Para Ahli Bicara Penyebab Bangkrutnya BPR di seluruh Indonesia, Simak!
Font: Ukuran: - +
Reporter : Biyu
Logo BPR. Foto: net
DIALEKSIS.COM | Nasional - Dunia perbankan terkejut dengan fenomena yang terjadi pada tahun 2024, dimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mencabut izin usaha dari tujuh PT Bank Perkreditan Rakyat.
Berdasarkan hasil pelacakan data dan informasi tim Dialeksis.com (08/03/2024), izin usaha beberapa BPR telah dicabut oleh OJK. Antara lain, Bank Perkreditan Rakyat Wijaya Kusuma (KEP-1/D.03/2024, tanggal 4 Januari 2024), BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) nomor KEP-13/D.03/2024, PT Bank Perkreditan Rakyat Usaha Madani Karya Mulia (KEP-18/D.03/2024, tanggal 5 Februari 2024), PT BPR Bank Pasar Bhakti (KEP 19/D.03/2024, tanggal 16 Februari 2024), Bank Perkreditan Rakyat Bank Purworejo (KEP-20/D.03/2024, tanggal 20 Februari 2024), PT Bank Perkreditan Rakyat EDCCASH (KEP-26/D.03/2024, tanggal 27 Februari 2024), dan yang terbaru, PT Bank Perkreditan Rakyat Aceh Utara (KEP-27/D.03/2024, tanggal 4 Maret 2024).
Jumlah BPR yang tercatat terus mengalami penurunan. Menurut data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh OJK, jumlah BPR telah berkurang sebanyak 94 dari tahun 2020 yang berjumlah 1.506 menjadi 1.412 pada Agustus 2023.
Fenomena ini mendorong tim Dialeksis.com untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai penyebab penutupan BPR di Indonesia, termasuk di Aceh. Data dari media menunjukkan bahwa ahli ekonomi Senior Faculty dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Moch Amin Nurdin, menilai bahwa akar masalah dari kejatuhan BPR adalah kurangnya tata kelola yang baik secara umum. Selain itu, seringkali pemegang saham pengendali terlibat dalam kegiatan operasional BPR.
Pendapat lain disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, yang mengatakan bahwa masalah tata kelola bisnis sering menjadi penyebab kebangkrutan bank 'wong cilik'.
Namun, Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Suwandi, menyatakan bahwa hampir seluruh BPR yang mengalami kejatuhan sebenarnya bukan karena persaingan antar bank yang ketat, tetapi justru disebabkan oleh fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh pengurus BPR itu sendiri.
Pemikiran lainnya datang dari Dr. Rustam Effendi. S.E., M.Econ., CFRM, seorang Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, melalui Dialeksis.com (08/03/2024). Menurutnya, penyebab penutupan BPR dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu internal dan eksternal.
Dari segi internal, Dr. Rustam menjelaskan bahwa salah satu penyebab penutupan banyak BPR adalah karena terjadi mismanajemen, termasuk seringnya terjadi kesalahan (fraud) yang dilakukan oleh SDM di BPR. Selain itu, kurangnya implementasi Good Corporate Governance (GCG) dalam tata kelola BPR juga menjadi masalah, mulai dari struktur tata kelola, proses, hingga hasil tata kelola yang tidak terukur. "Hal ini mengakibatkan pengawasan terhadap kinerja direksi menjadi kurang optimal dan tidak terpantau dengan baik, sehingga Tingkat Kesehatan Bank (TKB) terus menurun," tegasnya.
Tak hanya itu, Dr. Rustam juga menyoroti keterbatasan modal dan minimnya fitur layanan, yang membuat BPR kurang mampu merespons dinamika pasar. Dia juga menambahkan bahwa manajemen risiko yang kurang efektif menjadi salah satu penyebab internal lainnya, yang menyebabkan berbagai risiko seperti risiko operasional, risiko kredit, risiko hukum, dan risiko reputasi tidak dievaluasi secara konkrit.
Dari segi eksternal, Dr. Rustam mencatat bahwa pasar keuangan, termasuk perbankan, semakin kompetitif. Selain itu, perkembangan digitalisasi yang pesat juga menjadi faktor eksternal, di mana nasabah membutuhkan akses yang lebih mudah dan cepat. Namun, kemampuan BPR dalam memanfaatkan tuntutan digitalisasi ini terbatas karena keterbatasan modal dan produk layanan yang terbatas.