kip lhok
Beranda / Gaya Hidup / Ini Bukti Terbaru Orang Kaya Malas Belanja Tapi Rajin Nabung

Ini Bukti Terbaru Orang Kaya Malas Belanja Tapi Rajin Nabung

Selasa, 10 Agustus 2021 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Orang kaya (atau relatif kaya dibandingkan yang lain) semakin gemar menabung itu benar adanya. Tren ini lahir karena ketidakpastian akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) dan bunga simpanan yang masih lumayan tinggi.

Bank Indonesia (BI) melaporkan, porsi pendapatan konsumen yang digunakan untuk belanja (prospensity to consume) pada Juli 2021 adalah 74,6%. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 75,5%.

Data ini sejalan dengan laporan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang pada Juli 2021 berada di 80,2. Turun dibandingkan IKK bulan sebelumnya yaitu 107,4.

IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau masih di bawah 100, artinya konsumen pesimistis memandang prospek perekonomian saat ini dan beberapa bulan mendatang.

Untuk kali pertama IKK terjerumus ke zona pesimistis dalam empat bulan terakhir. IKK Juli 2021 juga menjadi yang terendah sejak Oktober tahun lalu.

"Tertahannya keyakinan konsumen pada Juli 2021 disebabkan konsumen memprakirakan ekspansi kondisi perekonomian pada 6 bulan ke depan masih terbatas, baik dari aspek kegiatan usaha maupun ketersediaan lapangan kerja. Meski demikian, ekspektasi konsumen terhadap penghasilan ke depan tetap terjaga pada area optimis. 

Pada saat yang sama, konsumen mempersepsikan kondisi ekonomi saat ini belum sesuai yang diharapkan, ditengarai sejalan dengan penurunan aktivitas ekonomi dan penghasilan masyarakat yang lebih terbatas karena adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)Level 4 di berbagai wilayah di Indonesia," papar keterangan tertulis BI.

PPKM Level 4 (sebelumnya PPKM Darurat) diterapkan untuk meredam penyebaran virus corona. Dengan membatasi aktivitas dan mobilitas publik, diharapkan rantai penularan bisa diputus.

Namun 'harga' yang harus dibayar amatlah mahal. PPKM membuat aktivitas ekonomi 'pincang' sehingga membuat pendapatan rakyat di ujung tanduk.

"Pada Juli 2021, persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini melemah dari bulan sebelumnya, ditengarai sejalan dengan kebijakan PPKM Darurat di berbagai wilayah di Indonesia, yang berdampak pada kembali menurunnya aktivitas ekonomi dan terbatasnya penghasilan masyarakat," lanjut keterangan BI.

Oleh karena itu, tidak heran masyarakat cenderung mengerem konsumsi. Lebih baik pendapatan yang ada ditabung untuk berjaga kalau terjadi skenario terburuk. Jadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), misalnya. Amit-amit jabang bayi...

Pada Juli 2021, porsi pendapatan konsumen yang ditabung adalah 15,1%. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 14,9% dan menjadi yang tertinggi sejak Februari 2021.

Menariknya, adalah orang-orang yang reltif kaya yang 'memupuk' tabungan. Saat mayoritas kelompok lainnya menurunkan porsi tabungan, kelompok dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta/bulan yang meningkatkan tabungan.

Porsi pendapatan yang ditabung di kelompok dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta/bulan adalah 17,3%. Tertinggi sejak Desember tahun lalu.

Di sisi lain, orang-orang yang tergolong kaya ini juga yang paling malas belanja. Porsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi di kelompok masyarakat dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta/bulan adalah 68,1%. Terendah dibandingkan kelompok lain.

Selain ketidakpastian akibat pandemi, bisa jadi orang-orang kaya ini menikmati bunga simpanan yang tinggi sehingga 'betah' menabung dan mengurangi konsumsi. Hal tersebut diungkapkan oleh Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Kalau bunga deposito bisa ke bawah lagi, dana jumbo saldo di atas Rp 5 miliar itu bisa disalurkan. Artinya orang-orang kaya yang enggan belanja, karena mungkin masih menikmati bunga besar, ketika bunga turun dia tidak enggan lagi belanja sehingga mereka akan mulai belanja lagi. Kalau orang kaya mulai belanja, harusnya ekonomi terdorong," papar Yudhi dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), pekan lalu.

Mengutip catatan BI, rata-rata suku bunga deposito satu bulan (yang menjadi acuan biaya dana perbankan) di bank komersial adalah 3,49% per tahun pada Juni 2021. Turun 76 basis poin (bps) dibandingkan posisi akhir tahun lalu.

Namun Yudhi masih melihat ruang suku bunga simpanan bisa turun lagi agar semakin banyak likuiditas yang beredar di perekonomian. Oleh karena itu, LPS membuka peluang untuk kembali menurunkan suku bunga penjaminan.[CNBC Indonesia]

"LPS masih punya ruang untuk menurunkan suku bunga penjaminan lebih lanjut. Suku bunga acuan BI saat ini 3,5% kami masih 4%. Kalau keadaan memungkinkan, kami akan turunkan ke level yang lebih mendukung untuk pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.[CNBC Indonesia]

Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda