Polisi Myanmar Lepas Tembakan, Satu Demonstran Tewas
Font: Ukuran: - +
Demo menentang kudeta militer meluas ke sejumlah kota hingga pemblokiran akses internet beberapa kali terjadi sejak kudeta militer berlangsung di Myanmar pada 1 Februari lalu. Foto: Reuters/Stringer
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Polisi Myanmar kembali melepas tembakan hingga menewaskan satu demonstran, dalam aksi damai menolak kudeta militer, Jumat (5/3).
Salah satu saksi mata melaporkan polisi melepaskan tembakan untuk membubarkan kerumunan, dan satu orang ditembak di bagian leher.
Menurut dokter yang memeriksa, pedemo itu berusia sekitar 25 tahun.
"Saya kira dia berusia sekitar 25 tahun, tetapi kami masih menunggu anggota keluarga," kata dokter kepada Reuters, melalui telepon.
Salah satu aktivis menyerukan aksi protes lebih besar dan lebih banyak di beberapa kota. Hari ini ribuan orang berbaris dengan damai melalui kota Mandalay.
"Zaman batu sudah berakhir, kami tidak takut karena kamu mengancam kami," kata para demonstran.
Di Yangon, polisi menembakkan peluru karet dan melempar granat untuk membubarkan para demonstran, yang diikuti sekitar 100 dokter berjas putih.
Aksi demonstrasi juga terjadi di Kota Pathein, sebelah barat Yangon.
Kekerasan di Myanmar terjadi ketika junta militer kalah saing dalam memperebutkan kursi kepemimpinan di PBB.
Junta militer memecat diplomat Myanmar di PBB Kyaw Moe Tun pada hari Sabtu, setelah dia mendesak negara-negara di Majelis Umum menggunakan "segala cara yang diperlukan" untuk mengembalikan kekuasaan kepada pemimpin terpilih.
Namun, misi Myanmar PBB menyatakan bahwa Duta Besar Kyaw Moe Tun tetap menjabat. Di Washington, tidak jelas apakah kedutaan Myanmar masih mewakili junta militer atau bukan.
Seorang diplomat di kedutaan juga mengundurkan diri karena turut bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil dalam pemogokan terhadap militer.
Selain itu, 19 petugas polisi Myanmar menyeberang ke India karena tak mau mematuhi perintah junta militer.
Sebagai hukuman atas kekerasan yang terjadi, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi pembatasan perdagangan, dan yang terbaru menargetkan dua konglomerat militer.
Departemen Perdagangan AS menetapkan pembatasan perdagangan pada kementerian pertahanan dan dalam negeri Myanmar serta dua konglomerat militer yang mengendalikan sebagian besar ekonomi, mulai dari bir hingga real estate.
Langkah-langkah tersebut diharapkan memiliki dampak meski entitas itu bukan importir utama.
Amerika Serikat juga telah memperingatkan China untuk memainkan peran yang konstruktif. Namun Negeri Tirai bambu itu mengatakan stabilitas adalah prioritas utama.
Penyelidik hak asasi manusia PBB di Myanmar, Thomas Andrews, mendesak Dewan Keamanan untuk memberlakukan embargo senjata global dan sanksi ekonomi yang ditargetkan pada militer.
Pertemuan Dewan Keamanan PBB akan digelar pada Jumat malam. (CNN Indonesia)