Serma Surya Tentara Kreatif Membantu Rakyat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
DIALEKSIS.COM | Pangkatnya terbilang rendah. Dia ahli mengunakan senjata, karena terlatih sebagai pasukan tempur. Namun dalam berkreatif, dia layak diberikan penghargaan. Dia mampu menggerakan masyarakat sekitar, khususnya petani untuk berinovasi.
Banyak sudah tanda mata yang dihasilkanya. Namun dia tidak pernah berhenti berkarya, berinovasi disela kesibukanya dengan uniform lorengnya.
Sekitar 11 tahun lalu, warga Pamue, Kecamatan Rusip Antara, Aceh Tengah, tidak pernah terpikirkan dari kampung mereka akan menghasilkan buah jengkol yang digemari di pasaran. Warga di sana tidak terpikir untuk berinovasi tanaman.
Selain menggerakan petani Pamue, lelaki ini juga punya karya menarik dan membutuhkan kejelian, serta keahlian. Dia mampu menyuling alpukat menjadi minyak. Tidak berhenti sampai disitu, kini dia mengembangkan markisa, tanaman yang menghasilkan rupiah.
Dia adalah Sersan Mayor (Serma) Surya Ramadhan, kini bertugas Bati Ops/Lat Kodim 0106 Aceh Tengah, sebelumnya dia merupakan pasukan Batalyon. Saat di Batalyon, dia sering berbaur dengan masyarakat, khususnya petani.
Dari sanalah muncul ide-ide kreatif untuk perbaikan ekonomi petani. Bahkan dia nekat, “tahan badan”, ketika usahanya mengembangkan komoditas perkebunan untuk masyarakat yang dirintisnya nyaris gagal.
Saat berbincang dengan Dialeksis.com, Surya menebarkan senyum ketika mengingat usahanya menanam jengkol untuk warga Pamue, Rusip Antara, Aceh Tengah nyaris gagal. Dua kali mendatangkan bibit jengkol dari Kutacane, dua kali bibitnya busuk, tidak bisa dikembangkan.
“Apa enggak gawat tuh, dua kali bibit didatangkan dari Kuta Cane, dua kali bibitnya busuk. Sementara untuk pembibitan ini menggunakan uang negara yang dikelola kelompok tani,” sebut Surya.
Bahkan, akibat gagal dalam persoalan bibit, anggotanya banyak yang mundur. Karena takut akan terkena jeratan hukum bila tidak mampu mengembangkan bibit jengkol dengan baik.
“Hanya tinggal beberapa orang kelompok tani yang bertahan untuk mengembangkan bibit jengkol agar siap tanam. Namun tantangan ini tidak membuat kami putus asa. Semuanya kami lalui dengan sabar dan kembali mendatangkan bibit, kali ini berhasil dikembangkan,” jelasnya.
Warga Pamue tidak pernah mengenal tanaman jengkol sebagai sumber hidupnya. Di sana lebih dikenal dengan coklat, durian, kopi dan pinang, serta mengandalkan lahan persawahan. Ketika Surya mengajaknya untuk menanam jengkol, awalnya warga di sana alergi.
Namun berkat semangatnya dalam meyakinkan petani, kini tanaman jengkol itu sudah menghasilkan dan menjadi komoditas baru. Tanaman yang dikelola sejak tahun 2013 lalu, kini sudah dipanen dan dijual keluar kampung. Buahnya besar dan segar, serta enak.
Menurut Mukti Ali, salah seorang tokoh masyarakat Pamue, sedikitnya ada sekitar 20 hektar lahan perkebunan warga yang ditanami jengkol. Kini tanaman itu juga sudah mulai dikembangkan oleh warga lainya.
Tanaman jengkol merupakan jenis tanaman baru yang mulai dibudidayakan oleh masyarakat di sana. Kemukiman Pameu yang merupakan wilayah dataran rendah dinilai cocok untuk jenis tanaman ini.
“Kami berterima kasih atas jerih payah dan kegigihan seorang personel TNI bernama Surya Ramadhan. Dulunya dia bertugas di Kompi Senapan D Yonif 114/SM Pameu, Rusip Antara. Saat bertugas di sana dia memberikan pemahaman kepada petani untuk mengembangkan jengkol,” sebut Mukti Ali.
"Masyarakat biasa panggil dia Baton Surya karena dia Bintara Pleton di Kompi. Dia yang awalnya punya gagasan untuk budidaya jengkol ini. Dia bentuk kelompok tani bersama masyarakat namanya Kelompok Tani Terang Bulan, dia juga yang jadi ketuanya," jelas Mukti Ali.
Tokoh masyarakat ini mengakui untuk menanami lahan perkebunan dengan jengkol, semua dikerjakan sendiri oleh Kelompok Tani Terang Bulan. Mulai dari menyemai benih sampai bisa ditanam dan sekarang sudah mulai panen, ujarnya.
Dijelaskan Mukti Ali, Kelompok Tani Terang Bulan beranggotakan 25 orang dan menjadi mitra Program Kelompok Bersama Rakyat (KBR) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Tengah.
“Pihak Kehutanan dan perkebunan Aceh Tengah percaya penuh kepada kami. Mulai dari menyediakan bibit, sampai menanam dan merawatnya. Makanya kami beli bebit dari Aceh Tenggara, eee dua kali gagal, hampir musibah kami,” kenang Surya saat pihaknya mengawali pengembangan jengkol.
Sebagai pasukan tempur yang sudah terlatih mentalnya menghadapi tantangan, Surya sebagai ketua kelompok tadi tidak menyerah dengan keadaan. Walau merugi dan harus mendatangkan bibit kembali, dia memiliki keyakinan, kali ini harus berhasil.
Bukan hanya mendatangkan biji jengkol berkualitas untuk bibit, Surya mulai banyak belajar bagaimana membudidayakan jengkol, mulai dari persiapan bibit, menanamnya, serta merawatnya. Bagaikan penyuluh pertanian, tentara ini terus belajar, sampai dia mengenal seluk beluk tanah, hama, perawatan, sampai ke pemupukan.
Dia sudah mulai membiasakan diri memegang cangkul, mengayun parang untuk membersihkan semak, demi terdapatnya hamparan jengkol yang sudah dicita-citakan warga di sana.
Minyak Alpukat dan Suplemen Markisa
Kemudian Surya dipindah tugaskan, tidak lagi di Batalyon. Lulusan Secaba tahun 2005 ini, ahirnya pada 2017 dipindahkan ke Kodim 0106, dia menjadi Babinsa di Desa Rawe, Kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah.
Kembali dia bersentuhan langsung dengan masyarakat. Idenya untuk mengembangkan tanaman jengkol dikawasan ini juga mulai dilakukan di kawasan lahan kosong, di kawasan Kalang. Namun tanaman ini kurang berkembang di sana, walau tanaman ini sekaligus sebagai penghijauan untuk penyuplai air. Disana tanaman pinus masih menjadi primadona.
Surya yang tidak pernah dengan keadaan, justru di rawe dia menerapkan ilmu baru yang dia pelajari dengan tekun. Bagaimana mengolah alpukat, dimana selama ini masyarakat menjualnya langsung ke pasar.
Mulailah dengan melakukan uji coba bagaimana melakukan penyulingan alpukat sehingga bisa menjadi minyak. Tujuanya sudah pasti untuk membantu masyarakat meningkatan pendapatan, menunjang ekonomi.
Berkat ketekunanya, dengan system pengolahan yang sederhana, dia mampu mengajak petani di sana untuk mengolah alpukat menjadi minyak.
Kemampuanya telah membuat banyak pihak “meliriknya”. Bahkan Komandan Korem 011/Lilawangsa, ketika dijabat Kolonel Inf Sumirating Baskoro, memberikan penghargaan kepadanya dan mengecek langsung apa yang dilakukan anggotanya di lapangan.
Namun usahanya pembuatan minyak dari alpukat yang dilakukan Surya, masih menghadapi tantangan, membutuhkan dana yang terbilang besar untuk pengembanganya. Selain itu, Surya masih fokus dengan tugas utamanya, masih agak sulit untuk mengembangkan penyulingan minyak alpukat.
Kemudian suami dari Dheny Pratiwi ini dipindah menjadi Babinsa desa Timangan Gading, Kecamatan Kebayakan. Dia kembali tidak bisa diam dan senantiasa berbaur dengan masyarakat.
Disini dia mengembangkan tanaman markisa, dimana bibitnya pemberian seorang teman. Bibit markisa itu adalah bibit unggul yang didatangkan dari Berastagi. Kebetulan bibit itu nyaris hilang, hanya tinggal dua batang lagi.
Berkat ketekunan Aman Nadhif Sulubere ini, tanaman markisa itu ahirnya berkembang dengan baik, dan kini sudah banyak dibudidayakan oleh petani lainya.
Untuk membudidayakan markisa, ayah tiga anak ini kembali harus buka “kitab”. Dia berguru ke embah google. Ilmu yang dia dapatkan dia terapkan di lapangan. Apalagi ketika mahasiswa Universitas Malikulsaleh KKN di sana, Surya semakin semangat, karena mendapatkan teman untuk pengembangan markisa kuning.
Misalnya, seperti mengembangkan tanaman markisa kuning dan menjadikan buahnya sebagai suplemen, minuman segar. Ketika bertugas sebagai Babinsa di Kampung Timangan Gading, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2021-2022, dia sudah mengembangkan markisa dan melakukan percobaan penyulingan.
“Mulailah saya menggugah masyarakat untuk membudidayakan markisa kuning, apalagi alam Aceh Tengah sangat tepat untuk tumbuhan menjalar itu. Ternyata tawaran saya ini mendapat simpati masyarakat,” sebut Surya.
“Secara bertahap saya mulai melakukan percobaan untuk menyuling markisa dijadikan sebagai suplemen. Tiga kali saya gagal untuk menjadikan markisa sebagai suplemen, waktunya juga lama, sampai 8 bulan,” kenang Surya.
Lelaki yang pantang menyerah ini belajar dari kesalahan, bagaimana meracik markisa agar menjadi suplemen. Ragi untuk pembuat tapai dijadikan sebagai bahan racikan, dicampur air yang sudah dimasak, kemudian dilarutkan dan dipermentasikan. Beragam metode dia gunakan, sampai ahirnya buah dari kegagalan menghasilkan suplemen.
“Abang coba dulu bagaimana rasanya. Saya kepingin juga Abang memberikan koreksi atas suplemen yang saya buat ini,” sebutnya kepada penulis sambil menyuguhkan suplemen hasil racikanya.
Rasanya enak, tidak kalah dengan minuman suplemen yang dirasik pabrik, walau milik surya diracik secara alami dan manual.Minuman suplemen itu berhasil dikemas untuk minuman yang segar.
“Suplemen dari markisa yang saya racik ini banyak digemari. Sudah banyak yang menyarankan agar minuman ini menjadi produk masyarakat Aceh Tengah. Dilakukan uji laboratorium dan dapat dikomersilkan untuk dikomsumsi publik,” jelasnya.
Surya berharap, semoga nantinya racikan suplemen markisa kuning dari Tanoh Gayo ini menjadi minuman suplemen yang dikonsumi publik, dan juga sangat membantu masyarakat dalam menopang ekonomi.
Pengakuan surya, untuk saya mendapatkan bahan bakunya masih agak susah. Karena masyarakat baru membudidayakan tanaman ini, dia juga sedang menyiapkan bibit yang bisa dibagikan kepada masyarakat, agar tanaman ini dapat berkembang dengan baik sebagai salah satu sumber ekonomi masyarakat.
Aktivitas Surya Darma mendapat apresiasi dari Dandim 0106 Aceh Tengah, Letkol. Inf. Kurniawan Agung Sancoyo. Ketika Dialeksis.com diminta tanggapan tentang kreatifitas anggotanya, Dandim Kurniawan menyebutkan, tentara itu dari rakyat untuk rakyat. Sudah seharusnya tentara berinovasi bersama rakyat.
“Apa yang dilakukan Surya merupakan bentuk pegabdianya kepada negeri ini. Mau berbaur bersama rakyat dan berinovatif. Itu sudah sesuai dengan amanat KASAD,” jelas Dandim.
KSAD sudah mengamanatkan, kata Kurniawan, semua prajurit harus hadir ditengah masyarakat dan mampu melihat peluang apa yang mampu diperbuat untuk bermanfaatan kepada masyarakat. Itu harus dilakukan semaksimal mungkin.
“Semuanya akan kami lakukan demi masyarakat, terutama Babinsa yang berada dilapangan. Inovasi kami selaku Babinsa atau prajurit diteritorial, jika memang ada ide dan gagasan atau kreatifitas dari masyarakat, desa binaan kami pasti akan kami support, kami tidak menutupi diri. Mari kita berdikusi, mencari refrerensi yang terbaik,” jelasnya.
Pasukan tempur bukan hanya ahli memegang senjata, namun mampu juga memegang cangkul dan parang. Mengolah tanah, mengolah hasilnya untuk lebih bernilai ekonomi, dan itu sudah dilakukan Serma Surya.
Dia sudah menunjukan pakaian lorengnya adalah milik rakyat, dia bersama rakyat, khususnya dengan petani saling bahu membahu dan berkreasi. Semuanya dilakukan dalam upaya pengabdian, agar masyarakat semakin baik dari hari sebelumnya. Pakaian loreng itu sudah menebarkan aroma harum bagi petani. [Bahktiar Gayo].