kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Aroma Kolusi Di Festival Kopi

Aroma Kolusi Di Festival Kopi

Senin, 31 Desember 2018 18:38 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM - Festival Kopi Banda Aceh sudah ditutup, Senin, 17 Desember 2018. Seharusnya menjadi perhelatan bergengsi bagi Pemerintah Kota Banda Aceh di penghujung tahun. Namun apa lacur, festival yang menelan biaya ratusan juta ini, berbuntut bau tak sedap. 

Even yang berlangsung selama tiga hari ini, 15 s/d 17 Desember 2018 terlalu dipaksakan, bahkan asal jadi. Penyelenggaraan ada yang dinilai tidak sesuai spesifikasi, seperti tertera dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang dibuat oleh Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh.

Menurut Askhalani, koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, menjelaskan telah terjadi pelanggaran aturan. Spesifikasi teknis oleh Dinas Pariwisita Kota Banda Aceh selaku penanggung jawab anggaran, mensyaratkan even ini dilakukan untuk pencatatan Musium Rekor Indonesia (MURI), dengan minum 1001 kopi khop.

"Ini sudah tidak sesuai spesifikasi dan melanggar aturan," kata Askhalani seperti dikutip dari beberapa media. 

Dalam KAK Banda Aceh Coffe Festival disebutkan, acara menyeruput 1001 "kopi khop" secara serentak, menandai pembukaan acara Banda Aceh Coffe Festival 2018 resmi dibuka wali Kota Banda Aceh. Atraksi ini akan dicatat oleh rekor MURI.

Namu, hingga perhelatan festival kopi ini ditutup, pencatatan rekor MURI tidak dilaksanakan. Agenda ini dibatalkan disebabkan pihak MURI menolak mencatat rekor 1001 orang minum kopi khop, karena sudah duluan dilaksanakan di daerah lain. 

Kepala Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh, Rizha Idris, kepada media menyatakan bahwa agenda tersebut batal dilaksanakan, karena sudah dilaksanakan di Bali dengan rekor 3.800 orang minum kopi. Agenda pencatatan rekor MURI itu dibatalkan, dana yang sudah dialokasikan untuk itu, sudah dimasukan ke kas negara.

"Seharusnya ada untuk Muri. Muri dibatalkan dan uangnya tetap dikembalikan ke negera," tutur Riza seperti dikutip AJNN (26/12/2018). Semula agenda untuk itu tersedia anggaran Rp 500 juta, kemudian menyusut tinggal Rp 400 juta, karena agenda MURI dibatalkan.

Proses Pelelangan Misterius

Dialeksis melakukan penelusuran terkait, Banda Aceh Coffe Festival 2018 di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Banda Aceh. Anehnya, paket yang dikelola Dinas Pariwasata Kota Banda Aceh itu, tidak muncul di LPSE. Lazimnya setiap bentuk pengadaan barang dan jasa di lingkup pemerintah Kota Banda Aceh tercantum dalam LPSE. 

Ada 4 even, dimana Banda Aceh pernah menyelenggarakan festival kopi dari kurun tahun 2014 sampai dengan 2017. 

Pertama. Banda Aceh Coffe and Food Festival tahun 2014. Pagu anggaran Rp 450 juta. Ada 18 peserta lelang. Pemenangnya Exo Production. Lelang dimenangkan Exo Production dengan harga penawaran setelah dikoreksi senilai Rp 424.600.000,00. 

Kemudian Banda Aceh Coffee Festival, menggunakan anggaran APBK Banda Aceh tahun 2015. Diikuti 33 peserta lelang dengan pagu anggaran Rp 480 juta. Pemenanganya Diwana Organizer. dengan harga penawaran dan terkoreksi sebesar Rp 430 juta.

Tahun 2016, kembali Banda Aceh menyelengarakan festival kopi. Pagu anggaran Rp 400 juta diikuti 24 peserta lelang. Pemenangnya Exo production dengan penawaran Rp 301.218.500,00 dan harga terkoreksi kemudian menjadi Rp 345.315.000,00, 

Terakhir di tahun 2017. Festifal kopi ini dengan pagu anggaran Rp 450 juta. Diikuti 35 peserta lelang dan dimenangkan oleh CV Dunia Berkat Sejahtera dengan harga penawaran dan terkoreksi sebesar Rp 404.950.000,00. Semua lelang ini menggunakan metode e-Lelang sederhana, paska kualifikasi satu file dan sistem gugur.

