Beranda / Ekonomi / Aprindo Tuntut Kemendag Selesaikan Utang Migor Rp 344 M

Aprindo Tuntut Kemendag Selesaikan Utang Migor Rp 344 M

Jum`at, 28 April 2023 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Logo APRINDO. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Nasional - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk segera membayar utang rafaksi minyak goreng senilai Rp 344 miliar kepada peritel tanpa banyak alasan.

"Kita pelaku usaha itu, berdagang dari rupiah ke rupiah kita mencarinya. Kemudian dengan cara begini, Pak Mendag-nya bilang 'ya silahkan saja (PTUN), kita takut soalnya Permendag sudah batal'. Sebelum batal ya dibayar dong, jangan sampai pakai alasan udah batal atau kadaluarsa sehingga takut. Nah takut karena apa?," ujar Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey seperti dilansir cnbcindonesia, Jumat (28/4/2023).

"Satu-satunya yang gak bisa berubah dalam peraturan itu hanya kitab suci yang gak boleh berubah. Kalau Permendag, Perpres, UU Ciptaker saja bisa berubah, ada revisi kan, bisa buat revisi kan? Kok mereka takut? Ya kita pakai teori sederhana saja, berani karena benar, takut karena salah," imbuhnya.

Roy mempertanyakan ketakutan yang selama ini menjadi dalih Kemendag, "Pernyataan takut itu apakah karena ada kesalahan? Apa ada kepentingan?," sebutnya.

Roy menegaskan bahwa pihaknya sama sekali tidak pernah ingin berurusan dengan hukum. Sebab, menurut dia, itu hanya akan menghabiskan waktu dan biaya lagi.

"Ya kita tidak pernah mau berurusan dengan hukum sebenarnya karena habis waktu, kita mengumpulkan rupiah demi rupiah. Nah urusan hukum pasti kita mesti bayar pengacara, kita mesti urusan waktu lagi, berurusan dengan pengadilan, urusan lagi bersaksi atau apa. Capek," tegasnya.

"Udah gitu ditantang Pak Mendag di komisi VI 'sudah, Aprindo PTUN kan saja. Kalau PTUN menang ya baru nanti kita beritahukan kepada BPDPKS, supaya BPDPKS bayar'," lanjut dia.

Roy mengungkapkan bahwa uang untuk pembayaran selisih harga tersebut sebetulnya sudah ada dan telah disisihkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Hanya tinggal izin dari Kemendag saja yang menghambat pembayaran rafaksi minyak goreng tersebut.

"Karena BPDPKS uangnya yang Rp 344 miliar itu sudah dari bulan Januari juga sudah ada di-saving, sudah dipisahkan. Kita tahu dari mana? Karena kita langsung tanya ketua BPDPKS. Kata ketua BPDPKS, 'sudah pak, bahkan setiap bulan kita harus lapor ke BPK uangnya belum keluar, dan kita harus terus berikan alasan, karena Kemendag belum kasih hasil verifikasinya. Uangnya ada'," tuturnya.

"Jadi dengan kata lain, baru nanti akan dibayar setelah keputusan menang PTUN. Nah sekarang pertanyaannya, kita PTUN apakah bisa selesai 1 hari? Bisa selesai 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, Ya presidennya sudah habis yang sekarang, sudah ada presiden baru, menteri baru. Nah kemudian kalau presiden dan menteri baru juga bilang 'waduh itu sudah 2-3 menteri sebelumnya, sudahlah, gak usahlah kita pikirin'. Kalau ada yang bicara itu ya berarti kan artinya gak akan dibayar kita Rp 344 miliar itu. Bukan utang lagi, tapi sudah rugi kita," lanjut Roy.

Untuk diketahui, pada 19-31 Januari 2022 lalu pelaku usaha ritel telah berkomitmen untuk membantu pemerintah dalam program satu harga minyak goreng Rp 14.000 per liter. Hal itu tertuang dalam Permendag nomor 3 tahun 2022, di mana dalam Permendag tersebut juga dicantumkan bahwa pembayaran selisih harga akan dibayarkan 17 hari setelah program selesai.

Namun, pada awal bulan Februari 2022, sebelum rafaksi dibayarkan, lahir Permendag 6 untuk menggantikan Permendag 3 tersebut. Dari situ lah pembayaran rafaksi minyak goreng menjadi runyam. Hingga kini, sudah hampir 1,5 tahun peritel masih belum mendapatkan pembayaran rafaksi tersebut. [cnbcindonesia]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda