Beranda / Ekonomi / Wali Nanggroe Kunker ke TPI Kuala Idi, Nelayan Keluhkan Besaran Retribusi Hasil Tangkapan

Wali Nanggroe Kunker ke TPI Kuala Idi, Nelayan Keluhkan Besaran Retribusi Hasil Tangkapan

Sabtu, 19 Agustus 2023 21:45 WIB

Font: Ukuran: - +

Wali Nanggroe Aceh Teungku Malik Mahmud Al-Haythar mendengarkan keluhan Panglima Laot Lhok Kuala Idi Husaini terkait besaran penerimaan negara bukan penghasilan (PNBP), Sabtu (19/8/2023) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kuala Idi. [ Foto: Humas Wali Nanggroe]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Para nelayan di Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, menyampaikan keluhan mereka terkait berbagai kendala yang dihadapi dalam melaksanakan aktivitas melaut. Keluhan itu disampaikan pada kunjungan kerja Wali Nanggroe Aceh Teungku Malik Mahmud Al-Haythar ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kuala Idi, Sabtu (19/8/2023).

Kabag Humas dan Kerja Sama Wali Nanggroe, M. Nasir Syamaun MPA, lewat keterangan tertulis menjelaskan, salah satu keluhan yang disampaikan para nelayan adalah terkait besaran penerimaan negara bukan penghasilan (PNBP) yang ditetapkan melalui surat edaran (SE) terbaru dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI.

Pada pertemuan langsung dengan Wali Nanggroe Aceh, kata Nasir, Panglima Laot Lhok Kuala Idi Husaini menjelaskan poin-poin keberatan mereka terhadap SE tersebut.

“Dalam SE itu disebutkan, setiap kapal yang melaut di atas 12 mil, wajib bermigrasi ke pusat. Sedangkan kita di Aceh diberikan kewenangan untuk beroperasi dengan kapal yang berkapasitas GT60,” kata Husaini.

Karena itu, jika ada larangan melaut di atas 12 mil, kewenangan Aceh yang membolehkan nelayan melaut dengan kapal GT60 dianggap percuma.

Kemudian, tambah Husaini, pemerintah pusat melalui SE itu juga menetapkan besaran PNBP atau retribusi yang sangat memberatkan, yaitu lima persen untuk setiap trip bagi kapal GT60, dan 10 persen untuk setiap trip bagi kapal di atas GT60.

“Ini sangat memberatkan bagi nelayan. Belum lagi harga acuan yang ditetapkan yang ditetapkan untuk setiap kilogram hasil tangkapan bukanlah harga acuan Aceh, tapi harga acuan Sumatera,” kata Husaini.

Terkait persoalan itu, beberapa waktu lalu para tokoh dan pemilik kapal di Aceh Timur sudah duduk berembuk, jika SE tersebut terus diberlakukan, sangat besar kemungkinan satu persatu kapal pencari ikan di kabupaten itu akan berhenti beroperasi.

Beberapa pemilik kapal disebutkan telah menandatangani formulir migrasi yang dikeluarkan oleh KKP setempat. Namun, masih ada banyak pemilik kapal yang belum menandatangani formulir yang diajukan saat kapal bergerak menuju wilayah tangkapan di laut.

Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haythar saat meninjau langsung kapal nelayan di TPI Kuala Idi, Aceh Timur. [Foto: Humas Wali Nanggroe]

Akibatnya, beberapa minggu lalu, sebanyak lima kapal nelayan ditangkap dan dicabut dokumennya. Kapal-kapal yang ditangkap itu dibawa ke Belawan, Sumatra Utara.

“Pada prinsipnya kami tidak setuju, tapi karena kami sudah mengeluarkan banyak operasional untuk kapal melaut, sebagian terpaksa menandatangani persetujuan migrasi itu, yang dikeluarkan oleh KKP di sini. Karena kalau tidak setuju, akan berisiko saat di laut, akan diambil tindakan, pencabutan dokumen dan penangkapan kapal,” ujar Husaini.

Menanggapi keluhan para nelayan, Wali Nanggroe Aceh meminta kepada para nelayan yang bernaung di bawah organisasi Panglima Laot untuk membuat surat keberatan yang ditujukan kepada Pemerintah Aceh, pemerintah pusat dan stakeholder lainnya.

“Dengan dasar surat tersebut, akan menjadi bahan bagi saya untuk berbicara dengan berbagai pihak, baik di tingkat Aceh, dan ke pemerintah pusat,” kata Wali Nanggroe.[*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda