Alasan di Balik Kembalinya Tren Tie Dye di Tengah Pandemi
Font: Ukuran: - +
[Foto: iStockphoto/timsa]
DIALEKSIS | Jakarta - Media sosial menjadi 'warna-warni' dan bercorak selama karantina pandemi virus corona memasuki bulan ke-enam ini. Berkat kreativitas dan ketersediaan waktu, lahir kembali tren tie dye yang diaplikasikan dalam baju yang dikenakan sehari-hari di rumah.
Tapi sesungguhnya tie dye bukan barang baru di industri fashion. Apalagi dalam fashion dikenal siklus. Jadi, apa yang Anda lihat kini pernah terjadi beberapa tahun lalu.
Tie dye lahir kembali di tengah situasi tidak pasti pandemi dan kondisi yang dirasa serba terbatas. Sedangkan jika menilik tren tie dye dulu, justru ia lahir saat masa kerusuhan.
Kayla Marci, analis pasar di perusahaan analisis data ritel Edited mengungkapkan tie dye menonjol di Barat selama gerakan perlawanan budaya pada 1960-an dan 1970-an.
Pada era 70-an, ia melihat perubahan politik dan budaya. Kondisi demikian kurang lebih mirip dengan kondisi saat ini sehingga ada kebangkitan tren.
"Fashion yang bersifat nostalgia bisa digunakan sebagai bentuk pelarian karena konsumen menghadapi masalah global termasuk pandemi, resesi dan kerusuhan sipil," kata Marci mengutip dari South China Morning Post.
Popularitas tie dye pun dengan cepat dibaca label-label fashion terutama label busana athleisure (athlete and leisure) dan pakaian harian.
Menurut Kimberly Swarth, CEO dari label athleisure Onezie, orang kini mencari sesuatu dengan nuansa kebebasan dan print tie dye mampu merepresentasikan hal ini.
"Print tie dye membawa kembali rasa dari periode bentuk kebebasan 'hippy' yang revolusioner dalam sejarah. Melalui print yang ajaib ini, orang bisa memancarkan perasaan ini," terang Kimberly Swarth.
Sedangkan menurut Kelly Cooper, wakil presiden senior di label Chico menganggap tampilan tie dye memang jadi inspirasi perusahaan. Selama 37 tahun berdiri, tie dye seperti tak ada matinya.
Apalagi untuk saat ini, tie dye seperti 'must-have-item' selama musim panas.
"Pandemi dan konsumen banyak menghabiskan waktu di rumah, ketertarikan akan fashion yang bersifat nostalgia kembali populer dalam area busana-busana harian yang nyaman," imbuh dia.
Barangkali apa yang Anda lihat di media sosial hanya nukilan dari sekian besar popularitas tie dye.
Perusahaan penjualan Poshmark mencatat penjualan barang bernuansa tie dye meningkat 75 persen di kalangan perempuan dan 100 persen di kalangan pria selama Maret, April, dan Mei dibanding periode yang sama tahun lalu.
Tidak hanya pembelian pernak-pernik tie dye, orang pun ingin membuat kreasi tie dye sendiri. Swasti Sarna, insight manager di Pinterest mengatakan pencarian terhadap 'tie dye techniques videos' meningkat dua kali lipat dalam lima pekan terakhir [www.cnnindonesia.com].