Militer Israel Nyatakan Rencana Serang Iran
Font: Ukuran: - +
[Dok. Pixabay]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Panglima militer Israel menyatakan telah memerintahkan jajarannya untuk menyiapkan rencana menyerang Iran.
Kepala Staf Jenderal Aviv Kochavi mengatakan rencana tersebut disusun untuk melawan kemampuan nuklir Iran jika ada keputusan politik yang menargetkan republik Islam itu.
"Mempersiapkan beberapa rencana operasional selain yang sudah ada sepanjang tahun mendatang," ujarnya.
"Kekuatan untuk memulainya ada pada elite politik. Namun, opsi ofensif perlu disiapkan, siap untuk disusun," kata dia mengacu pada pemerintah Israel, Selasa (26/1) seperti dikutip dari AFP.
Iran yang merupakan musuh bebuyutan Israel menyetujui perjanjian nuklir dengan Inggris, China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat pada 2015.
Kesepakatan itu menawarkan keringanan sanksi sebagai imbalan atas pembatasan ambisi nuklir Teheran dan jaminan tidak akan membuat bom atom.
Iran sendiri berkeras bahwa pihaknya hanya mengejar program energi nuklir sipil.
Israel selalu menentang kesepakatan tersebut.
Kemudian pada 2018 Presiden Donald Trump secara sepihak menarik AS keluar dari kesepakatan itu dan menerapkan kembali sanksi yang melumpuhkan Iran.
Sebagai tanggapan, Iran mundur dari komitmen nuklir utama, dan membiarkan kesepakatan itu menggantung.
Pemerintahan baru Presiden Joe Biden telah mengisyaratkan ingin menyelamatkan perjanjian itu. Namun otoritas Israel secara terbuka khawatir akan kemungkinan ini.
"Setiap kesepakatan yang menyerupai perjanjian 2015 adalah hal yang buruk, baik secara strategis maupun operasional," kata Kochavi.
"Tekanan terhadap Iran harus dilanjutkan, Iran tidak boleh memiliki kapasitas untuk mengembangkan bom nuklir," ujar dia.
Panglima militer itu juga mengatakan Israel telah menyerang 500 titik sasaran Iran di Timur Tengah pada tahun lalu.
Israel selama ini telah meluncurkan ratusan serangan udara terhadap Suriah. Hujanan serangan itu terjadi sejak perang sipil Suriah pecah pada 2011.
Ratusan serangan Israel itu menargetkan pasukan Iran, pemberontak pro-Teheran, kelompok Hizbullah, hingga militer Suriah. (CNN Indonesia)