Beranda / Ekonomi / Tiga Bank Syariah Gulung Tikar di Aceh, Berikut Ini Respon Prof Hafas Furqani

Tiga Bank Syariah Gulung Tikar di Aceh, Berikut Ini Respon Prof Hafas Furqani

Minggu, 01 Desember 2024 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Prof. Dr. Hafas Furqani, M.Ec, Guru Besar - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Foto: for Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin operasional tiga Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Aceh dalam waktu singkat. Penelusuran Dialeksis.com mengungkapkan serangkaian masalah yang mengancam stabilitas sektor perbankan syariah di provinsi paling barat Indonesia ini.

Ketiga BPRS yang dimaksud adalah BPRS Aceh Utara, BPRS Gayo Perseroda, dan BPRS Kota Juang Perseroda. 

Dimulai pada 12 Januari 2024, OJK mencabut izin operasional BPRS Aceh Utara. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap bank ini. Akibatnya, para nasabah mengalami tekanan karena dana mereka tidak dapat diakses.

Kasus berikutnya menimpa BPRS Gayo Perseroda. Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah mengumumkan penghentian operasional bank ini melalui surat resmi bernomor 500/2812/Eko tertanggal 14 November 2024. Langkah ini diambil sebagai prasyarat agar LPS dapat mengembalikan dana nasabah yang tersimpan di bank tersebut.

Kelalaian manajemen menjadi salah satu faktor utama kegagalan BPRS Gayo Perseroda. Bahkan, Komisaris Utama bank tersebut dinilai gagal menjalankan tanggung jawabnya.

Terbaru, BPRS Kota Juang Perseroda yang berlokasi di Jalan Sultan Iskandar Muda, Bireuen, juga kehilangan izin operasional. Pencabutan izin ini dilakukan berdasarkan Keputusan OJK Nomor KEP-97/D.03/2024.

"Ini adalah langkah terakhir untuk melindungi kepentingan nasabah," tegas Kepala OJK Provinsi Aceh, Daddi Peryoga, sembari menekankan keseriusan pihaknya dalam pengawasan sektor perbankan.

Ketiga bank yang sebelumnya disebut sebagai “bank kebanggaan masyarakat” kini justru menjadi sumber keresahan. Praktik manajemen yang buruk tidak hanya merugikan nasabah, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah di Aceh.

Menyingkapi realitas itu, Prof. Dr. Hafas Furqani, M.Ec, Guru Besar - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh, menyebutkan bahwa kasus ini menjadi cerminan lemahnya tata kelola di sektor perbankan syariah. 

“Kepercayaan adalah modal utama perbankan syariah. Jika kepercayaan ini hilang, dampaknya bisa sistemik,” ujarnya kepada Dialeksis saat dihubungi (01/12/2024).

Seharusnya kata Prof Hafas kemampuan kontrol dan tata kelola manajemen menjadi pondasi utama menjalankan sistem perbankan agar sehat dan semakin mandiri serta besar. 

“Kita berharap ini menjadi evaluasi penting dalam dunia perbankan untuk stakeholder yang berhubungan dengan memajukan dunia perbankan,” ujarnya. 

Prof Hafas memberikan saran kepada OJK diharapkan dapat memperketat pengawasan dan memastikan manajemen perbankan syariah lebih profesional untuk mencegah kasus serupa terulang. 

"Di samping itu, agar tidak menjadi preseden buruk karena maraknya BPRS yang ditutup, langkah penanganan awal menjadi sangat penting. Setiap pihak harus secara serius mengambil langkah pencegahan agar penutupan tidak terjadi" tegasnya.

“Di sisi lain, langkah edukasi keuangan kepada masyarakat juga perlu digalakkan agar nasabah lebih berhati-hati dalam memilih lembaga keuangan,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI