Beranda / Berita / Dunia / NATO Cemas Kebangkitan Militer China

NATO Cemas Kebangkitan Militer China

Minggu, 04 Juli 2021 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +


 DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kebangkitan militer China belakangan sepertinya sudah tidak bisa disembunyikan lagi. Penyebaran pasukannya yang semakin luas, terutama di Laut China Selatan, rupanya telah membuat NATO was-was.

Perwira militer paling senior NATO, Stuart Peach, menyatakan keprihatinan atas kecepatan yang mengejutkan dari modernisasi militer China.

Peach yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komite Koordinasi Militer NATO mengatakan, penting bagi NATO saat ini untuk mengawasi China. Sebab, militer China bisa ada di sekeliling kita.

"Saya pikir sangat penting untuk mengawasi itu. Apa yang Anda lakukan jika Anda seorang pemimpin di China dengan kekuatan besar yang modern dan kuat? Anda menyebarkannya, Anda memindahkannya," kata Peach dalam wawancaranya dengan Financial Times, Jumat (25/6).

Bukan cuma itu, pejabat NATO ini juga menyoroti kehadiran militer China di banyak negara sebagai staf kedutaan besar. Ia menyebutkan, banyak posisi di Keduataan Besar China diisi oleh perwira umum.

Dilansir dari Sputnik News, Peach juga mengeluh tentang kemitraan militer strategis yang berkembang antara China dan Rusia. Meskipun ia percaya, kedua kekuatan itu mungkin akan bentrok di Kutub Utara suatu hari nanti.

Kebangkitan militer China

China berencana untuk menghabiskan sekitar US$ 202 miliar untuk pertahanan pada tahun fiskal 2021. Dalam beberapa tahun terakhir, China telah mengembangkan dan memproduksi berbagai sistem rudal canggih, pesawat terbang, dan kapal perang.

Presiden China Xi Jinping bertujuan untuk mengubah militer menjadi kekuatan utama yang mampu memproyeksikan kekuatan di luar negeri untuk melindungi kepentingan China.

Secara khusus, Xi berharap, militer China bisa bertahan melawan platform dan sistem senjata canggih dan yang diciptakan dan dikerahkan oleh musuh potensial, khususnya Amerika Serikat.

Meskipun demikian, China pada umumnya menahan diri untuk tidak menyertai ekspansi ekonominya dengan ekspansi militer, kecuali ekspor senjata.

China sejauh ini hanya memiliki satu pangkalan militer di luar negeri, yakni di Djibouti, Afrika. Berbeda dengan AS yang kekuatan militernya tersebar di berbagai sudut Bumi.

China juga baru-baru ini menolak tawaran Rusia untuk membentuk aliansi militer formal, dengan mengatakan pihaknya akan terus mematuhi prinsip-prinsip non-blok dan non-konfrontasi.

Pada kenyataannya, aliansi negara Barat di NATO terus mendominasi dunia dalam hal pengeluaran pertahanan. Dikutip dari Sputnik News, anggaran gabungan NATO setara dengan lebih dari US$ 1 triliun, dengan US$ 700 miliar berasal dari AS.[Kontan]

Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda