kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Aceh Dikepung Narkoba

Aceh Dikepung Narkoba

Senin, 11 Maret 2019 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi Stop Narkoba. 

DIALEKSIS.COM | Narkoba dan obat-obatan terlarang lainnya kini telah menjamah ke berbagai sektor, peredarannya bukan hanya tingkat perkotaan saja, bahkan kini ke pelosok pedesaan pun barang haram itu mulai beredar. Sehingga tidak sedikit para generasi muda yang mulai tercemar.

Tentunya semua pihak harus berperan penting dalam melakukan pengawasan, sehingga nantinya setiap bandar dan pihak-pihak lainya yang bersangkutan dengan peredaran obat-obatan terlarang itu, bisa lebih mudah terdeksi.

Apalagi untuk daerah Provinsi Aceh, narkoba jaringan internasional sudah mulai menjamah daerah yang dikenal dengan sebutan "Serambi Mekkah" itu. Bahkan barang bukti narkoba pun tidak sedikit yang ditemukan. 

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh, sepanjang tahun 2017 hingga 2018, telah ditemukan 1.290.812,13 gram sabu-sabu, 82.311 butir pil ekstasi, 2.042.006.20 gram ganja, 10.000 butir pil Happy Five dan 38 hektar ladang ganja.

Bukan hanya itu saja, bahkan peredaran narkoba jaringan internasional juga telah menjamah wilayah Aceh, sehingga ada beberapa kasus yang telah berhasil diungkap, dengan jumlah barang bukti yang cukup mengejutkan.

Pada hari Senin tanggal 24 April 2016 lalu, personel kepolisian dari kesatuan Polres Lhokseumawe berhasil mengungkap jaringan peredaran narkoba jenis sabu seberat 3 kilogram, yang merupakan sebagai jaringan internasional.

Kala itu pihak kepolisian mendapatkan informasi, bahwa adanya pengiriman paket narkoba yang menggunakan jasa bus antar provinsi, yang berangkat dari Kota Banda Aceh, menuju ke Medan, Sumatera Utara.

Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap bus yang mengangkut barang haram itu, maka narkoba jenis sabu tersebut diletakkan dalam kardus yang berisikan sejumlah jeruk dan dibawah terdapat paket barang yang terlarang itu.

Paket sabu-sabu tersebut dibungkus dengan kemasan yang berwarna hijau dan bertuliskan bahasa cina dan tidak ada dijumpai tulisan yang berbahasa Indonesia di kemasan itu, rencananya narkoba itu akan di edarkan di wilayah Medan.

Setelah melakukan penangkapan terhadap tersangka pertama, pihaknya langsung melakukan pengembangan lanjutan dan ternyata yang menerima barang haram itu ternyata kurir dan akan diedarkan di wilayah Medan, sehingga kedua tersangka itu berhasil diamankan.

Tidak lama setelah itu, tepatnya pada Hari Selasa 24 Agustus 2016 lalu, pihaknya melakukan pengerebekkan terhadap salah satu rumah di Desa Meunsah Tunong, Kec. Blang Mangat, Kota Lhokseumawe. Rumah itu dijadikan sebagai tempat penyimpanan sabu-sabu.

Dalam pengrebekkan tersebut, pihak kepolisian mendapatkan barang bukti narkoba jenis sabu seberat 41 kilogram, apabila dikalkulasikan dengan nilai mata uang maka jumlahnya mencapai Rp 40 miliar lebih.

Narkoba jenis sabu tersebut dikemas dalam kotak dan diproduksi oleh salah satu Negara tetangga Indonesia. Bahkan berdasarkan hasil pengakuan dari tersangka, barang haram itu diperoleh dari salah satu jalur perairan illegal di Aceh.

Bukan hanya sebatas itu saja pada tanggal 13 Agustus 2016, Badan Narkotika Nasional (BNN) berhasil mengrebek salah satu rumah di desa Paloh Lada, Kec. Dewantara, Aceh Utara, yang dijadikan sebagai pabrik sabu.

Menurut pengakuan dari tersangka, pabrik itu mampu memproduksi sabu-sabu dalam setiap harinya sekitar satu ons dan bahan-bahan baku untuk membuat barang haram itu, dari obat asma dan sejumlah material berbahaya lainnya.

Bukan hanya sampai disitu saja, ternyata pada tahun 2017 ini peredaran narkoba jaringan internasional itu masih saja terus terjadi dan diduga obat-obatan terlarang tersebut dipasok dari jalur laut.

Pada Jumat 18 Agustus 2017, sekitar pukul 20:00 Wib sejumlah petugas dari Badan Narkotika Nasional (BNN), berhasil mencegat sebuah mobil yang ditumpangi oleh empat orang tersangka Bandar sabu-sabu, di kawasan Panton Labu, Kec. Tanah Jambo Aye, Aceh Utara.

Bahkan petugas sempat melakukan tembakan peringatan selama beberapa kali, agar tersangka tidak melarikan diri. Pada saat dilakukan pengeladahan di dalam mobil, maka ditemukan barang bukti 40 kilogram sabu.

Usai dilakukan penangkapan, tersangka langsung dibawa ke Mapolsek Jambo Aye untuk dilakukan pengembangan. Beberapa jam setelah tiba di Mapolsek Jambo Aye, petugas dari BNN tersebut membawa satu orang tersangka lainnya dan sekitar pukul 04:20 Wib pagi tadi, kelima tersangka dibawa Mapolres Lhokseumawe.

Pada tanggal 18 September ini, petugas BNN juga berjasil mengamankan tiga orang tersangka Bandar narkoba jaringan internasional, serta barang bukti 133kg narkoba jenis sabu dan 42.500 butir ekstasi.

Ada sejumlah tim yang terlibat dalam melakukan penangkapan tersebut, yaitu BNN Pusat, BNN Kota Langsa, Bea Cukai Kanwil Aceh, Bea Cukai Lhokseumawe dan tim dari Polda Aceh.

Awalnya para petugas melakukan penyelidikan, dengan adanya informasi bahwa akan ada transaksi narkoba, yang dibawa dari Malaysia ke wilayah perairan Aceh. Akhirnya petugas melakukan patroli di laut, dengan menggunakan kapal bea cukai.

Saat berada di laut, petugas melihat ada satu unit kapal yang mencurigakan dan mencoba menghentikan kapal yang dicurigai membawa sejumlah narkoba itu. Namun para ABK nya malah kabur dan meninggalkan kapal itu.

Namun usaha petugas keamanan itu tidak sia-sia, sekitar pukul 18:05 Wib dua ABK tersebut yang kabur itu, bertemu dengan satu orang lainnya di salah satu warung kopi di kawasan Desa Punteut, Kec. Blang Mangat, Kota Lhokseumawe. Maka petugas langsung melakukan penangkapan terhadap tiga orang tersangka itu.

Pada saat dilakukan pemeriksaan, tersangka mengakui bahwa awalnya berangkat dengan kapal melalui Pelabuhan Krueng geukuh, Aceh Utara, untuk mengambil narkotika jenis sabu dan ekstasi, di Malaysia, serta akan di edarkan di Aceh.

Pada Juni 2018 lalu, Tiga bandar narkoba jaringan internasional berhasil dibekuk pihak Direktorat Tindak Pidana (Dit Tipid) Narkoba Bareskrim Polri. Ketiga bandar itu merupakan yang mengendalikan penyelundupan sabu ke Aceh melalui perairan Aceh Timur.

Satgas Narcotics Investigation Center (NIC) Dit Tipid Narkoba Bareskrim Polri yang dipimpin oleh AKBP Gembong Yudha juga berhasil mengamankan 12 tersangka lainnya dengan barang bukti 99 kilogram sabu dan 20 ribu pil happy five dari Penang, Malaysia hendak diselundupkan ke Aceh melalui Batam.

Bukan hanya itu saja, pada November 2018 Tim Penindakan dan Pengejaran (Danjar) Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat, menembak mati Burhanuddin alias Burhan (56), bandar narkoba yang juga anggota jaringan narkotika internasional Malaysia-Aceh

Jalur Laut Aceh Ancaman

Perairan laut Aceh dinilai menjadi ancaman bagi penyeludupan narkoba secara illegal, apalagi secara geografis letaknya berada di jalur Selat Malaka, yang merupakan jalur pelayaran tersibuk di dunia, sehingga berbagai ancaman harus diantisipasi.

Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Letkol Muhammad Sjamsul Rizal mengatakan, apabila melihat dari beberapa kasus penangkapan yang dilakukan oleh BNN, maka penyeludupan narkoba melalui perairan Aceh memang ada.

"Kalau kita lihat dari hasil tangkapan BNN, maka ada penyeludupan itu dan ini menjadi ancaman bagi kita, maka ancaman ini merupakan dari Negara-negara tentangga. Kita akan terus melakukan pengaman territorial laut dengan ketat," ujar Sjamsul.

Dirinya menambahkan, dalam melakukan pengaman territorial laut, akan melakukan berbagai operasi pengamanan dengan berbagai kegiatan, seperti melakukan patrol rutin dengan kapal dan memaksimalkan pos-pos pemantau.

Begitu juga akan memaksimalkan koordinasi dengan berbagai pihak, sehingga nantinya setiap ada kapal-kapal yang masuk di perairan Aceh, lebih cepat mendapatkan informasi dan bisa melakukan pengawasan.

"Untuk Alat utama sistem pertahanan (Alutsista) kita sudah sangat memadai, apalagi untuk di jalur Selat Malaka ada sejumlah KRI yang melakukan patrol, serta dibantu oleh operasi dari Armada Barat," tuturnya.

Maka untuk wilayah Aceh, stakeholder yang bertugas dan bertanggungjawab untuk urusan maritim, maka harus kompak, seperti halnya melakukan patroli bersama dan melakukan koordinasi tentang berbagai hal.

Apalagi para pelaku penyeludupan tersebut mengelabui petugas dengan kapal-kapal yang tidak mencurigakan, bahkan bisa juga mereka menggunakan kapal-kapal ikan atau kapal pengangkutan lainnya yang tidak mencurigai.

"Makanya semua itu butuh informasi yang akurat dan tepat, maka setiap yang bertugas di sektor maritim harus kompak, sehingga setiap informasi bisa lebih dan bisa langsung dilakukan tindakan apabila ada yang melanggar," katanya.

Perlu Diperkuat Alutsista

Maraknya penyeludupan narkoba di wilayah Aceh, tidak terlapas dari letak geografisnya yang sangat strategis, dimana langsung berbatasan dengan Selat Malaka dan Samudera Hindia, serta bersinggungan dengan negara-negara tetangga.

Pengamat Politik dan Keamanan Aceh Aryos Nivada mengatakan, Pemerintah Indonesia masih lemah dalam melakukan pengamanan pada jalur laut, sehingga para penyeludupan bisa lebih leluasa dilakukan.

"Apabila TNI Angkatan Laut bisa melakukan modernisasi alutsista untuk pengamanan zona territorial laut, maka angka penyeludupan tersebut bisa diminalisir dan tidak akan bisa lebih leluasa," ujar Aryos.

Aryos menambahkan, ada beberapa hal yang harus dilakukan evaluasi, yaitu mengenai bagaimana sistem pengaman yang telah dibangun, untuk mengamankan sektor laut tersebut. Apabila masih lemah, maka perlu segera diperbaiki.

Begitu juga dengan ketersedian fasilitas dan infrastruktur saat ini, apakah memang sudah memadai. Apabila memang belum memadai, maka perlu dilakukan penambahan berbagai perlatan senjata.

"Saat ini untuk melakukan pengaman laut, maka harus diperkuat berbagai peralatan Alutsista. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka aktivitas penyeludupan itu masih akan terus saja terjadi," tutur Aryos.

Orang Tua Harus Melakukan Penyuluhan

Untuk mengantisipasi peredaran gelap narkoba dikalangan remaja, maka setiap orang tua diharapkan rutin melakukan kegiatan penyuluhan narkoba disetiap rumah, sehingga semua pihak bisa berperan untuk memberantas barang haram itu.

Ketua Ikatan Keluarga Anti Narkoba (IKAN) Mutia Sari, ST, MSM mengatakan, dengan adanya penyuluhan tersebut, setiap orang pastinya akan memiliki cara pandang dan tindakan untuk melakukan pemberantasan narkoba.

"Coba saja kalau rutin dilakukan penyuluhan narkoba di setiap rumah-rumah, pastinya para tetangga disekitar akan terbentuk hubungan emosional yang kuat untuk memberantas narkoba," ujar Mutia.

Mutia menambahkan, para aparat penegak hukum harus bisa memberikan hukuman yang berat bagi para bandar narkoba, serta harus mendapatkan efek jera, sehingga mereka tidak mau melakukan kembali perbuatan yang sama.

"Begitu juga bahan-bahan dasar untuk membuat narkoba harus dibatasi, apalagi kalau ada yang membeli obat tanpa menunjukkan resep dokter, maka harus diperiksa terlebih dahulu. Jangan sampai mereka membeli obat, untuk membuat bahan dasar narkoba," tutur Mutia. (AGM)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda