjalan, jelasnya.

Pemerintah Indonesia dan ketua KPU RI mewacanakan kembali memilih parpol secara proporsional tertutup, menurutnya, ini lebih pada muatan politik sepertinya.

“Jadi ada kepentingan tertentu menjelang 2024, harusnya wacana ini dilakukan pasca 2024, tidak diwacanakan sebelum 2024. Ini memang menurut pandangan saya, seharusnya ditolak dulu oleh seluruh Ketua Parpol, karena ini menguntungkan orang per orang seperti ini,” ujarnya.

“Jadi ada konsep pada 2024 ini didominasi oleh partai pemenang sebelumnya, tinggal dihitung saja jumlah suara tahun lalu, jadi jauh sekali, partai pemenang itu bisa mendapat 20 persen lebih dari total suara,” tambahnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan, jikalau MK memutuskan secara hukum bahwa sistem Pemilu 2024 menggunakan sistem pemilihannya tidak berdasarkan pada calon perseorangan, menurutnya, itu akan membuat gaduh baru di Indonesia.

“Kegaduhan ini salah satu pada muatan adanya pencegalan-pencegalan politik terhadap pihak lain yang diuntungkan. Sebenarnya ada plus minusnya skema ini,” kata Askhalani.

“Jika ditanya saya, maka sebenarnya saya lebih setuju dengan sistem dipilih parpol (proporsional tertutup), namun jangan sekarang, tapi pasca 2024 diterapkan. Kalau sekarang tidak etis, pada saat tahapan Pemilu sudah mulai berjalan,” jelasnya.

Untung Rugi Proposional Tertutup

Lain lagi yang dituliskan Aryos Nivada, pengamat politik dan Pendiri Jaringan Survei Inisiatif dan Direktur Utama Lingkar Sindikasi. Menurutnya, wacana sistem proporsional tertutup,memilih caleg sebagaimana kucing dalam karung.

Aryos mengurai tulisan tentang untung rugi system proporsional tertutup. Menurut, guru besar sekelas Univesitas Indonesia, Prof. Dr. Valina Singka Subekti juga sempat melontarkan gagasan tersebut pada saat pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Politik di tahun 2019.

Menurutnya Sistem pemilu saat ini yang berpusat pada calon atau “candidacy centered” perlu direkayasa kembali menjadi sistem pemilu yang berpusat pada partai atau “party centered’. Sistem pemilu proporsional tertutup dapat dipertimbangkan kembali sebagai salah satu alternatif untuk digunakan dalam pemilu serentak 2024.

Selanjutnya »     Kembali ke era serba tertutup dinilai se...
Halaman: 1 2 3
Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda