Fenomena Penutupan ATM di Indonesia: Tren dan Dampaknya
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Nasional - Industri perbankan Indonesia tengah mengalami perubahan signifikan dengan semakin berkurangnya jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di berbagai daerah. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan penurunan jumlah jaringan kantor bank umum konvensional (BUK) sebanyak 4.676 unit pada triwulan IV-2023, dengan total tersisa 115.539 unit di seluruh Indonesia.
Terminal perbankan elektronik, termasuk ATM, CDM, dan CRM, masih mendominasi jaringan kantor dengan 91.412 unit. Namun, jumlah ini mengalami penyusutan 1.417 unit dibandingkan periode sebelumnya.
Arianto Muditomo, seorang pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran, menjelaskan bahwa fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Menurutnya, beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tren ini antara lain:
Peralihan transaksi ke layanan digital seperti mobile banking dan aplikasi perbankan.
- Tingginya biaya investasi dan perawatan mesin ATM.
- Perubahan kebiasaan nasabah yang lebih memilih menggunakan layanan digital.
Meski demikian, Arianto menekankan bahwa ATM masih memiliki peran penting, terutama di daerah dengan akses internet terbatas. Ia menyarankan agar bank terus berinovasi dan beradaptasi dengan kebutuhan nasabah sambil tetap menyediakan layanan ATM yang aman dan mudah diakses.
Contoh nyata dari tren ini dapat dilihat pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Dalam lima tahun terakhir, bank ini konsisten mengurangi jumlah ATM-nya sebagai langkah optimalisasi. Pada tahun 2023, jumlah ATM Bank Mandiri berkurang 121 unit menjadi 12.906 unit, turun dari 13.027 unit pada tahun 2022.
Timothy Utama, Direktur Information Technology Bank Mandiri, menjelaskan bahwa penurunan ini sejalan dengan pergeseran kebiasaan masyarakat akibat digitalisasi. Saat ini, 98% transaksi non-tunai nasabah Bank Mandiri telah beralih ke aplikasi Livin' by Mandiri yang diluncurkan pada tahun 2021.
Langkah ini juga dinilai sebagai upaya penghematan mengingat biaya pembelian satu mesin ATM bisa mencapai Rp100 juta, belum termasuk biaya operasional dan perawatan. Sebaliknya, aplikasi Livin' by Mandiri hanya memerlukan persiapan infrastruktur back-end.
Hingga Mei 2024, pengguna Livin' by Mandiri telah mencapai 25,4 juta, meningkat 37% year-on-year (YoY). Total nilai transaksi melalui aplikasi ini mencapai Rp1.552 triliun dengan volume transaksi sebesar 1,45 miliar transaksi secara year to date (ytd).
Fenomena ini menunjukkan bahwa industri perbankan Indonesia sedang mengalami transformasi digital yang signifikan, dengan layanan mobile banking semakin mendominasi preferensi nasabah dalam melakukan transaksi keuangan.