DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menyusul pengiriman empat unit pesawat tempur oleh TNI Angkatan Udara (TNI AU) ke wilayah Aceh, berbagai pihak menyambut langkah ini sebagai bagian dari upaya menjaga kedaulatan nasional. Namun, kehadiran aset militer tersebut juga memantik diskusi soal urgensi dan kapabilitas pertahanan di provinsi paling barat Indonesia ini.
Mayjen (Purn) TNI Amiruddin Usman, S.IP., mantan Ketua Forum Komunikasi dan Koordinasi (FKK) Desk Aceh di Kemenkopolhukam, mengomentari peristiwa ini sebagai bentuk pengakuan terhadap pentingnya posisi Aceh baik sebagai gerbang barat maupun utara Indonesia.
Menurutnya, langkah ini tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga strategis dalam menghadapi potensi ancaman dari arah Samudera Hindia dan Selat Malaka.
"Inilah arti pentingnya Aceh sebagai pintu Gerbang Barat dan Utara Indonesia. Dan sebagai geo-strategi hankamneg terhadap ancaman dari luar," ujarnya kepada Dialeksis melalui pesan khusus.
Amiruddin menyoroti bahwa meski Aceh dipandang strategis, provinsi ini belum memiliki skuadron pesawat tempur ataupun kapal perang yang berpangkalan permanen. Karena itu, ia menilai pengembangan alutsista di ujung barat perlu dipertimbangkan secara lebih serius dan berkelanjutan.
“Namun sayang Aceh tidak punya skuadron pesawat tempur dan kapal-kapal perang di ujung Aceh,” tambahnya.
Pertanyaan penting kemudian muncul, haruskah penempatan alutsista di Aceh dibatasi? Amiruddin memandang bahwa penempatan kekuatan militer semestinya disesuaikan dengan kebutuhan strategis. Aceh, dengan posisinya yang unik, sangat membutuhkan pertahanan yang memadai, namun penempatan tersebut juga harus memperhatikan aspek sosial dan ekonomi lokal.
Ia mengusulkan agar alutsista ditempatkan dengan pengelolaan yang melibatkan aparat daerah, sehingga dapat menciptakan efek penguatan ekonomi dan stabilitas sosial lokal mirip seperti wacana pembentukan batalyon yang pernah ia dukung, yang disebutnya,“lebih sebagai solusi lapangan kerja, bukan ancaman,” tutup mantan Deputi 1 Bid. Koordinasi Poldagri Kemenko Polhukam.