Polisi, 'Malaikat' Penolong Saat Bencana
Font: Ukuran: - +
Reporter : Alfi Nora
Polisi bantu evakuasi korban banjir. [Foto: dok tribratapolri]
Pasca musibah, polisi bersama personelnya juga ikut membantu membersihkan rumah-rumah warga yang terdampak musibah. Mereka melakukannya dengan ikhlas, agar para korban yang tertimpa musibah, terasa agak ringan menghadapi cobaan.
Dimanapun, ketika ada musibah, polisi akan turun melakukan pengabdian kepada masyarakat. Apa yang bisa mereka lakukan, akan mereka lakukan dalam membantu meringankan penderitaan yang dialami para musibah.
Polisi dengan sejuta kebaikan. Perintah komando benar-benar dijalankan dengan baik. Ketika ada bencana mereka tampil di depan, menyatu bersama rakyat untuk saling berbagi, saling memberi dan meringankan penderitaan.
Kapolri selalu menginstruksikan Polisi untuk sigap bantu korban bencana. Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan kepada seluruh jajaran. Staf Logistik Polri untuk bergerak cepat dalam pengerahan bantuan dukungan logistic, sarana dan prasarana kepada masyarakat yang menjadi korban bencana alam.
Indonesia menjadi negara yang sering dilanda bencana. Sebab itu, diperlukan gerak cepat dari aparat kepolisian. Seberat apapun medan bencana, mereka harus mampu menerobosnya, melakukan pengabdian.
Dibalik perjuangan itu, tentu juga ada cerita duka saat polisi melakukan aksi heroik mengevakuasi korban bencana. Ketika kita telusuri rekam jejak jasa polisi ada beragam tragedi yang merenggut nyawa sang penolong rakyat itu.
Salah satunya, Aipda Nurman (38), anggota Satuan Lalu Lintas Polres Mamuju, Sulawesi Barat. Dia gugur di lapangan saat mengevakuasi korban banjir. Dia sudah tahu resiko yang dihadapinya, namun ketika rakyat membutuhkan pertolongan, resiko itu dihdapinya. Aipda Nurman tertimpa bangunan yang runtuh karena derasnya air. Banjir tersebut terjadi Kamis (22/8) lalu.
Ada juga personil polisi yang gugur dalam tugas kemanusiaan, seperti personel Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) yang menghembuskan nafas terahir, setelah menghirup gas beracun di Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Merapi, Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Ada juga polisi yang cacat, luka-luka dalam membantu masyarakat. Semua catatan sejarah itu merupakan bukti catatan emas, polisi berjuang dengan sepenuh hati hingga nyawa menjadi taruhan.
Menjadi polisi tidaklah mudah, profesi ini di zaman sekarang sudah banyak rapor merah yang dilabelkan kepada mereka. Bisa karena disebabkan karena oknum oknumnya terlibat kasus narkoba, suap menyuap dalam suatu kasus dan lain sebagainya.
Mencuat kasus Sambo, Tedy Minahasa, dan sejumlah personil polisi yang harus dilucutinya pakaiannya, menandakan ada dinamika dalam institusi ini. Ada upaya membersihkan diri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Mereka yang 'bandel' melanggar ketentuan yang sudah menjadi aturan baku, harus dibersihkan dari tubuh intitusi ini. Jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga. Jangan karena ranting dan dahan, lantas pohonnya yang harus ditumbangkan.
Bila ranting dan daun bermasalah, patah tumbuh hilang berganti. Sudah seharusnya ranting dan dahan yang mengganggu kelangsungkan perjuangan sang "pohon" untuk dipangkas. Karena ketika pohonnya bagus, wajar bila ada ranting dan cabang yang kurang sepadan menyatu dengan pohon.
Perilaku oknum-oknum yang melanggar aturan, bukanlah menjadi ukuran semuanya melakukan hal yang tidak baik. Masih banyak polisi baik di bumi pertiwi ini. Masih banyak yang melakukan tugas dengan panggilan jiwa, mengedepankan nurani.
Polisi juga hanyalah manusia biasa, punya kelemahan dan kesilapan. Saling mengingatkan adalah tugas kita semua. Namun mereka sudah ditempa untuk memberikan pengabdian, buktinya masih banyak polisi baik di negeri ini. Kalau tidak ada polisi di negeri ini, bagaimana keadaan kita???
Penulis: Alfi Nora wartawan Dialeksis.com