Anehnya untuk Banda Aceh Coffe Festival di tahun 2018 tidak ada paket pengadaan. Bagaimana proses lelang, siapa pemenang lelang, menimbulkan tanda tanya besar bagi publik Kota Banda Aceh? 

Dialeksis menemukan dokumen surat elektronik dari salah satu peserta lelang Banda Aceh Coffe Festival 2018, meminta identitasnya tidak dipublikasikan. Dalam email berjudul Pengumuman Pembatalan Lelang, dikirimkan oleh LPSE Kota Banda Aceh, tanggal 12 November 2018 pukul 11.02 WIB, dengan alamat email helpdes@bandaacehkota.go.id. 

Dalam email disebutkan, LPSE Kota Banda Aceh telah membatalkan Paket Banda Aceh Coffe festival. Alasanya dari hasil evaluasi terhadap penawaran yang masuk, belum ada calon penyedia yang lulus evaluasi administrasi, teknis dan harga. Maka akan dilakukan pelelangan ulang.

Anehnya, proses pelelangan ulang tidak kunjung dilakukan oleh LPSE Banda Aceh. Padahal calon peserta lelang telah lama menunggu, kapan lelang itu dilaksanakan. Namun kemudian tiba tiba muncul even Banda Aceh Coffe Festival, yang berlangsung selama tiga hari dari tanggal 15 s/d 17 Desember 2018. Proses lelang dan pelaksanaan even tersebut masih misterius sampai saat ini.

Menurut narasumber dialeksis yang minta identitasnya tidak dipublikasikan, beredar kabar bahwa proses pelelangan dilakukan melalui penunjukan langsung. Pemenang lelang adalah pihak yang selama ini dekat dengan ring satu kekuasaan di Kota Banda Aceh. 

"Pemenang lelang termasuk orang ring satu di pusat Kota Banda Aceh saat ini. Semua sudah tahu kiprah dan sepak terjangnya dalam publikasi pencitraan penguasa di Kota Banda Aceh," ujar sumber Dialeksis. 

Ada Kolusi di Festival Kopi?

Misteriusnya proses pelelangan festival kopi Banda Aceh Tahun 2018 menimbulkan dugaan kuat, ada yang tidak beres dalam proses pelelangan even tersebut. Merujuk pada ketentuan yang diatur dalam sejumlah perundang undangan, perihal pengadaan barang dan jasa, proses pelelangan, seharusnya bersifat transparan dan terbuka untuk publik. 

Kemudian apabila membatalkan pelelangan, pada dasarnya memang pelelangan dapat dibatalkan, bilamana tidak ada peserta yang memenuhi persyaratan, baik administrasi, teknis, maupun harga. 

Namun panitia/Pokja ULP harus menjelaskan secara rinci kekurangan penyedia dalam BAHP pada saat pengumuman lelang. Hal inilah tidak dilakukan oleh LPSE Banda Aceh. Proses tender misterius, event tersebut muncul mendadak. Kuat dugaan proses tender ini bersifat penunjukan langsung. 

Menyangkut tender/seleksi gagal, diatur dalam Pasal 51 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Pasal 51

(1) Prakualifikasi gagal dalam hal:

a. setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak adapeserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi;atau

b. jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari3 (tiga) peserta.

(2) Tender/Seleksi gagal dalam hal:

a. terdapat kesalahan dalam proses evaluasi;

b. tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan;

c. tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran;

d. ditemukan kesalahan dalam dokumen pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam PeraturanPresiden ini;

e. seluruh peserta terlibat Korupsi, Kolusi, danNepotisme (KKN);

f. seluruh peserta terlibat persaingan usaha tidak sehat;

g. seluruh penawaran harga tender barang/pekerjaan konstruksi/Jasa lainnya di atas HPS;

h. negosiasi biaya pada seleksi tidak tercapai; dan/atau

i. KKN melibatkan Pokja pemilihan/ PPK.

Adapun tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Ayat (3) yaitu :

a. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yanglulus 2 (dua) peserta, proses Tender/ Seleksidilanjutkan; atau

b. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yanglulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan dengan prosesPenunjukan Langsung

Terkait dengan tender festival kopi Banda Aceh, LPSE Banda Aceh sudah memberikan penjelasan, bahwa Paket Banda Aceh Coffe festival dibatalkan. Alasanya dari hasil evaluasi terhadap penawaran yang masuk belum ada calon penyedia yang lulus evaluasi administrasi, teknis dan harga dan akan dialakukan pelelangan ulang

Maka seharusnya LPSE melakukan tender seleksi ulang sebagaimana ketentuan Pasal 51 Ayat (9) Perpres 16 Tahun 2018, yang menyebutkan : Tender/ Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c, dilakukan untuk Tender/ Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf i.

Penunjukan langsung hanya dapat dilakukan apabila tender atau seleksi ulang telah dilakukan. Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 51 Ayat (10) Perpres 16 Tahun 2018, dalam hal tender/ seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja Pemilihan dengan persetujuan PA/ KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan kriteria:

a. Kebutuhan tidak dapat ditunda; dan

b. tidak cukup waktu untuk melaksanakanTender/ Seleksi.

Festival Kopi Banda Aceh dengan alokasi pagu anggaran 500 juta ini pada dasarnya memang harus dilakukan tender atau seleksi. Sebab pagu anggaran diatas 200 juta. Sesuai Bunyi Pasal 1 Ayat (40) Perpres Nomor 16 Tahun 2018, Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

Dengan demikian sebelum melakukan penunjukan langsung, pihak LPSE Banda Aceh seharusnya terlebih dahulu melakukan seleksi ulang. Tentunya alasan bahwa tidak ada penyedia yang memenuhi kualifikasi administrasi, teknis dan harga, dinilai tidak masuk akal. 

Sebab pelaksanaan even festival kopi yang sudah berlangsung sejak tahun 2014, selalu di ikuti oleh puluhan peserta lelang. Bahkan ada pemenang seleksi penyelenggaraan festival kopi tahun sebelumnya, juga ikut dalam perhelatan tahun 2018, namun dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi karena dinilai tidak mampu menghadirkan rekor muri. Padahal pihak peserta sudah menjelaskan bahwa pihak MURI mensyaratkan minimal 3400 peserta untuk tercatat sebagai rekoris, sementara dalam RAB Festival kopi fasilitas pencatatan rekor hanya tersedia untuk 1001 peserta.

Namun anehnya agenda festival kopi tetap dilaksanakan di tengah proses tender yang serba misterius.. Pelaksanaan pencatatan rekor muri tersebut di penguhujung juga batal dilaksanakan. Padahal dalam KAK Banda Aceh Coffe Festival 2018 jelas tercantum spesifikasi teknis acara yaitu harus mampu mencatat rekor muri. Meski kemudian alokasi anggaran untuk pencatat rekor muri batal dilakukan, uangnya dikembalikan ke negara. Namun jelas pelaksanaan acara tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang telah di tetapkan dalam KAK Banda Aceh Coffe Festival 2018.

Dikutip dari beragam sumber, setidaknya terdapat minimal sejumlah dokumen yang bisa menjadi acuan investigasi apakah terdapat unsur tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme dalam suatu proyek. 

Salah satunya adalah dokumen kerangka acuan kerja (KAK). Dokumen tersebut memuat latar belakang, nama pengadaan barang atau jasa, sumber dana dan perkiraan biaya, rentang waktu pelaksanaan, hingga spesifikasi teknis. 

Lantas siapa yang menjadi penyelenggara even tersebut? Mengapa penyelenggara even tersebut dimenangkan? Padahal tidak mampu juga menghadirkan pencatatan rekor muri? Tanda tanya besar di benak publik muncul dan belum terjawab hingga kini. 

Kuatnya aroma kolusi di festival kopi telah membuat banyak pihak mengurut dada sembari menggeleng kepala. Pasalnya, sebelumnya Banda Aceh juga baru saja menyabet piagam penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai kota dengan indeks intergritas tertinggi dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) pada November 2018. 

Survei tersebut dilakukan pada 36 kementerian lembaga, 15 pemerintah provinsi, dan 15 pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah Kota Banda Aceh sendiri menempati peringkat pertama dengan indeks integritas tertinggi 77,39 lebih tinggi dari Pemkab Bandung (77,15) dan Kemenkeu (76,54). Capaian Pemko Banda Aceh pun di atas rata-rata angka survei KPK di kisaran 66.

Sedianya nilai indeks integritas tinggi menunjukkan risiko korupsi rendah di suatu wilayah. Masihkah pantas piagam integritas tertinggi disandang Pemerintah Kota Banda Aceh, ditengah aroma kolusi yang menyengat di festival kopi tahun 2018? Wallahu Alam!

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda